Langsung ke konten utama

Mengeja Rasa



     "Aku mulai lelah," lirihmu kala itu.

     Cinta yang kaubaringkan di pintu waktu mulai membeku. Dingin, sepi, nyeri dan misteri jadi satu serupa altar persembahan menawarkan korban.

     Mungkinkah kasih ini kian lama menguap, hingga habis dihembus angin? Lembar lidahku tak lagi menyimpan remah aksara. Kelu. Pilu menyetubuhi awan dan langit, menjamah ruhku.

     Padang rinduku seketika buram, menggamit dinding bola mata hingga menggenang uap bening, sesaat lalu jatuh mencipta gerimis.

     "Mari, kita coba kembali mengeja rasa di hati masing-masing, baiknya berhenti sejenak!" ajakmu memaksa segelas racun terjun, membakar lambung kalbu.

     Berhari-hari tekak ini termenung, memandang sinis aliran sungai di lembah rindu yang arusnya landai menggiring ke samudra cinta.

     Penyakitan. Aku menjadi dinding lusuh diterjang ombak lautan. Mati rasa dan hampir saja rasaku mati.

     Aishh ..!

     Sampai kapan kaumendebuiku, mencipta pucat pada lembar hati yang berserakan di rongga langit-langit malam.

     Enyahlah!

     Pada akhirnya bait-bait sunyi hanya mampu memeluk lutut, menyisakan lubang di ubun-ubun hati. Saatnya membakar daun-daun asmara yang pernah menyelimuti raga kita, lalu menyiang reranting dan akar permainan hati kita.

     Biarkan hela pada jari-jari waktu menjalankan tugasnya, sampai angin menghujat pergi semua rasa.

#0

Komentar

  1. Wahh... Ini nih, aku mau belajar buat tulisan yg penuh diksi.

    Kereen kak Na.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, mba Ciani. Ini saya juga masih belajar, mba. (^∇^)

      Hapus
  2. Mba.. Na aku pengen ketemuu..

    BalasHapus
  3. Biarkan waktu yang bicara, nikmati indahnya cinta. Cinta selalu datang bersamaan. Membawa duka Dan bahagia...
    Ahahahaha...karena engkau yang disana...selaksa karang yang berdiri tegak...susah untuk dipijak

    BalasHapus
  4. Balasan
    1. Makasih, Mba Lisa. Belajar dari someone in somewhere, mba. :D

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.6)

-Topeng Ambisi- Seorang laki-laki tergesa-gesa memasuki ruangannya, setengah berlari Ia menghampiri meja kerja dan dengan kasar menarik satu persatu laci-laci yang tersusun rapi pada bagian bawah meja, kemudian mengobrak-abrik isinya. Ketika yang dicari belum ditemukan, Ia beralih pada lemari yang berada di belakangnya. Hal yang sama dilakukan, Ia pun mengacak habis isi lemari untuk mencari sesuatu yang amat berharga baginya.  "Dimana dokumen itu..kurang ajar!" Makinya pada seseorang yang ada dalam pikirannya. "Baiklah..jika ini pilihannya, akan kuturuti permainannya" Desisnya dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tahu, wanita itu tak main-main dengan ancamannya tadi siang. Ambisinya yang terlalu besar dan menggebu-gebu secara otomatis memutuskan hubungan Simbiolis Mutualisme yang selama ini telah mereka jalin sejak setahun terakhir.  Jika bukan karena Mita yang dengan sembunyi-sembunyi memberitahukan padanya bahwa dokumen penting itu telah

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indonesia, J

Topeng (bag.3)

-Masa Lalu- Hera kecil sering kali di- bully oleh teman-temannya. Kala itu ia berusia 8 tahun, tubuhnya yang kecil dan lemah membuat ia menjadi sasaran empuk. Tidak ada satupun yang dapat membantunya, lebih tepatnya tidak ada yang mau. Sepulang dari bermain, sambutan kasar juga ia terima dari keluarga, tepatnya keluarga angkat. Hera diadopsi pada usia 2 tahun. Dengan niat sebagai pancingan agar kedua orang tua angkatnya bisa segera mendapat momongan. Tapi usaha ini belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan.  Saat Hera berusia 10 tahun Ibu angkatnya pun hamil. Kehamilan yang ditunggu-tunggu selama 9 tahun, sebelumnya beberapa kali Ibu angkat Hera ini sudah pernah hamil, sayangnya setiap kali hamil justru ibunya juga mengalami keguguran lagi dan lagi. Kehamilan ketiga kali ini dijaga ketat dan ekstra hati-hati, namun takdir berkata lain, saat ibu angkatnya mengandung pada usia kehamilan 8 bulan, kecelakaan tragis menyebabkan nyawa ibu dan calon adiknya itu melayang. Duka