Langsung ke konten utama

Dalam Gelap (part 1)

-Tetangga Misterius-


Rumah dengan warna dominan putih itu bergaya kuno.  Setiap sudut tiang dikombinasi dengan warna biru laut yang pekat. Halaman rumahnya juga cukup luas, ditumbuhi berbagai jenis pohon. Pada musim tertentu buah-buahan akan hadir ditangkai pohon-pohon itu untuk menyapa pemiliknya dengan tujuan menyuguhkan kesegaran dari daging empuk beraroma wangi. Asri, rindang nan menyejukkan.

Hampir lima bulan Arga pindah di rumah kontrakan barunya. Ia tak pernah bertemu dengan pemilik rumah berwarna putih dengan kombinasi biru pekat yang tepat berada diseberang jalan rumah tempat tinggalnya.  Sesekali memang terdengar suara dari dalam rumah, namun sosoknya tak pernah tampak di depan mata. Dengan pagar yang mengelilingi kokoh setinggi 165 cm itu, maka lengkap sudah menambah kesunyian dan keterasingan pemilik rumah dari lingkungan disekitarnya.

“Ga..kamu kenapa sih, dari tadi ngeliatin rumah misterius itu, ngidam ya?” Tanya Udin heran dengan temannya yang sejak lima belas menit lalu betah dengan posisi duduk menghadap rumah diseberang sana, tepatnya bukan pada posisi duduk yang jadi masalah bagi Udin, tapi mata Arga yang hampir tak berkedip karena terlalu asyik memandang bangunan dengan hawa misteri didepan sana.

“Nggak..biasa aja.” Jawab Arga singkat.

“Biasa bagaimana, jelas-jelas matamu itu nggak berkedip saking asyik menatap buah mangga tetangga depan yang mirip buah anggur itu, numpuk saking lebatnya!” Bantah Udin sewot.

“Bilang aja kalau otakmu punya niat jahat metik buah-buah itu tanpa sepengetahuan yang punya!” Tambahnya lagi dengan keyakinan penuh tentang apa yang dipikirkan.

“Dosa tau!!” Sambungnya tak ketinggalan sambil berlalu masuk ke dalam rumah.

“Asal ya kalau ngomong.” Bantah Arga menyusul Udin masuk sembari menutup pintu.

Azan Maghrib berkumandang, Udin dan Arga bersiap-siap ke mesjid yang berada diujung jalan. Dari kejauhan mereka memandang salah satu penghuni rumah kontrakan yang baru pulang dari tempat kerja dengan motor sport keluaran terbaru melaju pelan.

“Kuncinya ditempat biasa Boy, cepatan dah.. kita tungguin nih!” Seru udin saat Boy berlalu.

“Capek banget nih..sholat dirumah aja deh.” Sahut Boy dengan wajah kusutnya.

“Yaa..sudah.” Ujar Arga berikutnya.

Tanpa perlu dibujuk ataupun membujuk tiga sekawanan itu lantas mengambil langkah dengan tujuan masing-masing. Udin dan Arga menuju mesjid sedangkan Boy masuk kedalam rumah sesuai dengan niatnya.


Matahari menyeret habis cahayanya, menuju barat sebagai tujuan berikutnya. Gelap menyusul, tak ada lagi sisa sinar matahari, langit bersih dengan kelam bertabur bintang tanpa bulan. Tampak bayangan seseorang melintas diteras rumah misterius yang asri dan rindang. 


Bersambung..

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah