Langsung ke konten utama

Topeng (bag.13)

-Perubahan-



Baca kisah sebelumnya disini

Kamar putih berukuran 3x3 meter tampak terang bukan karena cahaya lampunya yang menerangi, namun sinar matahari bebas masuk menembus kaca jendela lengkap dengan teralis kokoh yang melapisi. Lorong diluar ruanganpun lenggang, sepi tak ada suara langkah kaki.

Hera masih menutup mata rapat-rapat, tangannya bersedekap menyilang didepan dada, ujung lengan bajunya yang panjang memeluk tubuh dan terikat kuat dibelakangnya. Wajah pucat itu kini menempel di dinding sudut ruangan mencari hawa dingin sisa-sisa embun pagi yang terserap sejak matahari memulai hari.

“Apa saya belum bisa menemuinya?” Tanya seorang laki-laki pada perawat yang sedang berdiri tak jauh dari ruangan tempat Hera dirawat.

“Maaf Pak, saat ini pasien belum bisa dikunjungi” Tolak perawat tersebut dengan suara ramah.

“Baiklah, mohon hubungi saya jika kondisi pasien sudah membaik!” Pinta lelaki itu dengan harap.

Laki-laki itu melangkah keluar gedung, hatinya enggan meninggalkan rumah sakit ini. Jika saja diizinkan, Ia ingin menunggu disini. Tempat dimana Hera dirawat untuk kebaikan mental dan jiwanya.


*****


Dimas hendak bertanya kepada Hera yang mengantarkan surat misterius tersebut, karena surat pertama dan kedua itu diserahkan oleh Hera. Berharap Ia tau dari siapa surat itu diterima atau bahkan mungkin tau siapa yang mengirimnya.

Setelah mendapat surat itu, Dimas bergegas keruangan Anton dan memberitahukan isi surat yang diterimanya.

“Anton..kamu benar. Lihat.., aku mendapat surat misterius itu lagi!” Seru Dimas seraya menyerahkan surat yang diterimanya ketangan Anton.

Anton membaca surat itu dengan seksama, berbeda dari yang diterimanya. Jelas ini hanya berupa peringatan untuk berhati-hati.

“Jadi apa yang akan kau lakukan?” Tanya Anton kemudian.

“Aku hendak mencari Hera, karyawan yang menyerahkan surat ini.” Jawab Dimas.

“Kenapa?” Tanyanya heran.

“Yang pasti dia tau, siapa yang menyuruhnya mengantarkan surat ini.” Jelasnya lagi.


Berbeda dengan Anton, ketika tahu siapa yang mengantar surat tersebut dari Dimas, Ia malah berpikir bahwa Hera hanya karyawan magang yang sudah menjadi pekerjaannya menjalankan tugas apapun termasuk mengantar surat ke ruang kerja atasannya. Gadis itu tak mungkin tau apa-apa.

Sehari setelah surat misterius itu diterima, Hera menghilang. Dalam tiga hari tak ada kabar yang menerangkan kemana Ia pergi. Sasa yang merupakan teman satu kostnya juga heran akan raibnya tetangga sekaligus teman anehnya itu.


Bersambung ke Topeng bag.14

Komentar

  1. ngilang, dan tiba tiba ada di rs?

    BalasHapus
  2. Kasihan si Hera, lgi2 hari menderita lgi.. Hmn..

    BalasHapus
  3. Hera lagi liburan, ya... hihi

    Semoga hera tidak kenapa2...

    BalasHapus
  4. deuh, di RS...semakin rumit ya konfliknya

    BalasHapus
  5. Hera ...
    Selalu bergetar setiap baca cerita topeng ini. Nama itu penyebabnya ..

    BalasHapus
  6. Kenapa Hera dimasukin RSJ mbak Na??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nanti ada di episode akhir. ini bocoran aja. hehehe

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.6)

-Topeng Ambisi- Seorang laki-laki tergesa-gesa memasuki ruangannya, setengah berlari Ia menghampiri meja kerja dan dengan kasar menarik satu persatu laci-laci yang tersusun rapi pada bagian bawah meja, kemudian mengobrak-abrik isinya. Ketika yang dicari belum ditemukan, Ia beralih pada lemari yang berada di belakangnya. Hal yang sama dilakukan, Ia pun mengacak habis isi lemari untuk mencari sesuatu yang amat berharga baginya.  "Dimana dokumen itu..kurang ajar!" Makinya pada seseorang yang ada dalam pikirannya. "Baiklah..jika ini pilihannya, akan kuturuti permainannya" Desisnya dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tahu, wanita itu tak main-main dengan ancamannya tadi siang. Ambisinya yang terlalu besar dan menggebu-gebu secara otomatis memutuskan hubungan Simbiolis Mutualisme yang selama ini telah mereka jalin sejak setahun terakhir.  Jika bukan karena Mita yang dengan sembunyi-sembunyi memberitahukan padanya bahwa dokumen penting itu telah

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indonesia, J

Topeng (bag.3)

-Masa Lalu- Hera kecil sering kali di- bully oleh teman-temannya. Kala itu ia berusia 8 tahun, tubuhnya yang kecil dan lemah membuat ia menjadi sasaran empuk. Tidak ada satupun yang dapat membantunya, lebih tepatnya tidak ada yang mau. Sepulang dari bermain, sambutan kasar juga ia terima dari keluarga, tepatnya keluarga angkat. Hera diadopsi pada usia 2 tahun. Dengan niat sebagai pancingan agar kedua orang tua angkatnya bisa segera mendapat momongan. Tapi usaha ini belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan.  Saat Hera berusia 10 tahun Ibu angkatnya pun hamil. Kehamilan yang ditunggu-tunggu selama 9 tahun, sebelumnya beberapa kali Ibu angkat Hera ini sudah pernah hamil, sayangnya setiap kali hamil justru ibunya juga mengalami keguguran lagi dan lagi. Kehamilan ketiga kali ini dijaga ketat dan ekstra hati-hati, namun takdir berkata lain, saat ibu angkatnya mengandung pada usia kehamilan 8 bulan, kecelakaan tragis menyebabkan nyawa ibu dan calon adiknya itu melayang. Duka