Langsung ke konten utama

Charlie Angels

"Hemm..Asyiik makan ayam." Aku berseru girang setelah membuka penutup hidangan diatas meja makan.

Beberapa minggu yang lalu Aku tak bisa menyantap daging empuk ini dengan tenang, sebab alergi yang selalu menyerang jika Aku tetap nekat memakannya. Kali ini Aku akan melahap opor ayam masakan mamak dengan sangat baik.

"Mak!..ayamnya enak, kok kayak ayam kampung ya rasanya?" Mulutku tak sabar bertanya walau sibuk mengunyah.

"Iya..ayam kampung." Jawab mamak mantap.

"Beli dimana mak?" Masih dengan mulut penuh nasi, Aku mengajukan pertanyaan susulan.

"Ayam kita itu..! Mamak capek ngurusnya, ayam kita kebanyakan."

"Apa..?" Aku tak percaya dengan jawaban mamak. Tega nian.

Hampir saja ku muntahkan semua makanan dimulut setelah mendengar informasi ter-up-date versi rumahku. Ohh..tidak, berarti Charlie Angels tanpa sadar kusantap saat ini. Aku menatap nanar potongan daging ayam yang tergeletak tak berdaya dipiring makanku. Sedih dan menyesal, tapi aku lapar.

****

Dibelakang rumah, kami membangun kandang ayam (kami disini hanya bapak dan mamak saja yang kerja, sedang aku hanya menonton untuk memberi semangat. Jadi tetap pakai kami, ok!). Awalnya ada 14 ekor anak ayam yang kami pelihara (tetap pakai kami karena aku juga ikut memberinya makan dan minum walaupun tidak setiap hari). Berjalannya waktu, seleksi alam berlaku. Satu persatu anak ayam mati. Ada yang kena sakit, luka berat setelah bertarung denga saudaranya sendiri, sampai mati karena kepalanya nyangkut di sela-sela pagar.

Akhirnya tersisa 3 ekor ayam yang bertahan. Dan setelah seleksi alam itu berakhir, aku baru berani memberi ayam-ayam itu nama. Kuberi mereka nama Charlie Angels, terdiri dari Charlie Angel 1, Charlie Angle 2 dan Charlie Angel 3. Diberi nama seperti itu karena mereka garangnya pakai super. Pernah suatu hari mamak memasukkan seekor pejantan kedalam kandang. Niatnya agar bisa mengawini salah satu atau salah tiga dari si Charlie Angles. Tapi diluar dugaan sang pejantan yang gagah dan tampan malah bonyok dikeroyok oleh ketiga betina berbulu hitam itu. Melihat keributan didalam kandang, mamak mengambil inisiatif mengeluarkan si jantan dalam arena pertarungan. Dari kejadian itu, Charlie Angels tidak pernah lagi mendapat tamu didalam kandang. Mereka akan selamanya menjadi ayam dara hingga tua, begitu pikirku.

****

Melihat wajahku yang seperti habis minum jamu super pahit. Seakan tau apa yang kupikirkan, mamak langsung menjelaskan kalau yang dipotong itu bukan Charlie Angles, tapi ayam yang baru dibawa bapak lima hari yang lalu. Rencananya ayam itu mau diberi tugas khusus menghasilkan telur, tapi gagal sempurna, karena setiap bertelur, si ayam memakan kembali telurnya. Melihat betapa pelitnya si ayam baru yang tak mau berbagi telur, akhirnya mamak memutuskan untuk menjadikannya santapan makan siang hari ini.

Lega hatiku mendengarkan penjelasan mamak, tiba-tiba cacing diperutku kembali menelphon, "makannya nambah dong." begitulah kira-kira isi pesannya. Aku tau mamak tak akan tega menyembelih Charlie Angels, karena walaupun garang, ketiga ayam itu sudah jadi kesayangan.

Komentar

  1. Heheee ... mau donk ayamnya.
    Idenya bagus ninena

    BalasHapus
  2. Wah pandai betul nembuat cerita ayam jadi tulisan menarik..

    Btw ayamnya garang kali

    BalasHapus
  3. hahaha, sayang betul dengan ayamnya

    BalasHapus
  4. Gak tau juga tuh mba kenapa bisa segarang itu. mungkin begitulah hasil seleksi alam. Bayangkan aja dr 14 tersisa 3.

    Benar-benar jd kesayangan, krn mereka jd teman mamak ngobrol selama di dapur. Hehehe.

    Mas heru..tar saya kirim lwt Wa ayamnya. Ok.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah