Langsung ke konten utama

Topeng (bag.16)

-Yang Tersembunyi-



Simak kisah sebelumnya disini



Obat bius hirup Chloroform yang pada dunia medis dikenal pula dengan nama Triklorometana (CHCl3) ini benar-benar membuat Hera lumpuh total, tak sadarkan diri.

Berbeda dengan kondisi jasad yang terbaring tenang diatas ranjang empuk, ada bagian diri Hera lainnya yang bagaikan terbang melayang diluar tubuh dengan kemarahan luar biasa. Melihat nanar bahaya didepan mata siap melahap tubuhnya dengan cara kotor.

Tidak..tidak, bangun bodoh!! Dasar perempuan lemah, apa yang bisa kau lakukan selain diam dan bersembunyi setiap kali bahaya, rasa sakit dan duka datang menyerangmu!” Teriaknya pada tubuh yang tak berdaya. Tak habis kata-kata sumpah serapah ditujukan pada Hera.

Aku membencimu Hera..sangat membencimu.” Teriaknya lebih keras lagi untuk terakhir kalinya sebelum sisi lain itu terserap masuk ke tubuh Hera.

Gejala kesadaran Hera perlahan pulih saat pria itu menggerayangi tubuhnya dengan kasar. Aura wajah gadis manis itu berubah layaknya monster Harpy. Sontak saja pria itu kaget melihat santapannya tiba-tiba membuka mata, dengan gerakan reflek Ia segera menutup mulut gadis dihadapannya itu agar tidak berteriak. Reaksi biasa yang akan dilakukan siapapun saat berada dalam kondisi seperti itu.

Kesadaran yang mungkin baru pulih 60 persen itu sebenarnya tak dapat berbuat banyak. Namun kebencian dan amarah besar mampu menggerakkan tangan kanannya mencengkram leher bagian depan pria yang berada diatas tubuhnya itu dengan sangat kuat. Selanjutnya gadis itu memusatkan tenaga pada lutut kaki kanannya untuk dapat menendang bagian vital diantara kedua kaki pria yang saat itu tepat pada posisi mengangkanginya.

Menerima serangan tiba-tiba tersebut membuat pria itu menjadi kalap dan mendaratkan pukulan keras di wajah Hera.

Darah segar keluar dari sudut bibir mungil gadis itu, sedangkan kondisi lebih parah dialami pria itu karena dilehernya kini mengalir darah yang dihasilkan dari lima goresan kuku jari Hera. Cengkraman kuat tangannya menyebabkan luka sedikit dalam di leher pria tersebut.

Disaat pria itu sibuk mengerang rasa sakit di bagian bawah tubuhnya. Hera sudah dapat bergerak meraih meja kecil di samping ranjang dan menghantamkannya berkali-kali ke kepala pria itu dengan sangat keras.

Pria itu rubuh, wajahnya bersimbah darah. Meja kecil yang menghantam kepalanya berkali-kali itu juga hancur tak lagi berbentuk sebagaimana awalnya. Sedemikian besar energi kemarahan Hera pada pria itu hingga tak menyangka dapat membunuhnya.

“Begitu caranya! Begitu caranya perempuan bodoh!!” teriaknya pada diri sendiri dengan nafas yang masih memburu.

Hera masih terus berteriak-teriak tak jelas guna melepas amarahnya. Ingatannya melintas pada beberapa tahun silam. Kejadian yang sama juga hampir merenggut kehormatannya kala itu.

----

Tiga orang pria bertubuh kekar mengobrak-abrik rumah Pak Masdi. Mereka mencari barang-barang berharga yang dapat dijadikan alat penebus hutang. Bapak memang pernah meminjam sejumlah uang pada seorang rentenir untuk membiayai pengobatan istrinya.

Hera yang saat itu baru pulang dari sekolah segera menerobos masuk ke dalam rumah untuk melihat keadaan Pak Masdi yang sedang sakit. Sudah dua minggu ini bapak tidak jualan, otomatis tidak ada pemasukan dan tentu saja bapak tidak mampu melunasi hutang yang anehnya malah membengkak.

“Dasar lintah darat..penjahat!!” Teriak Hera geram dan marah pada ketiga pria itu setelah mengetahui bapak tak lagi bernyawa, entah karena sakitnya atau karena perbuatan orang-orang jahat itu.

Mendengar teriakan Hera, pria-pria itu malah tertawa dan salah satu dari mereka menangkapnya. Lantas menyeret paksa Hera yang masih lengkap dengan tas sekolahnya ke dalam kamar.

Hera berjuang membela diri dengan membunuh pria yang hendak memperkosanya. Bajunya robek tak lagi utuh, namun kemarahan kian berlipat-lipat setelah mampu menjatuhkan satu orang pria dengan gunting menancap tepat dijantung. Mendengar keributan tak wajar di dalam kamar, dua pria lainnya menyusul masuk, ketakutan menyerang mereka setelah melihat temannya tak lagi bernyawa. Mereka tidak menduga bahwa gadis berseragam ini dapat melumpuhkan rekan mereka. Dengan terpaksa akhirnya kedua laki-laki itu meninggalkan Hera yang masih mengamuk.

----

“Tidurlah selamanya Hera. Tidurlah, karena saat ini kau tak lagi dibutuhkan. Hanya ada aku sekarang..hanya aku!” Hera masih bicara dengan nada penuh kebencian pada dirinya sendiri.


Bersambung ke topeng (bag.17)

Keterangan:

Monster Harpy: Berasal dari mitologi Yunani, makhluk buruk berkepala perempuan tua dan memiliki tubuh, sayap, paruh dan cakar seperti burung yang memangsa makhluk hidup lain. Perempuan berwatak keji digambarkan dengan perumpamaan ini.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah