Langsung ke konten utama

"Tas" Hidup Kita

Seorang lelaki membawa tas besar dipunggungnya. Ia hendak berpetualang mencari banyak pengalaman hidup yang bermanfaat baginya. Dengan tas besar di punggung, ia membawa banyak perbekalan. Makanan, minuman, pakaian, peralatan mandi, peralatan masak, uang, buku-buku bacaan guna mengusir kebosanan dalam perjalanan dan beberapa pasang sepatu sebagai cadangan jika nanti suatu hari ia butuh mengganti alas kaki, tak lupa ia pun membawa alas tidur yang dilengkapi dengan selimut dan beberapa benda lain yang menurutnya suatu saat akan berguna nanti. Sekilas mirip pindah rumah ketimbang sekedar berpetualang. Tapi lelaki itu telah memutuskan apa saja yang pantas dibawa sebagai perbekalan. Baginya, apa yang ia bawa akan berguna nanti.

Dalam perjalanannya, lelaki itu telah menyinggahi beberapa kota dan melintasi beberapa negara. Barang bawaannya pun semakin banyak dan bertambah berat. Jika awalnya ia kuat untuk membawa semuanya, namun tidak untuk sekarang. Tubuhnya yang semakin lelah menolak untuk membawa semua beban berat yang ada. Hingga akhirnya lelaki tersebut memutuskan untuk mengurangi beban bawaannya dan hanya akan membawa benda-benda yang penting saja dalam perjalanan berikutnya. 

Beberapa pasang pakaian disedekahkan, beberapa pasang alas kaki yang tidak begitu dibutuhkan juga di berikan pada yang membutuhkan. Setelah mengurangi barang-barang dalam tasnya, lelaki tersebut melanjutkan perjalanan. Ringan tanpa beban berat, barang-barang yang dibawa benar-benar yang dibutuhkan dan berguna. Perjalanan berikutnya semakin menyenangkan dan membawa manfaat.

Teman.., dari kisah lelaki itu apa yang dapat kita ambil sebagai pelajaran?

Kisah berikutnya..

Dalam sebuah kegiatan perkemahan, para peserta hanya diminta untuk membawa dua pasang pakaian, yaitu pakaian lapangan dan pakaian olahraga, membawa jas hujan, perbekalan makanan untuk dua hari, air minum, sentar, alat tulis, peralatan sholat dan peralatan mandi.

Hari perkemahan tiba, rombongan kemah berangkat menuju lokasi yang telah ditetapkan. Sesampainya dilokasi, peserta dikumpulkan, panitia memberitahukan bahwa tenda tidak akan didirikan ditempat mereka berdiri saat ini, tapi mereka harus mendaki dataran yang lebih tinggi disebelah barat menuju puncak. 

Mendengar informasi tersebut, serempak mereka mengeluh betapa sulitnya mendaki dengan peralatan yang mereka bawa. Bagaimana tidak mengeluh, jika seharusnya yang dibawa hanya beberapa barang saja, justru saat ini peserta membawa barang lebih dari yang ditentukan. Ada yang membawa boneka, kompor gas lengkap dengan tabung gasnya, bantal, selimut, buku novel, dan beberapa pasang pakaian santai. 

Apapun alasannya mereka harus membawa semua barang-barang bawaan ketempat tujuan, mendaki dengan jarak 1 kilometer menuju kedataran yang lebih tinggi. Sulit, lelah dan berat sudah pasti harus diterima dan dijalankan. Itu salah satu bentuk tanggung jawab yang harus dinikmati. Jika saja mereka membawa barang-barang yang sudah ditetapkan, perjalanan mendaki ini pasti tidak sesulit yang dibayangkan bukan?

Teman.., dari dua kisah ini, apa yang dapat kita ambil sebagai pelajaran?

******


Jika kita membawa tas yang begitu berat.
Jangan lupa..,
Periksa kembali apa yang kita bawa.
Bernilai dan berhargakah..?
Berguna dan bermanfaatkah?

Atau tidak?

Jika isinya layak disimpan dan dipertahankan.
Maka bawalah.
Sebaliknya.., jika tidak..?
Kosongkan saja.

Teman..,
Bebaskan diri kita dari kesia-siaan.
Bawalah dalam "tas" hidup kita hanya hal-hal yang berguna dan pantas saja.
Hanya hal-hal yang bernilai dan berharga. Untuk dibawa ketika menghadap "Sang Raja".


12 April 2016
#catatan pengingat diri. Buang kesia-siaan sebelum kembali.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah