Langsung ke konten utama

Yang Kosong #4



Hardi bersungut-sungut setelah mengantarkan Tuannya kembali ke rumah. Nyonya besar marah-marah sebab Hardi bukannya menjaga Tuan, tapi justru malah mempercepat kematian suaminya.

“Saya hanya menjalankan perintah, disuruh beli minuman, ya saya beli, Nyonya.” jawab Hardi polos.

“Diam kamu, dasar supir!” hardik nyonya besar pada supir satu-satunya yang paling setia. Kata-kata terakhir itu bagai anak panah yang tepat menembus hati sekaligus merusak jantung Hardi. Sakitnya bukan main.

Terhitung sudah tujuh tahun Hardi bekerja dengannya. Tapi kelakuan dan tingkahnya tidak bisa dipercaya untuk urusan menjaga suaminya. Alih-alih melaporkan semua tindak-tanduk sang suami, supirnya itu justru lebih manut pada Tuan Besar. Dasar laki-laki, batin nyonya tergores sudah.

Sejak bekerja dengan Tuan Winarta. Hardi memang menjadi orang kepercayaan Tuan untuk urusan senang-senang. Apapun yang diperintahkan tuannya pasti dituruti karena sang tuan yang menggajinya. Sesederhana itulah pikirannya.

Tuannya sedang stress dengan beberapa masalah yang dialami, termasuk kejadian tabrak lari tepat seminggu yang lalu. Meski sudah lama bergaul dengan tuannya, tidak membuat Hardi ikut-ikutan bengis dengan membiarkan korbannya begitu saja. Ia memang menurut ketika diminta tuannya meninggalkan korban, tapi setelah mengantarkan Tuan sampai di rumah, Hardi lantas berbalik arah dengan tujuan mencari korban tabrak lari itu, yang tak lain adalah gadis yang kini tinggal bersama ibunya di kampung. Beruntung kali itu si gadis pingsan lebih lama dan tidak ditemukan oleh siapapun. Kawasan hutan kota memang selalu sepi dan jalanannya jarang dilewati kendaraan.

Belajar dari tuan yang pandai mengarang cerita pada istrinya, terutama setelah kembali dari bersenang-senang dengan wanita muda lagi cantik. Hardi pun melakukan hal yang sama, pada ibu ia katakan bahwa korbannya itu ia temukan tepat berada di bawah jurang tidak jauh dari kampung.

Dengan segenap rasa bersalah, Hardi enggan pulang ke rumah dan memilih menjaga tuan selama di rawat di rumah sakit. Tapi dasar tuannya pemabuk, dimana ia berada selalu saja membuat ulah. Termasuk kali ini, nyonya besar memutuskan untuk merawat tuan di rumah. Tentu saja nyonya punya kehendak memilih siapa dokter dan perawat yang akan merawat suaminya selama di rumah, hartanya mungkin tidak akan habis meski dimakan anak keturunannya selama tujuh generasi atau bahkan lebih dari itu. 

**** 

“Tara, kamu sudah bangun?” suara Bu Jaya tampak bersemangat pagi ini.

“Iya, bu. Sebentar saya keluar.”

Tara sedang merapikan tempat tidur. Sejak mimpi tadi malam ia tidak dapat tidur lagi. Mandi lebih awal dan membersihkan kamar adalah salah satu kegiatan yang dapat membunuh rasa bosannya.

“Ibu mau ke pasar, apa kamu mau ikut?”

Tanpa perlu dua kali ditanya, Tara segera mengangguk. Hanya saja, masalahnya adalah pakaian siapa yang pantas ia kenakan untuk menemani Bu Jaya ke pasar?

“Ooh.., sebentar!” seakan mengetahui apa yang dipikirkan Tara, Bu Jaya masuk kedalam kamar anak laki-lakinya, mengambil sehelai baju kaos yang sekiranya cocok untuk gadis itu.

“Coba ini!” katanya sambil menyerahkan baju anak laki-lakinya yang sejak kedatangan Tara tidak pernah kelihatan batang hidungnya. Mungkin ada pekerjaan yang membuatnya sibuk, pikir Bu Jaya memaklumi. Bagaimanapun anaknya itu sudah dewasa, jadi sudah waktunya memikirkan masa depan.

Lain yang dilamunkan Bu Jaya, lain pula yang dipikirkan Tara, sungguh ia tidak ingin berlama-lama tinggal di sini. Tapi apalah dayanya yang tidak mampu mengingat kehidupannya sebelum musibah menimpanya.

****

#cerbung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah