Langsung ke konten utama

Mengapa Aku Menulis?




Sebuah pertanyaan yang harus saya jawab terlepas ini karena tugas atau kewajiban dari sebuah komunitas yang baru-baru ini saya ikuti. Pertanyaan yang sama kali ini juga harus saya jawab sejak saya bertekad menjadi seorang penulis.

Mengapa?

1. Karena saya bukan anak seorang raja dan bukan pula anak seorang ulama.

Kalimat yang berasal dari seorang ulama besar ini mengetuk hati dan pikiran saya. Imam Al Ghazali, Sang Hujjatul Islam dengan ungkapannya yang sangat terkenal:
"Kalau engkau bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis."

Dalam sejarah, kita ketahui bahwa hanya Zaid bin Haritsah sajalah yang 'diabadikan' dalam AlQur'an. Bukan para sahabat lainnya yang terkenal dengan keimanan dan ketangguhannya. Melainkan seorang pria berkulit hitam yang bertugas sebagai asisten dan penulis wahyu (sekretaris) Rasulullah saw. 

Jadi, Mengapa menulis? karena hanya dengan menulis saya akan dapat dikenal dan dikenang oleh anak cucu keturunan saya nanti. Syukur-syukur bisa dikenal lebih luas lagi.

Dengan menulis, maka itulah yang akan menjadi warisan berisi kebaikan dari saya untuk mereka yang tak lagi dapat mendengar nasehat bijak dari neneknya yang sudah tiada. Setidaknya Pantang Larang bagi suku Melayu yang biasa disampaikan dalam bentuk ancaman itu tak lagi menyapa telinga mereka hingga menghadirkan ketakutan tak beralasan. Cukup dengan membaca buah karya tulisan saya, mereka dapat memaknai Pantang Larang itu sebagaimana mestinya hingga menyentuh hati dan logika yang menghasilkan pemahaman, lantas berlanjut menjadi kebaikan-kebaikan dalam perbuatan. 

Maka dengan itu, layaklah jika saya ingin menjadi abadi, bukan dalam wujud seorang vampire yang tak kenal kata mati, melainkan abadi dalam karya tulisan fiksi maupun non fiksi. Kemudian tetap terlihat manis dengan pemikiran-pemikiran yang dapat menularkan kebaikan yang menginspirasi. Karena saya bukan seorang raja dan bukan anak dari seorang raja. Karena saya bukan seorang ulama besar dan bukan pula anak seorang ulama besar. Jadi, dengan menulis maka saya akan bekerja untuk keabadian.

2. Dengan menulis, saya bisa menjadi apa saja. 

Hanya lewat kata saya bisa menjelajah, menjadi siapa saja sesuai dengan kehendak hati, semaunya dan sesukanya.

Lewat tulisan saya bisa mewujudkan keinginan menjadi siapapun dan menjadi apapun. Berperan lewat kisah dan cerita yang mengalir dari mulut-mulut para pembaca. 

Kemudian, lewat tulisan pulalah seorang introvert seperti saya bisa bebas mengekspresikan diri, namun tentunya tetap berada dalam koridor kebaikan. 

3. Karena dengan menulis saya akan banyak membaca.

Stephen King berkata  "Membaca adalah pusat yang tidak bisa dihindari oleh seorang penulis." 

Hernowo Hasyim menambahkan, "Penulis yang baik, karena Ia menjadi pembaca yang baik."

Dan kata-kata yang paling telak menampar saya adalah apa yang diutarakan oleh pengarang asal Rusia, Joseph Brodsky, "Ada beberapa kejahatan yang lebih buruk daripada membakar buku. Salah satunya adalah tidak membaca buku."

Setelah membaca pernyataan beberapa tokoh yang berkecimpung dalam dunia tulis menulis itu, saya sadar betapa selama ini saya telah melakukan kejahatan yang besar dengan tidak membaca buku-buku yang saya beli. bahkan jika saya membaca jarang sekali membekas karena ilmu dari buku yang saya baca tidak saya ikat dalam bentuk tulisan.

Tobat, maka dengan itulah membaca menjadi alasan saya untuk menulis dan sebaliknya dengan menulis saya membutuhkan bacaan.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah