Ku sampirkan mangata untukmu. Berharap mudahnya kamu amati
lekuk arah. Jangan tersesat lagi, sayang! Tersesat itu menyesakkan,
bukan?
Pesan kutitip lewat dersik. Tapi, kenapa lama sekali hadirmu,
sayang? Bahkan siluetmu tak kunjung mengisi absensi rasi bintang di beranda
malam.
Halai-bilai hatiku menunggumu pulang. Kamu kemana, sayang?
Sepai sudah rinduku. Berantakan, bertaburan dengan isi perut yang keluar bersama
darah semerah hati melukis luka. Luka rindu.
Birai-birai tubuhku menggigil dikecup angin. Kamu tidak
cemburu, sayang? Cepatlah pulang. Langit seakan berlayar miring. Aku jadi khawatir
kau tenggelam.
Raksasa kini muntah. Apa badai merantaimu? Oh, tidak. Jarum-jarum
elegi kini mencipta karat-karat ditubuhku. Cepatlah pulang, sayang!
---------------
Ok, ini jangan buru-buru ditanggapi, ya! Saya baru beberapa hari belajar membuat prosa liris. Sekali lagi, baru belajar, jadi harap maklum, yaa.
Menurut seorang teman, prosa liris yang saya pelajari ini adalah prosa liris baru, Bebas. Lebih mengutamakan makna dari pada aturan-aturannya.
Nah, dari judul perahu diatas, iseng-iseng saya tambahkan lagi, sebagai berikut:
Perahu Negeri
Ku sampirkan mangata untukmu, seperti Undang-Undang Dasar
tahun sembilan belas empat lima yang lantang dibaca anak-anak kecil pemakan
bangku sekolah, saat upacara bendera.
Berharap mudahnya kamu amati lekuk arah. Mulai dari kemanusian,
toleransi, persamaan derajat keadilan dan persatuan yang menyodok-nyodok nafsu
kita.
Jangan tersesat lagi, sayang! Riuh suara perang dan
pertikaian mengganggu perjalanan. Tersesat itu menyesakkan, bukan?
Pesan kutitip lewat dersik. Kata-kata surga dengan candu
agama. Damailah, damailah, begitu liriknya. Tapi, kenapa lama sekali hadirmu? Sedemikian
burukkah cobaan yang kau hadapi, sayang. Bahkan siluetmu tak kunjung mengisi
absensi rasi bintang di beranda malam, malah tetangga-tetangga lain lebih dulu
mencaplok ketenaran.
Halai-bilai hatiku menunggumu pulang. Kamu kemana, sayang? Arwah-arwah
pahlawan sudah mendebui perjuangan. Sepai sudah rinduku. Berantakan, bertaburan
dengan isi perut yang keluar bersama darah semerah hati melukis luka. Luka rindu.
Kapan pertiwi disegani?
Birai-birai tubuhku menggigil dikecup angin. Kamu tidak
cemburu, sayang? Cepatlah pulang. Sebelum habis aset-aset ini di makan
rayap-rayap tetangga. Langit seakan berlayar miring. Aku jadi khawatir kau
tenggelam.
---------------
Yup, selesai. Saya kembalikan lagi ke pembaca, semoga bisa dinikmati. :)
Sebelumnya, tulisan ini sudah dikuliti oleh my Master, beliau sudah menilai kedua 'perahu' yang saya tulis. Terimakasih Master. Semangat! Belajar lebih baik lagi.
#MariBelajar-MariMencoba
#MU5
Hhii... Sepertinya saya harus belajar dulu nih kak na utk memahaminya.
BalasHapusPenasaran arti Kata yang bercetak miring...
BalasHapusCakep...
BalasHapusAlamakk.. berat nian, kudu semedi lg di atas puun biar ngerti :D
BalasHapus