Langsung ke konten utama

Cengek vs Gehu

Udara terasa panas diluar ruang kelas, aku dan teman-teman masih setia menunggu dosen yang tak kunjung tiba. Waktu melenggang menunjukkan pukul 11 siang. Sudah lebih dari satu jam kami menunggu, tak ada kepastian kapan perkuliahan akan dilangsungkan. Aku berkali-kali memandang hp, siapa tau ada pemberitahuan kelas dibubarkan. Sayang itu tidak akan terjadi, sebab dosen memberitahukan akan masuk satu jam lagi.

Riyah teman satu kelasku memecah kelesuan kelas dengan ceritanya, sambil menenteng sekantong gorengan yang kemudian beredar merata dari bangku ke bangku, ia pun memulai aksinya.

Riyah memang pandai bercerita, ekspresi wajah dan bahasa tubuhnya selalu sukses membuat pendengar terpana, tersihir dengan cerita dan kisah yang dibawanya. Tak ada salahnya mendengar cerita Riyah kali ini,  selagi menunggu dosen datang satu jam lagi.

"Kalian sudah pernah dengar ceritaku tentang cengek dan gehu?" Tanya Riyah bersemangat. Kami menggeleng bersamaan, tandanya belum pernah mendengar cerita itu.

"Hahaha..baiklah, aku akan bercerita." Tanpa menunggu aba-aba, Iyah..begitu biasanya ia disapa, langsung bercerita.

Pagi itu di halaman asrama Riyah, berkumpul teman-teman kampung halaman yang sedang sarapan. Apalagi kalau bukan gorengan, makanan yang paling nikmat jika dimakan dalam kondisi baru saja diangkat dari penggorengan. Masing-masing mengambil jatah lengkap bersama cengeknya. Salah satu temannya kebagian sisa gorengan terakhir, satu gehu dan satu cengek. Tidak seperti teman lain yang langsung menyantap gorengan ditangannya, teman yang satu ini menimbang-nimbang mana dulu yang akan digigitnya.

"Kalau gigit gehu duluan, trus baru gigit cengek.., tar pedasnya gak berasa. Trus kalau gigit cengek dulu baru gigit gehu pastinya pedas banget, ya kan?" Temannya Riyah bicara sendiri, yang tentu saja didengar oleh teman yang lainnya.

"Ya ampun..gitu-gitu aja dipikirin, udah cepat dimakan, kelamaan nanti dingin, gak enak!" Teman lainnya bicara sambil menahan pedas dilidah.

Akhirnya..teman dengan gorengan terakhir itu memutuskan untuk menggigit cengek terlebih dahulu baru kemudian nanti menggigit gehu, ia ingin merasakan sensasi pedasnya cengek yang digigit terlebih dulu. Tanpa ragu-ragu ia memasukkan seluruh tubuh cengek kedalam mulutnya, menggigitnya perlahan dan disambutlah rasa pedas luar biasa oleh lidahnya yang menari membentur dinding pipi kanan kiri.

Serangan pedas satu cengek sudah tak tertahankan, mata teman dengan gorengan terakhir itu sudah berkaca-kaca menahan rasa panas dilidah. Panik.., saat ia memutuskan waktunya menggigit gehu yang dipegang tangan kanannya, sikutnya malah membentur sisi meja menyebabkan gehu jatuh dan terjun bebas menuju tanah. Sungguh luar biasa kesal dan kecewanya. Pedas ia dapatkan namun nikmatnya gehu tak ia rasakan.

Begitu selesai Riyah membawakan cerita, sontak saja kami sekelas melepas tawa membayangkan rasa sesal temannya Riyah.

"Ada-ada saja". Aku berkali-kali menggelengkan kepala  setelah puas dengan cerita Riyah dan cengek temannya. Terlalu lama menimbang dan ragu-ragu melakukan sesuatu memang selalu berakhir seru, kalau tidak rugi ya sedih. Begitu pikirku.

Komentar

  1. Harusnya maem gehu nya dulu, baru cengek jd kalau cengeknya jatuh ga rugi, hehehe,

    BalasHapus
  2. Cengek..oh cengek..kenapa bisa dikasih nama cengek..hehe

    BalasHapus
  3. Dikasi nama cengek mungkin setelah menggigit cabe rawit itu, mata kita akan berkaca-kaca mba. Mirip orang mau nangis, jadi kesannya cengeng..hehehe

    BalasHapus
  4. Cengek tu APA? Disini gehu tu tahu Isi pedas dgn ukuran besar

    BalasHapus
  5. Cengek = Cabe rawit, mba Wiwid.
    Minta dibuatin sama yayangnya lah mas heru.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah