Langsung ke konten utama

Aku dan Sang Hafidzoh

Awal tahun 2012

     "Kak, ada Hafizhoh, usianya masih muda banget." Jemi menyambutku dengan kabar yang sangat membuatnya bahagia. Aku baru saja tiba di pelataran mesjid setelah sebelumnya bersusah payah melewati panasnya cuaca kota Pontianak. 

     "Hafizoh ..? orang Pontianak atau dari luar?" tanyaku menyambut antusias gadis cantik di depanku.

     "Asalnya sih dari Sintang, tapi baru pulang dari Jawa Barat. Sekarang menetap di Pontianak karena ada saudaranya yang tinggal disini." jelas Jemi panjang lebar. Aku hanya mampu menganggukkan kepala, tak sabar ingin menemuinya yang sedang berada di dalam mesjid. Ini berarti kelompok kami bisa menyetorkan hafalan dengannya.

     Kesan pertama sebelum kulihat wajahnya, entah apa namanya, terasa sejuk. Ah ... bisa jadi karena AC mesjid penyebabnya, pikirku. Ia duduk membelakangi pintu masuk, menghadap kiblat dan sedang muroja'ah (membaca hafalan AlQur'an tanpa melihat mushaf). 

     Menyadari seseorang datang menghampirinya, Ia menoleh, menghadapkan wajahnya padaku dan .., Subhanallah, wajah itu benar-benar menyejukkan mata yang memandang. Bukan karena cantiknya, bukan pula karena kulit wajahnya yang putih dan tampak lembut. Tapi dibalik itu semua yang kuyakini adalah karena AlQur'an yang dihafalnya.

    "Assalamu'alaikum ..." Sapaku dengan salam. Mengulurkan tangan dan menyebut nama, "Na."

     "Wa'alaikumsalam, Siti." senyumnya mengembang. Pipinya yang chuby menambah keindahan di wajahnya. Siang itu kami habiskan untuk muroja'ah dan menyetorkan hafalan. Sesekali bercerita bagaimana pengalaman Siti selama menghafal AlQur'an.


Pertengahan Tahun 2012

     "Amma dapat beasiswa? mantap!" kaget bercampur kagum ketika kudengar berita dari Siti yang rencananya akan meninggalkan Pontianak untuk kedua kalinya dalam waktu lama.

     Aku memanggilnya Amma karena itu panggilan untuk pembina asrama putri ditempatnya mengabdikan diri setelah pulang dari Jawa. Kemampuan hafalannya sangat dibutuhkan untuk membina para siswa putri di sekolah.

     Mendengar berita itu ada kesedihan sekaligus rasa takjub. Menyadari bagaimana Kuasa Allah memudahkan keluargaNya (penghafal AlQur'an juga di sebut sebagai Ahlullah yang berarti keluarga Allah) untuk menimba ilmu, apalagi secara cuma-cuma. 


Awal Tahun 2016     

     "Na, kita dapat bantuan tenaga di tim T2 (Tahsin Tahfiz)." Ibu Kepsek menyampaikan berita. Aku baru saja sampai di lantai tiga. Lantai dimana si dedek seringkali mengajak kami bermain. baca juga 'dedek jangan nakal'

     "Guru baru kak?" panggilan akrabku pada Ibu Kepsek yang usianya masih muda. 

     "Lihat aja nanti." jawabnya sambil senyum-senyum. Meninggalkanku menuju ruangannya. Ini pasti kejutan, pikirku. Syukurlah, setidaknya tahun ajaran baru nanti aku bisa melepaskan jabatan Koordinator T2 dan menyerahkan pada orang yang lebih baik dariku.

     Di ruang kantor guru tampak dua orang sedang duduk berhadapan. Salah satu dari mereka adalah Waka Kurikulum dan yang satunya lagi tidak dapat kukenali sebab duduk membelakangiku. Begitu aku sampai disampingnya, tanpa sadar aku berteriak membuat keriuhan di waktu jam pelajaran sedang berlangsung. 

     "Aammaaa...!" Aku menghambur menyambut rentangan tangannya, berpelukan. Sungguh kami mirip teletubbies. Tak lupa diiringi tawa lepas sebagai tanda menguapnya kerinduan pada sosok yang aku sayang sekaligus kuhormati. Sang Hafizhoh.


November 2016
     Seperti biasa kupacu laju motor demi sampai di sekolah tepat waktu. Sesampainya di halaman depan sekolah, baru kuingat kalau siang ini penempatan posisi kelas akan di rombak. Lantai satu untuk siswa putra dan lantai dua untuk siswa putri. Otomatis jam pelajaranku pasti habis untuk beres-beres. 

     "Amma ...!" sapaku memanggil gadis cantik yang sedang tekun membaca buku favoritnya. AlQur'an. Tubuhku keringatan karena tadi membantu beberapa siswa mengangkat meja. 

     "Dari mana, kak?" tanyanya. 

     Ruangan guru terlihat lebih rapi. Pasti tadi sahabatku ini sudah membersihkannya. "Bantu anak-anak angkat meja tadi." jawabku sambil duduk disampingnya dan mengeluarkan smartphone dari saku tas. Lantas memeriksa pesan dan entah mengapa baru kuingat kalau selama ini kami (aku dan Sang Hafidzoh) tidak pernah foto bersama, "Mah .. foto, yuk!" ajakku sambil mempersiapkan kamera. Susah payah kubujuk gadis yang luar biasa pemalu ini untuk diam dan tersenyum. Akhirnya kudapatkan foto bersamanya dengan syarat wajah di tutup. Ok, tidak apa-apa. Ini akan jadi kenangan kami di masa yang akan datang. Bahwa persahabatan ini, atas izin-Nya akan membawa pada kebaikan. Dan, aku bersyukur punya teman yang selalu menjaga motivasiku untuk menjadi keluarga-Nya.

    
        


Komentar

  1. Persahabatan yg luar biasa mba

    BalasHapus
  2. Subhanallah... Kak Na yg ungu ya... Teh Siti yg satunya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya warna kerudung Siti merah hati. Tp terlihat seperti ungu, ya?
      Saya yg satunya, warna cream. Mas.

      Hapus
    2. Nah, tuh. Ka Ran juga ngeliatnya ungu, kak, hehe

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah