Aku bisa lari berkilo-kilo meter, tanpa perlu memperhatikan keadaan di sekeliling. Cukup menatap ke depan dan sesekali melihat ayunan langkah-langkah kaki yang menapak mantap.
Tidak, sebenarnya aku tidak sedang ingin berolahraga. Semua ini karena satu rasa yang berkecamuk di dada.
Berlembar-lembar kertas mampu kubaca. Anehnya mata ini tidak mengenal lelah. Usai satu buku, kuputuskan untuk mengambil buku lainnya, kembali menatap berbaris-baris kalimat. Menjelajah bab per bab hingga tandas, selesai.
Tidak, aku sedang tidak keranjingan atau kerasukan sehingga berubah menjadi sosok kutu buku. Aku hanya sedang melampiaskan rasa yang menyesakkan rongga dada.
Jika tadi aku mampu lari berkilo-kilo meter. Lantas mampu membaca buku sebanyak-banyaknya. Mestinya aku merasa lelah, bukan? Tapi sekali lagi tidak. Bahkan rasa lapar tidak juga kunjung datang-tidak kurasakan. Padahal sudah masuk waktunya untuk makan siang.
Bosan membunuh waktu, kembali kuambil posisi terlentang. Menekuk kedua lutut. Mengaitkan kedua jari-jemari tangan dan meletakkannya di tengkuk. Kuhembus nafas perlahan saat mengangkat tubuh hingga pada posisi duduk, gerakan ini sedikit berat. Otot-otot perutku mengeras. Tapi aku puas. Kulakukan berulang-ulang. Semakin cepat hingga lupa kurasakan penatnya rasa yang masih berputar-putar di dada.
Aku butuh lelah, berusaha mencari-cari cara menguras seluruh tenaga agar otak ini tidak sempat berfikir, agar hati ini tidak sempat merasakan sesak yang menghimpit.
Baju yang membungkus tubuh kini basah sempurna. Hasil aktifitas berat yang kulakukan sebelum matahari tumbuh hingga kini jauh meninggi. Heran, kenapa aku masih sekuat Xena? Apa lagi yang harus kulakukan?
Ini semua karena dia. Dia yang membuatku seperti ini. Bukan! perasaan yang menyesakkan dadaku seharian ini bukan karena jatuh cinta. Bahkan jika dikatakan aku sedang dimabuk rindu pun, itu salah!
Aku hanya sedang marah. Marah karena untuk kesekian kalinya aku mengalah. Mengalah dengan waktunya, mengalah dengan pekerjaannya dan mengalah dengan janji-janji yang belum sempat ia tunaikan. Aku maklum, tapi juga marah. Ahh... Kenapa jadi begini?
blog.belankazar.com |
#aku bercerita
#10 paragraf saja.
Komentar
Posting Komentar