Langsung ke konten utama

Hidup itu bagai Pola Permadani

Dulu hiduplah seorang wali yang shaleh dan terkenal sebagai pembuat permadani yang indah. Karya tangannya itu tersohor hingga ke seluruh negeri dan tentu saja digemari oleh banyak orang. Seringkali ia kewalahan menerima banyak permintaan orang-orang yang mengagumi permadani buatannya tersebut. Dengan tetap sabar dan tekun ia menyelesaikan permadaninya, tanpa terburu-buru. Hasilnya tentu saja selalu indah dipandang mata, memuaskan hati pembelinya dan menyenangkan siapa saja yang menggunakannya.

Suatu hari ketika sang wali sedang mengerjakan peramadani karya barunya, ada seekor semut yang lewat diatas permadani tersebut. Berjalan diatas permadani yang belum rampung atau yang masih dikerjakan tentu saja membuat semut kesulitan dan menggerutu.

"Aduh..!, siapa sih yang bikin benda sejelek ini!" Keluh si semut merutuki permadani yang dilewatinya. Kakinya berkali-kali tersangkut bahkan tak jarang ia jatuh di beberapa lubang yang menjadi salah satu pola.

Atas izin dari Allah, sang wali diberikan hikmah. Ia dapat mendengarkan apa yang diucapkan si semut. Mendengarkan keluhan-keluhan tersebut, sang wali hanya tersenyum sambil terus melanjutkan pekerjaannya.

"Uuh..harusnya aku tidak berjalan kearah sini tadi." Semut menyesali pilihan arah yang ia tuju.

"Lihatlah.., permukaan benda ini tidak rata, banyak tonjolan tak karuan, serabutnya simpang-siur, dan warnanya juga jelek, Apa manfaatnya sih ini?, Bikin aku susah saja!" Semut terus saja menggerutu.

Mendengar semua keluhan semut, sang wali yang dari tadi hanya senyum-senyum saja, akhirnya tertawa juga. Menurutnya semut ini lucu sekali. Tingkah polanya asyik jadi tontonan penghibur hati sekaligus penawar lelah.

"Hai semut..!" Sapa sang wali kepada semut yang kakinya tersangkut serabut benang permadani.

"Ya.., ada apa?" Semut menjawab sapaan sang wali sekaligus kembali bertanya, apa gerangan keperluan sang wali padanya, apa dia tidak melihat kalau semut kecil ini sedang sibuk dan kesulitan melewati benda yang baginya sangat jelek dan tak ada gunanya ini.

"Aku mendengar semua keluhanmu semut, tentu saja kau tak bisa melihat keindahan permadaniku. karyaku ini belum selesai dan tentu saja kau pun tak mampu melihat keseluruhan pola permadani ini." Sang wali memberi tahu semut tentang benda yang dilewatinya. 

"Mari kuajak kau melihat benda yang dari tadi membuatmu kesulitan saat kau berjalan diatasnya, tentu saja dengan sambil mengeluh atas kejelekan benda ini!" sang wali menawarkan diri dan sedikit menyindir semut sambil mengulurkan tangannya. Semut tersenyum malu kemudian segera menaiki tangan sang wali. Betapa takjubnya ia saat sang wali berdiri. Dengan posisi setinggi ini, ia dapat melihat benda yang tadi di lewatinya. Benar-benar indah dengan perpaduan warna yang memanjakan mata, pola-polanya unik mengajak otak untuk menebak apa makna yang tersirat dari pola-pola tersebut.

*****

Kisah semut dan permadani sang wali ini sama halnya dengan kita dan hidup yang kita jalani. Ini adalah gambaran kita dengan takdir yang telah Allah tetapkan untuk kita. Mustahil untuk dipahami rencana-Nya. Beruntungnya semut, ia menjadi tahu benda apa yang dilewatinya saat sang wali mengajaknya melihat dari kejauhan permadani karya tangan yang digerutuinya saat melintasi permadani tersebut. Namun mustahil bagi kita untuk mengetahui pola takdir kita sebelum menyelesaikan masa hidup kita didunia.

Di hadapan Allah, kita lebih kecil dari semut. Sama hal-nya dengan semut tadi, kita pun kewalahan menjalani hidup. Berbaik sangka kepada Allah adalah cara terbaik mengatasi kesulitan yang kita hadapi, karena dengan berbaik sangka, hati kita akan menjadi lapang, pikiran kita menjadi tenang dan langkah-langkah kita akan memperoleh kemudahan. 

Yakinkan diri bahwa hidup dengan tantangan, kesulitan dan ujian yang tampak kacau, berserabut dan berantakan yang kita jalani ini adalah "pola" yang sedang kita jalin. Kelak, ketika kita bertemu dengan-Nya, pasti akan ditunjukkan-Nya keindahan "pola" yang sempurna. "Pola" yang kita jalin selama hidup di dunia. 


#Pontianak, 12 April 2016
#Belajar menganalogikan-terinspirasi dari Sang Wali.
#ODOP 2.

Komentar

  1. terimakasih, menginspirasi sekali, kita lebih kecil dr semut, yg terkadang tak sengaja jg menggerutu saat menjalani takdir, karena kita tak tahu, daleem maknanya

    BalasHapus
  2. terimakasih, menginspirasi sekali, kita lebih kecil dr semut, yg terkadang tak sengaja jg menggerutu saat menjalani takdir, karena kita tak tahu, daleem maknanya

    BalasHapus
  3. Sama-sama. Terimakasih sudah mampir mba Lisa. 😊

    BalasHapus
  4. Terimakasih mba Cicilia, mba Wiwid dan mba Dewi. Komentar mba2 ini justru menginspirasi. makasih sudah mampir 😘

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah