Langsung ke konten utama

Tokoh Saya yang Keracunan



Saya memandangi layar laptopnya lekat-lekat. Warna layar putihnya diatur dengan seksama agar tidak membuat mata perih dan mudah lelah, walau sebenarnya Saya sudah sangat lelah. Kursor kurus itu terlihat seperti sedang menari-nari. 

"Genit sekali!" umpat Saya sambil menyentil kursor. Layarnya lantas berkedut-kedut, mungkin merasakan sakit, "rasakan itu!" hardik Saya sambil menunjuk-nunjuk laptopnya. 

Sudah satu jam Saya duduk takzim menghadap laptop. Keringat membanjiri wajahnya, membuat wajah manis Saya seketika berubah kusut, berkerut kerut dan syukurnya dia tidak sempat semaput walau berkali-kali sakit perut. 

"Ahh... Baiklah, mungkin aku terlalu tegang." katanya, coba menghibur diri. 

Di sisi kiri Saya, ada keranjang kecil tempat menyimpan makanan duo hamster jenis panda. Warnanya hitam putih. 

"Perkenalkan! Nama mereka Bo-Lu. Mirip nama kue, kan?" ucap Saya memperkenalkan kedua binatang peliharaannya kepada makhluk halus di dalam kamarnya (entah itu malaikat di kanan-kiri, penggoda bertanduk atau hp pintar yang selalu menemani aktifitasnya) 

Bo-Lu hanya singkatan nama untuk kedua binatang noktural itu, "yang jantan namanya Bobo dan yang betina namanya Lulu." sambung Saya kemudian sembil tersenyum. Memamerkan salah satu lesung pipinya. 

"Waduh...," Saya akhirnya menyadari kalau dari tadi dia mulai melantur (tadi kan ceritanya dia melirik makanan di keranjang kecil tempat makanan duo Bo-Lu disimpan). Eitt... Jangan suudzon dulu. Walau bagaimanapun, Saya tidak akan rela mencuri makanan mereka hanya sekedar untuk iseng-iseng ngemil. Sorry ya! (Tokoh Saya mah baik, kan Saya itu saya) 

Ada kuaci cap matahari yang tadi siang dibeli Saya di mini market terdekat. Sekamar dengan Bo-Lu membuat Saya ingin juga makan kuaci, sekali-kali Saya berbaik hati membagi kuaci itu untuk mereka. 

"Bukankah hidup ini harus berbagi? Yaa.. Begitulah." ujar Saya pada dirinya sendiri sambil mengunyah kulit kuaci, sedangkan isinya diberikan pada duo Bo-Lu. 

"Pletak..." Saya melantur lagi. Layar laptop tiba-tiba mati, suasana di dalam kamar seketika mencekam.

Di luar sana..., "buuurung kutilang bernyanyiii... Bersiul-siul sepanjang hari.. Dengan tak jemu jemuuu... Sambil..."

(Skip... skiiiiippp...)

******

Itu tadi hanya sepotong cerita tentang seorang bernama Saya. Yang menghadapi syndrome writer's block. Penyakit mematikan yang menyerang para penulis. Syukurlah dalam cerita tadi, tokoh Saya hanya setengah error. 

Bagaimana tokoh Saya menghadapi syndrome tersebut? Banyak cara yang dapat dia lakukan :

1. Menggilalah sebelum gila
Wow..., judulnya ekstrem yaa, saudara saudara. Tapi begitulah, tokoh Saya memilih untuk membuat otaknya lebih santai. Jujur, selama ini Saya dihantui oleh dirinya sendiri yang sok perfect. (saking perfect, hasilnya malah berbanding terbalik) 

Ketika Saya sedang mengetik, sosok serupa Saya tiba-tiba muncul dan mengatakan, "itu salah, kurang tepat menggunakan kata itu ,lebih baik pakai yang ini. Atau, coba baca lagi deh, kok kayaknya gak Bagus yaa? Ah... Sudahlah bikin saja cerita baru." kira-kira seperti itulah Saya diganggu oleh saya yang lain. 

Jadi, daripada Saya dan saya saling cakar-cakaran dan jambak-jambakan, maka Saya memilih menggila dengan tujuan membuat otaknya lebih santai. 

2. Bicara dengan peliharaan. 
Seperti cerita di awal tadi, Saya memiliki dua ekor hamster jenis panda. Berbicara dengan hewan peliharaan, mengamati tingkah mereka dapat mengundang ide-ide baru (meskipun saking asyiknya ngobrol, ide-ide tadi lewat begitu saja) 

3. Rapalkan Mantra Pamungkas
Apalagi nih? (Ada ada aja). Ya! Merapal kata-kata pamungkas semacam:
- Aku bisa
- Menulis itu mudah
- Menulis itu menyenangkan
- Aku mampu
- dan lain-lain (isi aja sendiri! Bebas kok) 

Kalimat-kalimat di atas dapat mengobati otak yang sedang keracunan syndrome writer's block. Gak percaya? Coba deh! Lakukan dengan mata tertutup, fokus dan rapalkan kalimat-kalimat positif tadi berulang-ulang. Bahkan jika perlu imajinasikan bahwa diri kita adalah penulis handal yang cepat dan mampu belajar serta menulis dengan baik. 

Bayangkan jari-jari sedang menekan tombol keyboard dengan lincahnya, semua berjalan dengan lancar. Layar putih di laptop dengan kecepatan maksimal menyusun huruf-huruf menjadi kata-kalimat-paragraf. Bahkan kursor kurus yang rajin berkedip saja tidak sempat bergenit-ria. 

Imajinasikan! Ingat jangan sampai belok bayangin yang lainnya, apalagi membayangkan ada cowok lewat. (Kalau cowoknya gondrong sih boleh--tapi ini khusus untuk Saya. Hahaha...) 

4. Melihat foto, gambar, lukisan dan sejenisnya
Tokoh Saya juga sering melakukan kegiatan ini. Gambar diyakini dapat memanggil ide dari setiap penjuru goresannya (walau sebenarnya tokoh Saya ini tidak pandai menggambar) 

Menikmati gambar dan bentuk sejenisnya, secara spontan dapat merangsang otak untuk mengarang cerita terkait gambar yang sedang dilihat. Terlepas cerita yang disusunnya benar ataupun melantur, terserah saja, bebas kok. 

Begitulah yang Saya lakukan. (Wow.. Tokoh Saya, apakah itu saya? Kok terlihat keren sekali) 

Demikianlah, beberapa hal yang dilakukan tokoh Saya di atas. Acapkali hal-hal itu dilakukannya ketika dia terdeteksi keracunan (syndrome writer's block) --selain tentunya membaca beberapa buku juga lebih utama dan penting. Kita semua tahu, aktifitas membaca memang tidak bisa dipisahkan dari menulis (ini sama seperti aku tidak bisa pisah dari kamu, sayang. Eh...)

******

Saya terdengar bersenandung di kamar mandi, pantas saja dia error hari ini. Semua dikarenakan dia belum mandi, padahal matahari sudah tinggi (cerita bagian ini hoax! Mana boleh nyanyi di kamar mandi) 


~Sekian~


#ceritaku
#tantangan kelas fiksi-5

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.6)

-Topeng Ambisi- Seorang laki-laki tergesa-gesa memasuki ruangannya, setengah berlari Ia menghampiri meja kerja dan dengan kasar menarik satu persatu laci-laci yang tersusun rapi pada bagian bawah meja, kemudian mengobrak-abrik isinya. Ketika yang dicari belum ditemukan, Ia beralih pada lemari yang berada di belakangnya. Hal yang sama dilakukan, Ia pun mengacak habis isi lemari untuk mencari sesuatu yang amat berharga baginya.  "Dimana dokumen itu..kurang ajar!" Makinya pada seseorang yang ada dalam pikirannya. "Baiklah..jika ini pilihannya, akan kuturuti permainannya" Desisnya dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tahu, wanita itu tak main-main dengan ancamannya tadi siang. Ambisinya yang terlalu besar dan menggebu-gebu secara otomatis memutuskan hubungan Simbiolis Mutualisme yang selama ini telah mereka jalin sejak setahun terakhir.  Jika bukan karena Mita yang dengan sembunyi-sembunyi memberitahukan padanya bahwa dokumen penting itu telah

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indonesia, J

Topeng (bag.3)

-Masa Lalu- Hera kecil sering kali di- bully oleh teman-temannya. Kala itu ia berusia 8 tahun, tubuhnya yang kecil dan lemah membuat ia menjadi sasaran empuk. Tidak ada satupun yang dapat membantunya, lebih tepatnya tidak ada yang mau. Sepulang dari bermain, sambutan kasar juga ia terima dari keluarga, tepatnya keluarga angkat. Hera diadopsi pada usia 2 tahun. Dengan niat sebagai pancingan agar kedua orang tua angkatnya bisa segera mendapat momongan. Tapi usaha ini belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan.  Saat Hera berusia 10 tahun Ibu angkatnya pun hamil. Kehamilan yang ditunggu-tunggu selama 9 tahun, sebelumnya beberapa kali Ibu angkat Hera ini sudah pernah hamil, sayangnya setiap kali hamil justru ibunya juga mengalami keguguran lagi dan lagi. Kehamilan ketiga kali ini dijaga ketat dan ekstra hati-hati, namun takdir berkata lain, saat ibu angkatnya mengandung pada usia kehamilan 8 bulan, kecelakaan tragis menyebabkan nyawa ibu dan calon adiknya itu melayang. Duka