Langsung ke konten utama

Yang Kosong #1


“Aaaaa...aaaa…aaa…” terdengar teriakan dari kamar dekat ruang tamu. 

“Tara, ada apa” tanya bu Jaya panik setengah berlari dari arah dapur. Lantai rumah sedikit berdecit karena menahan beban tubuh istri kepala kampung Karang itu.

“Ada … darah, bu. Ada darah di ... dimana-mana.” Jawabku masih dengan nafas terengah-engah. Kubenamkan wajahku diantara kedua lutut setelah mundur ke sudut ranjang, sambil dengan tangan gemetar menarik selimut tebal yang ditutupkan ke seluruh tubuh, menyisakan kepala yang tetap menunduk. 

Bu Jaya memeriksa keadaan di sekitar. Aku masih belum mampu bergerak, tetap dengan posisi memeluk lutut. Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Keringat dingin terbit melengkapi rasa takut yang masih menyelimuti ruang tempatku meringkuk. Sebuah ruang tidur dimana bu Jaya dengan rela menyerahkannya padaku, dan untuk sementara waktu, wanita baik itu harus mengungsi ke kamar anak laki-lakinya.

Bu Jaya dengan tubuh tambunnya itu masih mondar-mandir di hadapanku. Mencari atau memastikan sesuatu untuk membuktikan kebenaran perkataanku. Aku memang seseorang yang tidak pernah dia kenal sebelumnya, namun perhatian dan kasih sayangnya melebihi kerabat bahkan saudara.

“Tara, tidak ada darah seperti yang kamu katakan tadi. Ruangan ini bersih, tanah di luar jendela juga bersih. Mungkin tadi kamu sedang bermimpi.”

Aku sangat yakin ada begitu banyak darah berceceran tadi, di lantai kamar, di dinding, bahkan cipratan darah itu sedikit mengenai wajahku. Tidak mungkin aku berbohong atau bermimpi, itu tampak nyata dan jelas di depan mata. Tapi, darah apa tadi? Atau, darah siapa? Aku mulai mempertanyakan kewarasanku. Siang hari dengan cahaya terang benderang begini apa mungkin aku bermimpi atau berhalusinasi?

“Minumlah!” Bu Jaya membawa dan menyodorkan segelas air untukku. Rasanya dingin dan menyegarkan. “Ini sudah kesekian kalinya, bukan?” tanya bu Jaya sedikit berhati-hati. Aku paham dengan kalimatnya tadi. Ya, aku yang salah, ini memang sudah beberapa kali terjadi. Sejak aku ditemukan di bawah jurang dan dibawa kesini, setidaknya itulah informasi yang mereka berikan padaku. 

****

Aku tidak mengingat apapun. Mereka memanggilku Tara, itu karena pada jaket yang aku kenakan tertulis 'T. Ara'. Meski aku tidak yakin itu namaku. Matahari sudah terbenam sejak limabelas menit yang lalu. Aku berjalan keluar rumah untuk mengambil air di sumur. Walau menumpang dan selayaknya dianggap tamu, aku toh tetap harus berusaha untuk tidak menyusahkan keluarga kepala kampung.

Hampir satu minggu aku tinggal disini, luka-luka ditubuhku pun telah mengering. Tidak terlalu parah memang, kebanyakan luka goresan sebab bebatuan dan ranting-ranting berduri menggesek kulit. Di kepalaku juga ada luka. Mungkin benturan keras yang membuatku lupa ingatan.

Pak Jaya bilang, aku ditemukan tepat di dasar jurang, posisinya ada di sebelah barat kampung karang. Aku ingin ke sana, tapi bu Jaya selalu saja melarangku. Alasannya aku tidak cukup kuat untuk berjalan atau alasan lainnya adalah dikhawatirkan aku tidak bisa mengingat jalan pulang. 

Lelah dengan ruang kosong di kepala dan kehampaan yang mengusik dada, aku memutuskan untuk pergi ke sana, besok. Tempat di mana aku di temukan oleh pak Jaya dan anak laki-lakinya. 

Di luar, burung hantu bernyanyi. Desir angin menampar-nampar dedaunan. Malam kini terasa semakin kelam. 


#cerbung



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indone...

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai...

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah ...