Langsung ke konten utama

Pahit Manis




Secangkir kopi kita genggam. Aromanya merebak penuhi udara dalam ruang bagai Dao, tidak berbentuk, tidak pula terlihat, menjadi proses adanya wujud yang disebut De. Bercampur-aduk keduanya kental sensasikan ketenangan, lembut dan pada kenyataannya abadi dalam ingatan, setia mengantar kita ke nirvana sebentuk rasa dari ujung hingga pangkal lembar di padang papila.¹)

Pada pekat hitamnya, jelas-jelas mengaduk kehidupan kita dalam dua puluh empat jam yang terus berulang, tanpa sadar memaksa kita kembali melipat kening berkerut-kerut. Menatap lembaran hidup.

Kita sesap perlahan hangatnya yang berangsur dingin sambil menggiring waktu, merayap mantap lewati terowongan jiwa. Kamu dan aku, mungkin juga dia, yang kita sepakati sebagai sejarah.

Suara denting pada alas cangkir kopi yang kamu letakkan mengalihkan perhatianku akan terangnya siang di rongga langit-langit malam. Mata-mata kita terjaga, masing-masing hanyut dengan masa lalu pada punggung yang mulai rapuh.

Aroma kopi ini terlalu kuat, bukan?

Kamu mengangguk, setuju, sambil menatap beranda langit dengan bintang sebagai taman bunganya.  Keseimbangan sempurna semesta. Putih pada hitam bertaburan.

Lalu bagaimana rasanya?

Sabdamu: pahit jelas menempel, tapi jangan lupakan manisnya yang harus kita pungut sebab masih berserakan di masa depan.

Dan dia?

Kamu diam, menatap aku tajam, bagai sosok pesakitan.

Setiap kita punya hitam di atas putih.

Hukumlah aku! Tidak masalah. La historia me absolverá. ²)

Parasmu berubah, bagai seorang sage³) bersikap meletakkan kehidupan dalam sisi-sisi watak berserah, gembira, tanpa khawatir, menyongsong hakikat kenyataan di depan mata.

Bukankah keberhasilan sama bahayanya dengan kegagalan?
Bukankah harapan sama cekungnya dengan ketakutan? ⁴)

Kenali diri dan kendalikan!

Senyum kita merekah.

Kembali kita genggam secangkir kopi yang tidak lagi hangat. Berbagi eunoia*) dalam tegukan yang sama meski ampasnya tersangkut di tenggorokan. Citarasa ini sudah jadi milik kita. Pahit dan manis.



---------------------------
¹) Bintil-bintil pada lidah yang sebenarnya kumpulan saraf pengecap
²) Sejarah akan membebaskan aku (Fidel Castro)
³) Orang bijak (dalam doktrin Taoisme)
⁴) Kitab Lao Tzu
*) Pemikiran yang indah dan baik (bahasa Yunani)

#MU7

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah