Langsung ke konten utama

Topeng (bag.11)

-Resah-

Baca kisah sebelumnya disini




Dimas ingin memberitahukan perihal surat misterius yang Ia terima kemarin pada Inspektur Bobby, Ia yakin kalau surat itu pasti ada kaitannya dengan pembunuhan. Bisa jadi si pengirim adalah saksi yang selama ini bersembunyi dan tidak ingin berhubungan dengan polisi karena posisinya terancam. Diantara kebingungannya antara melaporkan atau tidak, akhirnya Dimas memutuskan untuk menemui Anton saat istirahat makan siang. Sebelumnya Ia akan mengirim pesan terlebih dulu pada teman baiknya itu karena beberapa hari ini Ia tak melihat Anton dikantor.

“Posisi?”

“Belakang meja.”

“Ada waktu kosong nanti siang?”

“Ada.”

“Soto Ayam kemarin enak, kita ketemu disana!”

Anton tidak langsung menjawab, keningnya berkerut mengingat kapan Ia pernah makan Soto Ayam bersama Dimas. Akhirnya Ia ingat pada karyawan yang ditugaskannya membeli makanan untuk Dimas beberapa hari yang lalu.

“Siap Bos.” Jawab Anton.

Percakapan lewat sms selesai dalam waktu singkat. Anton senang dengan undangan makan siang dari Dimas, itu menandakan pikiran dan perasaannya sudah lebih baik sekarang, mengingat terakhir kali bertemu wajah temannya itu jauh dari kata tampan.

Siang itu Anton menunggu Dimas di kedai Soto Ayam. Letaknya ternyata tidak terlalu jauh dari perusahaan, hanya saja bangunan sederhana ini agak menjorok kedalam dari jalan utama. Beruntung sebelumnya Ia bertemu karyawan yang ditugaskannya membeli makan siang waktu itu, sehingga tak perlu lama menemukan tempat yang dimaksud.

Dimas tiba sepuluh menit kemudian, langsung menemui Anton yang sudah duduk manis dengan segelas jus buah didepannya.

“Sudah lama?” Tanya Dimas membuka percakapan. Anton hanya menggeleng sebagai jawaban. Kemudian memesan Soto Ayam dan Air mineral untuk mereka berdua.

“Jadi..ada apa?” Tanya Anton setelah selesai memesan makanan.

“Kemarin Aku mendapat surat misterius, disebut begitu karena tak ada nama pengirimnya.” Jelas Dimas kemudian.

“Surat Misterius, isinya?” Anton penasaran.

“Aku sudah tahu.” Jawab Dimas singkat.

“Hanya itu?” Tanya Anton lagi, tak percaya kalau isi surat yang dimaksud hanya terdiri dari tiga kata.

“Iya, kupikir itu ada hubungannya dengan pembunuhan. Bisa jadi si pengirim adalah saksi yang selama ini diam karena khawatir dengan keselamatannya. Bagaimana menurutmu, apa lebih baik kulaporkan saja pada petugas penyidik atau dibiarkan saja? Siapa tau nanti ada surat misterius berikutnya.” Dimas bicara panjang lebar.

“Menurutku isi surat itu tidak jelas, untuk sementara abaikan saja dulu. Lagipula belum tentu itu terkait dengan kasus pembunuhankan?” Demikian pendapat Anton.

“Tapi entah kenapa aku yakin arahnya kesana!”

“Ok, jika sekarang hal ini dilaporkan pada petugas penyidik, kemudian pada akhirnya itu hanya surat iseng atau apalah yang tidak sesuai dengan kasus pembunuhan ini, bagaimana? Bisa-bisa polisi malah balik curiga padamu nanti!” Pertimbangan yang cukup meyakinkan Anton utarakan pada Dimas.

“Tenang saja dulu, kita lihat perkembangannya dari polisi. Ayo dimakan!” Anton menenangkan sahabatnya. Ia tahu, Dimas tak akan berhenti memikirkan kasus ini sampai pada titik akhir, walau Ia sendiri tak tahu kapan kasus ini berakhir.

----

Hera meletakkan amplop berwarna kelabu diatas meja Pak Dimas dan beberapa map berisi dokumen yang harus ditandatangani nanti. Pekerjaannya sudah selesai sekarang, tapi sayang jam istirahat sudah berakhir, jadi tak ada kesempatan lagi baginya untuk makan siang. Setiap kali selalu ada saja tugas dari senior yang menuntut untuk segera dilaksanakan. Hera pasrah saja menerima dan menjalankan semua tugas yang diberikan, karena sebentar lagi masa magangnya juga akan selesai.

Dimas masuk ke kantornya saat Hera akan keluar, untuk beberapa detik mata mereka beradu. Ada perasaan aneh yang tak dapat dijelaskan oleh keduanya.

“Pak Dimas, tadi ada beberapa dokumen yang saya letakkan diatas meja bapak.” Hera berusaha mengalihkan perhatian.

“Iya..terimakasih.” Dimas beranjak dari tempatnya berdiri begitu Hera keluar dari ruangan, kemudian menuju meja kerja dan kembali melanjutkan aktifitas. Beberapa menit setelah memeriksa dokumen dan menandatanganinya,  tubuh Dimas mematung saat menemukan amplop surat yang sama dengan sebelumnya. Tanpa nama pengirim. Surat Misterius kedua!!


Bersambung ke Topeng bag.12

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.6)

-Topeng Ambisi- Seorang laki-laki tergesa-gesa memasuki ruangannya, setengah berlari Ia menghampiri meja kerja dan dengan kasar menarik satu persatu laci-laci yang tersusun rapi pada bagian bawah meja, kemudian mengobrak-abrik isinya. Ketika yang dicari belum ditemukan, Ia beralih pada lemari yang berada di belakangnya. Hal yang sama dilakukan, Ia pun mengacak habis isi lemari untuk mencari sesuatu yang amat berharga baginya.  "Dimana dokumen itu..kurang ajar!" Makinya pada seseorang yang ada dalam pikirannya. "Baiklah..jika ini pilihannya, akan kuturuti permainannya" Desisnya dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tahu, wanita itu tak main-main dengan ancamannya tadi siang. Ambisinya yang terlalu besar dan menggebu-gebu secara otomatis memutuskan hubungan Simbiolis Mutualisme yang selama ini telah mereka jalin sejak setahun terakhir.  Jika bukan karena Mita yang dengan sembunyi-sembunyi memberitahukan padanya bahwa dokumen penting itu telah

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indonesia, J

Topeng (bag.3)

-Masa Lalu- Hera kecil sering kali di- bully oleh teman-temannya. Kala itu ia berusia 8 tahun, tubuhnya yang kecil dan lemah membuat ia menjadi sasaran empuk. Tidak ada satupun yang dapat membantunya, lebih tepatnya tidak ada yang mau. Sepulang dari bermain, sambutan kasar juga ia terima dari keluarga, tepatnya keluarga angkat. Hera diadopsi pada usia 2 tahun. Dengan niat sebagai pancingan agar kedua orang tua angkatnya bisa segera mendapat momongan. Tapi usaha ini belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan.  Saat Hera berusia 10 tahun Ibu angkatnya pun hamil. Kehamilan yang ditunggu-tunggu selama 9 tahun, sebelumnya beberapa kali Ibu angkat Hera ini sudah pernah hamil, sayangnya setiap kali hamil justru ibunya juga mengalami keguguran lagi dan lagi. Kehamilan ketiga kali ini dijaga ketat dan ekstra hati-hati, namun takdir berkata lain, saat ibu angkatnya mengandung pada usia kehamilan 8 bulan, kecelakaan tragis menyebabkan nyawa ibu dan calon adiknya itu melayang. Duka