Ia tidak habis pikir dengan perawat yang satu ini. Di bilang bodoh tapi dia termasuk perawat dengan prestasi akademik terbaik. Tapi dibilang pintar juga ia sanksi setelah mendengar kejadian tadi malam.
"Saya sudah melaporkan hal ini sebelumnya ke dokter. Tapi dokter tidak percaya dan meminta saya menemukan bukti jika laki-laki pemabuk itu memang berulah dengan kebiasaan buruknya di ruang perawatan." jawab Yalsa membela diri.
"Uughh...," kali ini dokter Muda semakin geram dengan alasan sekaligus pembelaan diri Yalsa.
Jauh di lubuk hatinya, justru ia menyesal tidak mendengarkan laporan perawatnya itu. Kecurigaan demi kecurigaan Yalsa lebih di pandang tidak beralasan sebab ia hanya seorang perawat yang berlagak seperti detektif.
"Dokter!" panggil Yalsa membuyarkan lamunan dokter Muda.
"Ya" jawab dokter tampan itu sembari memijit-mijit keningnya yang tidak sakit.
"Jadi, bagaimana?" tanya Yalsa mengingat hukuman yang di jatuhkan padanya dianggap tidak adil.
"Jalankan saja! Itu sudah keputusan yang di atas." jelas dokter Muda, ia tidak mampu berbuat apa-apa.
*****
Hujan deras masih mengguyur kawasan hutan kota, malam semakin gelap, hanya terdengar deru mesin mobil yang melaju susul menyusul. Dari kejauhan, suara sirene mobil patroli polisi berteriak saling sahut menyahut, sebuah laporan dari warga setempat mengundang para petugas untuk segera sampai di tempat kejadian perkara.
Seorang gadis memacu cepat langkah kakinya. Pemandangan yang barusan dilihatnya di ujung gang membuatnya ketakutan dan memutuskan untuk segera meninggalkan tempat dimana ia menemukan sosok mayat, wajah seseorang yang tidak lagi bernyawa itu sungguh tidak asing baginya, tapi kepanikan yang menyerang melumpuhkan kemampuan otaknya sehingga tidak mampu mengingat sedikitpun.
Suara-suara riuh kini terdengar, jauh dibelakangnya. Kawasan hutan kota memang bersebelahan dengan perkampungan warga, tembok setinggi dua meter menjadi pembatas diantara keduanya.
Suara-suara riuh kini terdengar, jauh dibelakangnya. Kawasan hutan kota memang bersebelahan dengan perkampungan warga, tembok setinggi dua meter menjadi pembatas diantara keduanya.
Langkah kaki gadis itu kini semakin lemah, jarak yang ditempuhnya sudah cukup jauh. Tapi rasa takut dan khawatir masih menindih dada. Bagaimana jika ada yang melihatnya tadi saat memeriksa kondisi si mayat? Bisa saja dia yang dituduh sebagai pelakunya. Batinnya resah. Saat tiba di sisi jalan raya, ia disambut bunyi klakson panjang dan sorot lampu yang menyilaukan mata. Terang sesaat kemudian gelap.
*****
Bukk...aahh...
Pekik Tara tertahan ketika jatuh dari tempat tidur. Syukurlah bunyi berdebam itu tidak membangunkan seisi rumah. Kepalanya sedikit sakit sebab menghantam lantai kayu. Sial. Umpatnya di dalam hati sambil berusaha bangkit dari lantai kayu yang terasa dingin. Hembusan angin dari celah-celah lantai papan dapat ia rasakan.
Hebat sekali mimpi barusan, sampai bisa mengirimku jatuh dari atas tempat tidur. Batin Tara sibuk sambil mengingat-ingat mimpinya yang seakan nyata.
Hujan, mobil-mobil, hutan, apa lagi tadi? Dan siapa gadis itu?
Bosan menunggu rasa kantuk datang, Tara membuka jendela kamar. Angin malam seketika menampar wajahnya. Sejauh mata memandang, hanya gelap yang dapat ditangkap mata. Sesekali terlihat gerakan dedaunan ditiup angin.
"Sampai kapan aku disini?" tanyanya setengah berbisik.
#cerbung
"Sampai kapan aku disini?" tanyanya setengah berbisik.
#cerbung
Komentar
Posting Komentar