Langsung ke konten utama

Yang Kosong #2.

DeviantArt


Yalsa mengenal bau ini. Sesaat setelah melewati seseorang yang duduk mematung di kursi ruang tunggu. Cukup sebentar saja, tidak perlu lama-lama mengendusnya, maka ia dapat menyimpulkan ini bau alkohol. Laki-laki yang tadi ditemuinya pasti baru saja mencekik botol berlebel haram.

Ada yang salah dengan otak para penikmat alkohol, pikirnya memvonis negatif semua penikmat minuman memabukkan. Dan Yalsa punya alasan untuk itu. 

Satu belokan lagi, Yalsa akan sampai di kamar VIP 003. Pasien yang dirawatnya kali ini benar-benar menguji kesabaran. Bagaimana tidak, semakin benci ia dengan alkohol, maka semakin dekat ia berhubungan dengan minuman memabukkan itu. 

"Hai Yals, giliran piket malam, ya? Bukannya tadi siang kamu juga masuk?" Vira, rekan perawat yang mendapat tugas piket malam ini bertanya, sedikit bingung melihat Yalsa yang masih berada di lingkungan Rumah Sakit, mengingat jadwal piket malam ini bukan gilirannya. 

"Iya, hanya ingin memastikan sesuatu." 

"Ooh.." Vira hanya ber-oh ria sambil menganggukkan kepala, paham, "apa perlu kutemani?" tawarnya basa-basi.

"Nggak usah, aku bisa kok."

Dua malam yang lalu, Yalsa melihat pasiennya di supermarket terdekat. Awalnya dia tidak begitu yakin kalau laki-laki yang ditemuinya itu adalah pasien di rumah sakit tempat ia bekerja. Tapi karena menemukan bukti pembayaran pada pagi sebelumnya di bawah ranjang pasien. Ia cukup percaya diri untuk merasa yakin bahwa laki-laki itu adalah pasiennya.

Dua botol minuman dengan kadar alkohol cukup tinggi. Yalsa ingin segera menegurnya. Tapi mengingat keramaian di supermarket yang nyaris padat. Ia mengurungkan niat.

Malam ini, Yalsa beniat memergoki si pasien yang tengah asik menikmati minuman kegemarannya, minuman yg menjadi sumber penyakit dimana kondisi hatinya kini semakin parah.

"Permisi, selamat malam pak. Mohon maaf, saya rasa bapak sudah tahu peraturannya di sini dan bagaimana seharusnya pasien selama menerima perawatan dari pihak rumah sakit." Yalsa berusaha menahan diri agar tidak terlihat emosi.

Yang disapa kini terlonjak kaget. Seharusnya jadwal pemeriksaan tidak ada lagi. Itu sudah berlalu sekitar dua jam yang lalu.

"Mau apa, kamu?" jawabnya kasar.

Yalsa sudah mampu menguasai dirinya. Ia sudah bisa membayangkan hal ini terjadi. Pasien tentu saja akan marah sebab tidak ada yang mau dipergoki melanggar aturan.

"Maaf, pak... " kalimat Yalsa terpotong begitu saja. Lawan bicaranya yang tak lain adalah pasiennya sendiri kini berdiri setengah sempoyongan.

"Maaf maaf maaf, maaf apa...., heh!? Keluar... Keluaaar!" teriaknya setelah memotong kalimat perawat yang hampir seminggu ini merawatnya.

Yalsa tidak menggubris teriakan pasien. Ia tahu jika pasiennya itu sedang berada dalam pengaruh alkohol. Udara di kamar kini terasa panas meski alat pendingin ruangan berfungsi dengan baik.

"Sialan!! Belum juga kamu mau keluar, hah!"

Praaangg...

Botol minuman keras itu melayang dan membentur dinding. Bersyukur Yalsa sempat merunduk sebelumnya. Namun pecahan botol tidak mampu ia elakkan begitu saja. Sebagian lengan tangan kanannya terkena serpihan kaca botol yang pecah, bersamaan sebagian tubuhnya tersiram cairan minuman keras yang lantas sontak membuat Yalsa mual.

Awalnya Yalsa sudah pasrah jika ia harus dipukul laki-laki pemabuk yang kini perlahan berjalan ke arahnya. Namun diluar dugaan laki-laki itu justru ambruk, tak sadarkan diri.

*****

#cerbung.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah