Langsung ke konten utama

Mengendalikan Bola

Tanganku sudah bercorak biru lebam. Rasa sakit merata di setiap bagian, tapi bola itu benar-benar nakal luar biasa. Tak bisa dikendalikan, atau memang dasarnya aku yang tak bisa mengendalikan arah bola.

Yah..memang aku belum dapat mengendalikannya. Maka dari itu hampir tiga jam aku berdiri disini memukul dan menyambut bola. Tetap gagal, karena usaha yang kukeluarkan masih kurang.

Seminggu yang lalu berita pertandingan bola volly untuk para guru di sebarkan lewat surat pemberitahuan. Beberapa jenis olahraga disajikan, tinggal pilih mau ikut apa.

Volly jadi primadona, siapapun pasti senang bermain dalam sorak-sorak ketegangan. Menyoroti lompatan-lompatan bola dengan mata sambil gemas-gemas tak jelas saking serunya. Maka kali ini pilihan Volly adalah yang utama. Pemain pun ditunjuk, aku adalah salah satunya. Dengan tinggi badan dan postur tubuh ideal, siapapun mengira aku bisa bermain.

Tidak salah memang, aku bisa memukul bola, hanya saja larinya masih kemana-mana, tidak sesuai dengan hati dan pikiran. Walhasil aku seringkali membuang kesempatan meraih point-point kemenangan.

Seminggu sudah kami berlatih. Biru lebam di tangan sudah banyak kukoleksi. Kemajuanku belum banyak bertambah, aku belum berhasil mengendalikan bola sepenuhnya.

Diujung latihan hari ini tim guru mendapat kabar, pertandingan kemungkinan dibatalkan, entah apa sebabnya masih belum jelas disampaikan. Beberapa terlihat kecewa, namun sebagian besar menerima dengan lapang dada. Walau pertandingan nanti gagal diadakan, toh latihan ini tetap mendatangkan manfaat bagi semuanya. Selain bisa olahraga, guru-guru semakin kompak. Jadi jelas, latihan ini bisa dijadikan sebagai ajang piknik untuk semua, setelah lelah seharian bekerja.

Komentar

  1. Setidaknya ini akan memantik semangat untuk berprestasi bagi perbola vollyan Indonesia di tengah cueknya Menpora, yg terlalu sibuk berkonflik ria dengan sepakbola.

    BalasHapus
  2. Hehehe..makasih semangatnya mas heru.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah