Langsung ke konten utama

Topeng (bag.1)


Hujan deras mengguyur Ibu Kota di malam yang gelap, hanya terdengar deru mesin mobil yang melaju susul menyusul. Hera memacu cepat langkah kakinya. Pemandangan yang barusan dilihatnya di ujung gang membuatnya ketakutan dan memutuskan untuk segera meninggalkan tempat dimana pembunuhan itu terjadi. Langkah kakinya semakin lemah, saat tiba di sisi jalan raya, Hera di sambut bunyi klakson panjang dan sorot lampu yang menyilaukan mata. Terang sesaat kemudian gelap. 

"Panggil ambulance, cepat!" Teriak sopir truk dari balik kemudi pada anak buahnya.

*****

"Nona Hera, syukurlah anda sudah siuman. Saya akan memanggil dokter untuk memeriksa anda." Seorang perawat yang melaksanakan pemeriksaan rutin menyapa dan segera meninggalkan ruang rawat inap dengan tergesa-gesa.

Yang disapa tak menggubris sedikitpun pertanyaan dari perawat. Matanya menatap kosong ke langit- langit kamar. Begitupun saat dokter datang dan memeriksa keadaan Hera. Tak ada suara yang terdengar dari mulut gadis berumur 22 tahun tersebut.

Dari kecelakaan yang dialami, Hera memang tidak banyak mendapatkan luka. Hanya bagian telapak tangan, siku dan lututnya saja yang lecet. Tapi melihat tak ada respon yang diberikan saat pemeriksaan, dapat disimpulkan bahwa Hera mengalami efek aftershock. Stress Traumatik memang merupakan reaksi alamiah dari orang yang mengalami kejadian yang tidak menyenangkan, kondisi ini biasa disebut Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).

Diluar ruangan berdiri dua orang laki-laki. Mereka adalah supir dan kernet truk yang menabrak Hera, menunggu cemas selama 3 jam sejak korban dipindahkan ke Rumah Sakit dari tempat kejadian.

"Bagaimana keadaannya dokter?" Tanya sopir truk masih dengan nada yang cemas.

"Bapak..keluarganya?" Dokter tidak langsung menjawab pertanyaan, malah balik bertanya untuk memastikan kepada siapa informasi ini layak disampaikan.

"Bukan Dok, saya sopir yang menabrak wanita itu." Jelas pak supir dengan nada bersalah.

"Oh.., pasien sudah sadar, tidak banyak luka ditubuhnya, apa bapak sudah menghubungi keluarganya?"

"Syukurlah..terimakasih dokter, saya akan segera menghubungi keluarganya." Jawab supir dengan wajah lebih cerah dari sebelumnya. 

*****

Tiga hari berikutnya Hera sudah bisa pulang dari rumah sakit. Tidak ada keluarga yang menjemput karena mereka tinggal di luar pulau. Teman kost menyambut Hera, walau tak ada satupun yang menjemputnya dari Rumah Sakit, tapi teman-temannya ini sudah menjenguk selama Hera dirawat. 

"Hera..malam saat kamu kecelakaan, ada pembunuhan gak jauh dari tempat kamu ditabrak. Aku pikir itu kamu, syukurlah bukan." Sasa membuka pembicaraan.

"Siapa korbannya?" Tanya Hera

"Susi, cewek sexy yang judes di perusahaan tempat kerja kita, kamu kenalkan?, sayangnya gak ada saksi mata saat pembunuhan terjadi. Dia dibunuh dengan cara yang sadis."

Mendengar cerita teman kostnya, kepala Hera diserang sakit yang luar biasa, keringat dingin keluar membasahi keningnya, tangannya pun basah dan bergetar. Sesaat Hera batuk untuk mengalihkan perhatian Sasa yang sedari tadi mengoceh tentang kejadian pembunuhan yang bersamaan dengan kecelakaan yang dialaminya. Kepala dan suasana hatinya saat ini tidak cukup baik untuk mendengarkan berita tersebut. 

"Ehh..kamu tidak apa-apa kan?" Tanya Sasa polos. Padahal jelas-jelas wajah Hera terlihat sangat pucat.

"Ya sudah, kamu istirahat gih, aku pamit dulu. Semoga hari senin nanti kamu sehat dan bisa bekerja." Sasa pamit pulang ke kamarnya.

-Dua hari sebelum pembunuhan terjadi-

"Kamu harus tanggung jawab!, atau apa perlu aku melaporkan kecurangan yang kamu lakukan pada Bos?" teriak seorang wanita dengan nada mengancam. 

"Iya..iya!, tapi tidak sekarang dan tidak dalam waktu dekat ini!" Pria itu menjawab dengan tegas. Dari suaranya jelas pria itu punya karisma yang sangat kuat, terbukti dengan kalimat terakhirnya wanita itu tak lagi bersuara. 

Tidak terlalu jelas apa yang mereka bicarakan dan bentuk tanggung jawab seperti apa yang diminta si wanita terhadap pria itu. Hera yang kebetulan memiliki keperluan di gudang mendengar keributan kecil yang terjadi di ruangan sebelah. Dengan insting ingintahunya, Hera mengintip dari balik pintu gudang, memang tak terlalu jelas siapa dua tokoh yang saat ini sedang berdiri berhadapan. Hera hanya dapat melihat samar punggung pria itu dan beberapa menit kemudian mengalihkan matanya dari adegan yang baginya tidak pantas dilihat. Interaksi didalam kantor tidak jarang mengundang cinta lokasi, baik itu akhirnya halal ataupun haram. 

Bersambung ke Topeng bag.2




Komentar

  1. mbak Na, aku mundur sejauh ini hanya untukmu. walah..:D cuma sedikit masukan mbak,bagian ini

    "Ya sudah, kamu istirahat gih, aku pamit dulu. Semoga hari senin nanti kamu sehat dan bisa bekerja." Susi pamit pulang ke kamarnya.

    yang ngomong itu sasa kan mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh iya..wah.terimakasih sudah diingatkan. Tar di edit deh. 😘

      Hapus
  2. Cerbung yang menyimpan teka-teki memang selalu bikin penasaran. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga penasarannya bisa jd energi utk bisa membaca kelanjutannya.😀😄

      Hapus
  3. pembunuhan.. jd ingat Detective Conan.. :)

    BalasHapus
  4. Ditunggu ya umi bagian 2 nya.. ��

    BalasHapus
  5. Ditunggu ya umi bagian 2 nya.. ��

    BalasHapus
  6. Jangan biqin penasaran kk,takutne kk yg jd hantu penasaran krn nunggu cerita selanjutnya...

    BalasHapus
  7. Jangan biqin penasaran kk,takutne kk yg jd hantu penasaran krn nunggu cerita selanjutnya...

    BalasHapus
  8. Baru baca Mbk Nana... misteri ini perlu diungkap. aku mendadak ingin menjadi detektif hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oke..lanjutkan keinginanmu Mba April

      Hapus
    2. Oke..lanjutkan keinginanmu Mba April

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah