Aku
luruh ke bumi bersama angin. Bukan, bukan angin satu-satunya yang mampu
melakukan itu. waktu pun mengambil peran, aku jatuh bersama mereka. Alami.
Aku luruh
ke bumi mencium tanah kering, terkadang basah. Bukan, bukan matahari satu-satunya
yang mampu membakar diamku, hujan juga berperan, aku rapuh, jatuh bersama
mereka. Alami.
Aku tidak
membenci angin yang bertiup.
Aku tidak
membenci waktu yang menua.
Aku tidak
membenci matahari yang hangat sekalipun panas membakar.
Aku tidak
membenci hujan yang basahnya menggigit dingin tulang-tulang hijau tubuh.
Aku
luruh ke bumi bersama angin, matahari, hujan dan digenapi waktu. Aku tidak benci.
Aku luruh
bersama marah dan sedih jadi satu, tersangkut pada ranting-ranting, kadang
meranggas di sela-sela ilalang hingga hitam.
Aku
teriak mereka tidak mendengar.
Aku
terisak dan terguncang tapi mereka tidak paham.
Aku
tidak berdaya, mereka malah bahagia sambil pesta.
Aku
luruh menjauh dari kekasihku, terpaksa.
Belalai-belalai
tamak merampas kemesraanku, mengganti romantisme sunyi kami menjadi raungan pilu saat
berdebam.
Nyanyian
mesin-mesin penjarah merobek-robek tubuh kekasihku, sisakan sepainya di
lembaran layu.
Aku tergugu bisu, saksikan pembantaian terbesar kawasan lindung.
Cukong-cukong
buncit melenggang kekenyangan uang. Mereka sama sekali tidak gagah.
Aku
marah tak ada daya, serapah kumuntahkan menunggangi angin hingga naik ke dalam awan.
Menyapa Tuhan.
Tuhan
tahu, hanya menunggu, aku pun diam bersama desik mengganti malam.
Aku
luruh ke bumi bersama harapan. Menunggu pembalasan.
Pada
siang mereka akan meradang kegerahan. Saat malam akan mereka santap kedinginan.
Hidup ketakutan diterjang bandang dan tanah longsoran.
Aku luruh
ke bumi bersama senyuman, sedang teriakan mereka bagai nyanyian kegirangan diselingi
tangisan.
Pontianak,
30-11-2016
#MU-10
Mba Na...kereen banget puisinya..
BalasHapusTerimakasih, mba Rifa.
HapusAhh, kak na bacaannya apa sih bisa buat keren gini.
BalasHapusMakasih, mba Ciani. Hehehe
Hapussuka sangat. keren kak na...
BalasHapusmakasih, bang Ian.
HapusKeren
BalasHapusKeren
BalasHapusMakasih, Mba Wid
Hapus