Langsung ke konten utama

Yang Kosong #3

Sampai Kapan?



"Kamu gila, ya!?" tanya dokter Muda pada Yalsa dengan nada geram. 

Ia tidak habis pikir dengan perawat yang satu ini. Di bilang bodoh tapi dia termasuk perawat dengan prestasi akademik terbaik. Tapi dibilang pintar juga ia sanksi setelah mendengar kejadian tadi malam. 

"Saya sudah melaporkan hal ini sebelumnya ke dokter. Tapi dokter tidak percaya dan meminta saya menemukan bukti jika laki-laki pemabuk itu memang berulah dengan kebiasaan buruknya di ruang perawatan." jawab Yalsa membela diri. 

"Uughh...," kali ini dokter Muda semakin geram dengan alasan sekaligus pembelaan diri Yalsa. 

Jauh di lubuk hatinya, justru ia menyesal tidak mendengarkan laporan perawatnya itu. Kecurigaan demi kecurigaan Yalsa lebih di pandang tidak beralasan sebab ia hanya seorang perawat yang berlagak seperti detektif. 

"Dokter!" panggil Yalsa membuyarkan lamunan dokter Muda. 

"Ya" jawab dokter tampan itu sembari memijit-mijit keningnya yang tidak sakit. 

"Jadi, bagaimana?" tanya Yalsa mengingat hukuman yang di jatuhkan padanya dianggap tidak adil. 

"Jalankan saja! Itu sudah keputusan yang di atas." jelas dokter Muda, ia tidak mampu berbuat apa-apa. 

*****

Hujan deras masih mengguyur kawasan hutan kota, malam semakin gelap, hanya terdengar deru mesin mobil yang melaju susul menyusul. Dari kejauhan, suara sirene mobil patroli polisi berteriak saling sahut menyahut, sebuah laporan dari warga setempat mengundang para petugas untuk segera sampai di tempat kejadian perkara.

Seorang gadis memacu cepat langkah kakinya. Pemandangan yang barusan dilihatnya di ujung gang membuatnya ketakutan dan memutuskan untuk segera meninggalkan tempat dimana ia menemukan sosok mayat, wajah seseorang yang tidak lagi bernyawa itu sungguh tidak asing baginya, tapi kepanikan yang menyerang melumpuhkan kemampuan otaknya sehingga tidak mampu mengingat sedikitpun.

Suara-suara riuh kini terdengar, jauh dibelakangnya. Kawasan hutan kota memang bersebelahan dengan perkampungan warga, tembok setinggi dua meter menjadi pembatas diantara keduanya.

Langkah kaki gadis itu kini semakin lemah, jarak yang ditempuhnya sudah cukup jauh. Tapi rasa takut dan khawatir masih menindih dada. Bagaimana jika ada yang melihatnya tadi saat memeriksa kondisi si mayat? Bisa saja dia yang dituduh sebagai pelakunya. Batinnya resah. Saat tiba di sisi jalan raya, ia disambut bunyi klakson panjang dan sorot lampu yang menyilaukan mata. Terang sesaat kemudian gelap.

*****

Bukk...aahh...

Pekik Tara tertahan ketika jatuh dari tempat tidur. Syukurlah bunyi berdebam itu tidak membangunkan seisi rumah. Kepalanya sedikit sakit sebab menghantam lantai kayu. Sial. Umpatnya di dalam hati sambil berusaha bangkit dari lantai kayu yang terasa dingin. Hembusan angin dari celah-celah lantai papan dapat ia rasakan. 

Hebat sekali mimpi barusan, sampai bisa mengirimku jatuh dari atas tempat tidur. Batin Tara sibuk sambil mengingat-ingat mimpinya yang seakan nyata. 

Hujan, mobil-mobil, hutan, apa lagi tadi? Dan siapa gadis itu? 

Bosan menunggu rasa kantuk datang, Tara membuka jendela kamar. Angin malam seketika menampar wajahnya. Sejauh mata memandang, hanya gelap yang dapat ditangkap mata. Sesekali terlihat gerakan dedaunan ditiup angin.

"Sampai kapan aku disini?" tanyanya setengah berbisik.


#cerbung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah