Langsung ke konten utama

Pulang ke Rumah



"Apa mungkin ada hantu di siang terik seperti ini?" kepalaku mendadak pusing. Panas matahari menyempurnakan lelahku pada puncaknya. Perut yang tidak terisi sejak kemarin sore dan mungkin saja tadi aku berhalusinasi tentang seorang tua yang misterius.

Kuputuskan untuk pulang ke rumah dan beristirahat. Cukup sudah kukumpulkan lelah seharian ini. Saatnya pulang. Ya Tuhan. Aku baru ingat kalau tidak membawa kendaraan saat keluar dari rumah. Tenggelam dalam lautan sedih membuat pikiran memutuskan segala sesuatunya dengan keliru.

"Pak Edi, saya mohon maaf karena terlambat mengetahui kabar duka yang menimpa putri anda." seorang tua yang berjalan keluar dari arah pemakaman menyapaku. "Perkenalkan, saya Juna. Anda sepertinya sedang kebingungan, apa ada yang bisa saya bantu?" orang tua ini begitu ramah.

"Senang mengenal anda, Pak Juna." aku menjabat tangannya.

"Tempat tinggalku tidak jauh dari sini, jika anda berkenan, singgahlah ke rumah!" tawarnya dengan sopan. Tubuhnya sedikit membungkuk dengan tangan kanan mengarah ke depan, seperti mempersilahkan.

"Terima Kasih, Pak." aku tidak mampu menolak. Bagai kerbau yang ditusuk hidungnya. Aku mengikuti Pak Juna berjalan menuju rumahnya.

Secangkir teh disuguhkan Pak Juna untukku. Setidaknya ini dapat mengobati perih di perut akibat tidak ada asupan sejak sore kemarin. Kusesap perlahan teh aroma melati, rasanya nikmat.

"Kebetulan ada yang ingin saya tanyakan, jika anda tidak keberatan. Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi?" Pak Juna memecah kebisuan kami beberapa menit yang lalu. Kuceritakan semua padanya. Entah bagaimana terlintas laki-laki misterius yang tadi kutemui.

"Pak Juna mengetahui tentang legenda tanah subur diatas bukit?" tanyaku setelah terdiam beberapa saat. Pak Juna tampak terkejut mendengar pertanyaanku. Aku yakin orang tua di hadapanku ini mengetahuinya.


***********
Jika kalian adalah Pak Juna, apa yang akan dipilih untuk melanjutkan cerita ini :
1. Jangan beri tahu
2. Ada hal lain yang ingin kusampaikan


Tinggalkan komentar untuk menandai bagian ini. 


#cerita belum selesai
#tantangan kelas fiksi-6

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.6)

-Topeng Ambisi- Seorang laki-laki tergesa-gesa memasuki ruangannya, setengah berlari Ia menghampiri meja kerja dan dengan kasar menarik satu persatu laci-laci yang tersusun rapi pada bagian bawah meja, kemudian mengobrak-abrik isinya. Ketika yang dicari belum ditemukan, Ia beralih pada lemari yang berada di belakangnya. Hal yang sama dilakukan, Ia pun mengacak habis isi lemari untuk mencari sesuatu yang amat berharga baginya.  "Dimana dokumen itu..kurang ajar!" Makinya pada seseorang yang ada dalam pikirannya. "Baiklah..jika ini pilihannya, akan kuturuti permainannya" Desisnya dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tahu, wanita itu tak main-main dengan ancamannya tadi siang. Ambisinya yang terlalu besar dan menggebu-gebu secara otomatis memutuskan hubungan Simbiolis Mutualisme yang selama ini telah mereka jalin sejak setahun terakhir.  Jika bukan karena Mita yang dengan sembunyi-sembunyi memberitahukan padanya bahwa dokumen penting itu telah

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indonesia, J

Topeng (bag.3)

-Masa Lalu- Hera kecil sering kali di- bully oleh teman-temannya. Kala itu ia berusia 8 tahun, tubuhnya yang kecil dan lemah membuat ia menjadi sasaran empuk. Tidak ada satupun yang dapat membantunya, lebih tepatnya tidak ada yang mau. Sepulang dari bermain, sambutan kasar juga ia terima dari keluarga, tepatnya keluarga angkat. Hera diadopsi pada usia 2 tahun. Dengan niat sebagai pancingan agar kedua orang tua angkatnya bisa segera mendapat momongan. Tapi usaha ini belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan.  Saat Hera berusia 10 tahun Ibu angkatnya pun hamil. Kehamilan yang ditunggu-tunggu selama 9 tahun, sebelumnya beberapa kali Ibu angkat Hera ini sudah pernah hamil, sayangnya setiap kali hamil justru ibunya juga mengalami keguguran lagi dan lagi. Kehamilan ketiga kali ini dijaga ketat dan ekstra hati-hati, namun takdir berkata lain, saat ibu angkatnya mengandung pada usia kehamilan 8 bulan, kecelakaan tragis menyebabkan nyawa ibu dan calon adiknya itu melayang. Duka