Langsung ke konten utama

Aku Penasaran



Langit perlahan gelap. Sesekali kilat tampak diantara tumpukan awan mendung yang semak. Tanganku bergetar memasukkan tubuh Eve ke dalam lubang. Berharap apa yang kupikirkan terwujud. 

Kembali kuingat kata-kata laki-laki tua misterius siang tadi, tentang Legenda Tanah Subur. Apa mungkin itu dapat mengembalikan sesuatu yang hilang? Mungkinkah? 

"Tanah subur itu sesuai dengan namanya, Pak Edi. Menakjubkan sekaligus menakutkan. Kita tidak akan pernah mampu berpikir bagaimana bisa alam menciptakan kehidupan baru dalam satu putaran hari." 

Menakjubkan sekaligus menakutkan. Apa yang akan terjadi dalam satu putaran hari? Otakku berpikir keras. Jika sesuai dengan perkiraanku,  pasti Eve dapat kukembalikan. 

Siang tadi, aku memutuskan untuk mencoba, berlari secepatnya, berlomba dengan waktu, terserah jika kalian menganggapku gila. Mungkin ini ide buruk, tapi bagiku ini kesempatan. Aku melewati jalan setapak yang dapat memotong jalan ke arah rumah. Ingin sekali melihat dan mengetahui seperti apa tanah subur di atas bukit. Bukankah tadi laki-laki tua misterius itu mengatakan letaknya tidak jauh dari rumahku? Aku yakin dia mengatakan itu. Dan letaknya pasti tidak jauh dari rumah. 

Tanah subur di puncak bukit adalah sebuah tanah lapang. Kondisinya di luar dugaanku, tampak kering, tandus dan terdapat pola-pola aneh yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Melingkar, berpetak-petak pada bagian tertentu dan kembali melingkar di bagian yang lain. Bagaimana mungkin tempat ini disebut Tanah Subur. Lihatlah! Tidak ada satupun tumbuhan yang tumbuh di sini. Bahkan tidak ada satu hewanpun yang melintas. 

Kini, lubang yang baru kututup dengan tanah galian mencipta gundukan. Tidak boleh ada yang tahu jika tanah ini barusan digali. Kembali kuratakan, menekan-nekannya dengan tangan dan kaki. Sambil berharap keinginanku terwujud. 

"Satu putaran hari

Setengah jam lagi. Kembali kuingat penafsiran liarku tentang satu putaran hari. Apakah yang dimaksudkannya adalah dua puluh empat jam, atau lebih tepatnya kehidupan baru itu akan tumbuh sebelum dua puluh empat jam? Ahh... Pikiranku ini memang terlalu liar. 

Kulirik jam yang melingkar di tangan kananku. Siang tadi, masih dengan kaki yang kupaksa berlari, aku mulai berhitung. Eve meninggal pukul lima sore, kemarin. Sekarang berarti sudah dua puluh tiga jam kematiannya. Jika yang dimaksudkan satu putaran hari itu adalah dua puluh empat jam, maka masih ada waktu dan kesempatan untuk Eve hidup kembali. Masih ada waktu. Saatnya menunggu keajaiban. 

*******

~Tamat~


Tinggalkan komentar untuk menandai bagian ini. 

Klik untuk coba cerita lainnya


*) Penulis mulai terinspirasi untuk menulis setelah membaca buku petualangan. Sayangnya ..., 😢berhubung sudah bertahun-tahun tahun yang lalu, penulis tidak mampu mengingat nama pengarang dan judul buku yang penulis baca. 😥


#Tantangan kelas fiksi-6

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah