Langsung ke konten utama

Lepaskan



Ketika rumahku terbakar habis, aku dapat melihat bulan pada malam harinya tanpa rintangan.
(Biksu Zen)

----

     Seekor gagak diburu oleh berpuluh gagak lainnya. Ia berusaha melarikan diri dengan terbang secepat mungkin. Usahanya masih belum tampak ketika sesekali ia melihat ke belakang, gagak-gagak yang mengejarnya malah semakin dekat. 

     Gagak kemudian berfikir untuk melepaskan sekerat daging yang berada di paruhnya. Saat keratan daging itu lepas dari paruh dan jatuh ke bawah, arus gagak-gagak yang mengejarnya tadi berubah. Puluhan gagak itu mengejar daging yang jatuh. Mereka terbang susul menyusul memperebutkan keratan daging. Siapa yang kuat, siapa yang cepat, siapa yang bertahan, maka dialah yang dapat.

     Ruang langit seketika sunyi dan sepi, jauh dari hiruk pikuk suara puluhan gagak yang berkoak. Terasa tenang dan menyenangkan. Sang gagak melanjutkan perjalanan. Ruang langit yang damai menyambutnya.

--o0o--

     "Apa yang kau baca?" Suara yang tampak akrab beberapa hari ini menyapaku.

     "Kicauan Burung, karangan Anthony de Mello." jawabku tanpa perlu menghadapkan wajahku padanya, kemudian meletakkan buku yang tadi kubaca dan meraih buku lainnya.

     "Apa yang kau dapat dari buku itu?" 

     "Obat."

     "Obat? obat apa? untuk apa?"

     "Untuk hati. Lebih tepatnya hatiku. Kau tau, tidak semua yang kita inginkan harus terpenuhi. terkadang ada hal-hal tertentu yang alangkah baiknya kita lepaskan dan serahkan pada yang berhak."

     "Trus ... apa harapanmu kemudian?"

     "Biar saja Dia yang menentukan. Mungkin akan lebih indah nantinya. Seperti kisah gagak yang kubaca tadi, dia melepaskan sekerat daging yang sudah ada di paruhnya. Jika semakin ia perjuangkan justru ia tidak mendapatkan kedamaian, bukan? karena dikejar-kejar oleh puluhan burung gagak lainnya. Dan ketika dia pilih untuk melepaskan, maka birunya langit dan kedamaian ia peroleh."

     "Hohoho ... bijak sekali dirimu, manis."

     "Terimakasih, aku memang dari dulu sudah manis kok."

     "Lantas, apa yang kau dapatkan sekarang?"

     "Tenang dan damai. Aku sudah berdamai dengan hatiku sekarang. Aku tidak lagi harus merasa cemas dan dikerjai oleh perasaan yang tidak karuan itu. Tapi .., kenapa kau selalu muncul tiba-tiba dan bertanya ini-itu, juga mendebatku?" 

     "............"

     Tak ada jawaban, suara makhluk yang kugelari 'usil' itu tidak menyahut. Kupalingkan wajahku kiri-kanan, mencarinya di ruang kerjaku, tidak ada. Dia sudah pergi, bersamaan dengan hatiku yang telah damai. Menyadari ketidakhadirannya membuatku sedih sekaligus rindu, dia sudah kuanggap teman. Apa lagi yang dapat kukatakan selain ... "Terimakasih sudah menemani kegelisahanku selama beberapa hari ini."

     Memaknai kata Biksu Zen yang sebelumnya kubaca. Ketika kulepaskan 'gejolak rasa' itu, maka aku memperoleh kedamaian.

     Dan .., kalimat paling Agung pun kusambut. "Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu." Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu. (QS. Ar Ra'd: 24) 



#Tuhan ... bimbing aku ke tangga berikutnya.


Komentar

  1. Alhamdulillah, Karena melepaskan itu tidak mudah. Meski melepaskan itu bukan berarti "tidak ada perasaanya apa apa lagi", namun lebih dekat ke mengihklaskan apapun yg terjadi....

    Hahahaha ceramah disini

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah, Karena melepaskan itu tidak mudah. Meski melepaskan itu bukan berarti "tidak ada perasaanya apa apa lagi", namun lebih dekat ke mengihklaskan apapun yg terjadi....

    Hahahaha ceramah disini

    BalasHapus
  3. Meski masih ada secuil rasa itu, tulisan ini tetap didominasi oleh "manis", "lembut", dan "ketenangan". Ketiganya tersampaikan dengan begitu baik.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.6)

-Topeng Ambisi- Seorang laki-laki tergesa-gesa memasuki ruangannya, setengah berlari Ia menghampiri meja kerja dan dengan kasar menarik satu persatu laci-laci yang tersusun rapi pada bagian bawah meja, kemudian mengobrak-abrik isinya. Ketika yang dicari belum ditemukan, Ia beralih pada lemari yang berada di belakangnya. Hal yang sama dilakukan, Ia pun mengacak habis isi lemari untuk mencari sesuatu yang amat berharga baginya.  "Dimana dokumen itu..kurang ajar!" Makinya pada seseorang yang ada dalam pikirannya. "Baiklah..jika ini pilihannya, akan kuturuti permainannya" Desisnya dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tahu, wanita itu tak main-main dengan ancamannya tadi siang. Ambisinya yang terlalu besar dan menggebu-gebu secara otomatis memutuskan hubungan Simbiolis Mutualisme yang selama ini telah mereka jalin sejak setahun terakhir.  Jika bukan karena Mita yang dengan sembunyi-sembunyi memberitahukan padanya bahwa dokumen penting itu telah

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indonesia, J

Topeng (bag.3)

-Masa Lalu- Hera kecil sering kali di- bully oleh teman-temannya. Kala itu ia berusia 8 tahun, tubuhnya yang kecil dan lemah membuat ia menjadi sasaran empuk. Tidak ada satupun yang dapat membantunya, lebih tepatnya tidak ada yang mau. Sepulang dari bermain, sambutan kasar juga ia terima dari keluarga, tepatnya keluarga angkat. Hera diadopsi pada usia 2 tahun. Dengan niat sebagai pancingan agar kedua orang tua angkatnya bisa segera mendapat momongan. Tapi usaha ini belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan.  Saat Hera berusia 10 tahun Ibu angkatnya pun hamil. Kehamilan yang ditunggu-tunggu selama 9 tahun, sebelumnya beberapa kali Ibu angkat Hera ini sudah pernah hamil, sayangnya setiap kali hamil justru ibunya juga mengalami keguguran lagi dan lagi. Kehamilan ketiga kali ini dijaga ketat dan ekstra hati-hati, namun takdir berkata lain, saat ibu angkatnya mengandung pada usia kehamilan 8 bulan, kecelakaan tragis menyebabkan nyawa ibu dan calon adiknya itu melayang. Duka