Langsung ke konten utama

Aku Marah

Aku bisa lari berkilo-kilo meter, tanpa perlu memperhatikan keadaan di sekeliling. Cukup menatap ke depan dan sesekali melihat ayunan langkah-langkah kaki yang menapak mantap.

Tidak, sebenarnya aku tidak sedang ingin berolahraga. Semua ini karena satu rasa yang berkecamuk di dada.

Berlembar-lembar kertas mampu kubaca. Anehnya mata ini tidak mengenal lelah. Usai satu buku, kuputuskan untuk mengambil buku lainnya, kembali menatap berbaris-baris kalimat. Menjelajah bab per bab hingga tandas, selesai.

Tidak, aku sedang tidak keranjingan atau kerasukan sehingga berubah menjadi sosok kutu buku. Aku hanya sedang melampiaskan rasa yang menyesakkan rongga dada.

Jika tadi aku mampu lari berkilo-kilo meter. Lantas mampu membaca buku sebanyak-banyaknya. Mestinya aku merasa lelah, bukan? Tapi sekali lagi tidak. Bahkan rasa lapar tidak juga kunjung datang-tidak kurasakan. Padahal sudah masuk waktunya untuk makan siang.

Bosan membunuh waktu, kembali kuambil posisi terlentang. Menekuk kedua lutut. Mengaitkan kedua jari-jemari tangan dan meletakkannya di tengkuk. Kuhembus nafas perlahan saat mengangkat tubuh hingga pada posisi duduk, gerakan ini sedikit berat. Otot-otot perutku mengeras. Tapi aku puas. Kulakukan berulang-ulang. Semakin cepat hingga lupa kurasakan penatnya rasa yang masih berputar-putar di dada.

Aku butuh lelah, berusaha mencari-cari cara menguras seluruh tenaga agar otak ini tidak sempat berfikir, agar hati ini tidak sempat merasakan sesak yang menghimpit.

Baju yang membungkus tubuh kini basah sempurna. Hasil aktifitas berat yang kulakukan sebelum matahari tumbuh hingga kini jauh meninggi. Heran, kenapa aku masih sekuat Xena? Apa lagi yang harus kulakukan?

Ini semua karena dia. Dia yang membuatku seperti ini. Bukan! perasaan yang menyesakkan dadaku seharian ini bukan karena jatuh cinta. Bahkan jika dikatakan aku sedang dimabuk rindu pun, itu salah!

Aku hanya sedang marah. Marah karena untuk kesekian kalinya aku mengalah. Mengalah dengan waktunya, mengalah dengan pekerjaannya dan mengalah dengan janji-janji yang belum sempat ia tunaikan. Aku maklum, tapi juga marah. Ahh... Kenapa jadi begini? 

blog.belankazar.com


#aku bercerita 
#10 paragraf saja. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.6)

-Topeng Ambisi- Seorang laki-laki tergesa-gesa memasuki ruangannya, setengah berlari Ia menghampiri meja kerja dan dengan kasar menarik satu persatu laci-laci yang tersusun rapi pada bagian bawah meja, kemudian mengobrak-abrik isinya. Ketika yang dicari belum ditemukan, Ia beralih pada lemari yang berada di belakangnya. Hal yang sama dilakukan, Ia pun mengacak habis isi lemari untuk mencari sesuatu yang amat berharga baginya.  "Dimana dokumen itu..kurang ajar!" Makinya pada seseorang yang ada dalam pikirannya. "Baiklah..jika ini pilihannya, akan kuturuti permainannya" Desisnya dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tahu, wanita itu tak main-main dengan ancamannya tadi siang. Ambisinya yang terlalu besar dan menggebu-gebu secara otomatis memutuskan hubungan Simbiolis Mutualisme yang selama ini telah mereka jalin sejak setahun terakhir.  Jika bukan karena Mita yang dengan sembunyi-sembunyi memberitahukan padanya bahwa dokumen penting itu telah

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indonesia, J

Topeng (bag.3)

-Masa Lalu- Hera kecil sering kali di- bully oleh teman-temannya. Kala itu ia berusia 8 tahun, tubuhnya yang kecil dan lemah membuat ia menjadi sasaran empuk. Tidak ada satupun yang dapat membantunya, lebih tepatnya tidak ada yang mau. Sepulang dari bermain, sambutan kasar juga ia terima dari keluarga, tepatnya keluarga angkat. Hera diadopsi pada usia 2 tahun. Dengan niat sebagai pancingan agar kedua orang tua angkatnya bisa segera mendapat momongan. Tapi usaha ini belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan.  Saat Hera berusia 10 tahun Ibu angkatnya pun hamil. Kehamilan yang ditunggu-tunggu selama 9 tahun, sebelumnya beberapa kali Ibu angkat Hera ini sudah pernah hamil, sayangnya setiap kali hamil justru ibunya juga mengalami keguguran lagi dan lagi. Kehamilan ketiga kali ini dijaga ketat dan ekstra hati-hati, namun takdir berkata lain, saat ibu angkatnya mengandung pada usia kehamilan 8 bulan, kecelakaan tragis menyebabkan nyawa ibu dan calon adiknya itu melayang. Duka