Langsung ke konten utama

Topeng (bag.17)

-Yang Tersembunyi (2)-

Baca kisah sebelumnya disini





Jika sebutan Monster Harpy itu layak ditujukan padanya karena watak keji yang Ia miliki, maka sah-sah saja baginya. Sejak kecil Ia menerima banyak rasa sakit dan penderitaan baik fisik maupun mental. Dia juga yang menjadi sasaran empuk pelampiasan buah kekesalan dan permasalahan. Lahirnya adalah sebab kutukan dan sumpah serapah keji lagi hina.

Rhea, sisi kepribadian yang tersakiti. Kehadirannya pertama kali dalam hidup Hera adalah sejak gadis malang itu masih berusia 10 tahun. Bermula setelah Ibu angkatnya yang sedang mengandung saat itu meninggal dalam sebuah kecelakaan. Hera dianggap sebagai pembawa sial. Perlakuan kasar dari orang tua angkatnya membuat Hera kecil menciptakan sosok pelindung untuknya, menemaninya atau lebih tepat menggantikan posisinya.

Kehadiran Rhea semakin kuat saat Hera dipukul habis-habisan oleh ayah angkatnya karena melukai adik kecil, Didi. Trauma atas perilaku menyakitkan diambil alih oleh Rhea karena kemampuannya untuk bertahan sangat baik. Namun saat itu Rhea dapat menguasai diri hingga sakit yang ia rasakan dari hukuman yang diterimanya tak menimbulkan kekacauan.

Kepribadian Rhea selanjutnya utuh menjadi sangat bengis, ketika percobaan pemerkosaan dilakukan oleh salah satu anak buah rentenir yang mengacak-ngacak rumah pak Masdi.

Setiap kali merasa terancam dan ketakutan, kehadiran Rhea tak akan dapat dihalangi. Ia adalah sosok yang kuat lagi mengerikan, yang lahir dari rasa sakit akibat trauma penderitaan yang Hera alami selama ini. Namun, Rhea sangat membenci Hera yang lemah, karena gadis itu menerima semua perlakuan jahat orang lain terhadapnya dengan diam. Hal ini bertolak belakang dengan kepribadian


(Diawal kisah Topeng bagian 13)

Dua petugas penyidik duduk dengan tenangnya diruang tunggu. Sesekali pandangan mereka beralih pada telpon genggam untuk memeriksa pesan yang masuk.

Bobby meluruskan kakinya, sambil melakukan gerakan ringan untuk meregangkan otot-ototnya. Sedangkan Rudi memilih diam sembari menutup mata, berharap kantuknya bisa hilang selama menunggu dokter datang.

Pukul 9 pagi ini mereka membuat janji dengan dokter yang menangani kejiwaan Hera. Sejak kejadian penculikan itu, kasus pembunuhan mulai terurai sedikit demi sedikit.

“Pagi Dokter” Sapa Bobby saat dokter Yuri menemui mereka.

“Pagi, silahkan!” Dokter Yuri mempersilahkan dua petugas tersebut duduk.

Pertemuan kali ini untuk memastikan kondisi Hera dan kesiapannya untuk memberikan keterangan. Namun sangat disayangkan, saat ini gadis itu belum bisa diajak bekerjasama. Kondisinya yang masih belum stabil menjadi alasan utama.

-----

Kamar tempat Hera dirawat merupakan ruang isolasi. Hanya ada Hera didalamnya. Tempat tidur yang menyatu dengan dinding dirancang khusus untuk ruangan tersebut.  Jendela berlapis teralis kokoh memberikan sedikit warna selain putih yang mendominasi. Walau terisolasi, sinar matahari masih tetap bisa bebas masuk kedalamnya, memang tak sembarang orang bisa masuk, bahkan perawat sekalipun. Penanganannya cukup serius mengingat kondisi mental pasien yang buruk.

Gadis malang itu masih menutup mata rapat-rapat, tangannya bersedekap menyilang didepan dada, sedangkan ujung lengan bajunya yang panjang memeluk tubuh dan terikat kuat dibelakangnya. Wajah pucat itu kini menempel di dinding sudut ruangan mencari hawa dingin sisa-sisa embun pagi yang terserap sejak matahari memulai hari.

Hera yang kini dikenali sebagai Rhea menolak untuk tidur. Ia terus menjaga kesadarannya sejak ia masuk dalam ruangan ini. Rhea tidak akan memberi kesempatan bagi sisi-sisi kepribadian lainnya untuk muncul. Hingga siapapun yang masuk ke dalam ruangan untuk memberikan obat akan mendapatkan sambutan yang tidak menyenangkan darinya.

Hanya ada aku disini. Batin Rhea bersuara.

Dan diluar sana, seorang laki-laki yang berjalan keluar dari gedung tempat Hera dirawat bertekad dalam hati. Hera, Aku akan menjagamu!

Bersambung…ke Topeng (bag.18)



#OneDayOnePost
#Edisi Cerbung

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.6)

-Topeng Ambisi- Seorang laki-laki tergesa-gesa memasuki ruangannya, setengah berlari Ia menghampiri meja kerja dan dengan kasar menarik satu persatu laci-laci yang tersusun rapi pada bagian bawah meja, kemudian mengobrak-abrik isinya. Ketika yang dicari belum ditemukan, Ia beralih pada lemari yang berada di belakangnya. Hal yang sama dilakukan, Ia pun mengacak habis isi lemari untuk mencari sesuatu yang amat berharga baginya.  "Dimana dokumen itu..kurang ajar!" Makinya pada seseorang yang ada dalam pikirannya. "Baiklah..jika ini pilihannya, akan kuturuti permainannya" Desisnya dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tahu, wanita itu tak main-main dengan ancamannya tadi siang. Ambisinya yang terlalu besar dan menggebu-gebu secara otomatis memutuskan hubungan Simbiolis Mutualisme yang selama ini telah mereka jalin sejak setahun terakhir.  Jika bukan karena Mita yang dengan sembunyi-sembunyi memberitahukan padanya bahwa dokumen penting itu telah

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indonesia, J

Topeng (bag.3)

-Masa Lalu- Hera kecil sering kali di- bully oleh teman-temannya. Kala itu ia berusia 8 tahun, tubuhnya yang kecil dan lemah membuat ia menjadi sasaran empuk. Tidak ada satupun yang dapat membantunya, lebih tepatnya tidak ada yang mau. Sepulang dari bermain, sambutan kasar juga ia terima dari keluarga, tepatnya keluarga angkat. Hera diadopsi pada usia 2 tahun. Dengan niat sebagai pancingan agar kedua orang tua angkatnya bisa segera mendapat momongan. Tapi usaha ini belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan.  Saat Hera berusia 10 tahun Ibu angkatnya pun hamil. Kehamilan yang ditunggu-tunggu selama 9 tahun, sebelumnya beberapa kali Ibu angkat Hera ini sudah pernah hamil, sayangnya setiap kali hamil justru ibunya juga mengalami keguguran lagi dan lagi. Kehamilan ketiga kali ini dijaga ketat dan ekstra hati-hati, namun takdir berkata lain, saat ibu angkatnya mengandung pada usia kehamilan 8 bulan, kecelakaan tragis menyebabkan nyawa ibu dan calon adiknya itu melayang. Duka