Langsung ke konten utama

Rekam Na

Rekaman hari ke-11.860

Dua hari setelah Gerhana, lihatlah cerahnya matahari setelah pertemuanya dengan bulan. Panasnya membuat peluh-peluh bercucuran, aku yakin ia pasti lupa daratan setelah ketemuan.

"Kun!!" Tuhan menyerukan.

Perhatikan, angin berhembus dari perlahan menjadi kencang, awan berkumpul berarak-arak menumpangi angin menjelajah daratan. Uap-uap air mewarnai awan terang menuju kelabu..., mendung.

Guntur mulai berteriak diawali malu-malu, mungkin ini intro sebagai pemanasan. Senyumku mengembang menyambut kilat.

"Hai sobat..., lama tak bertemu, jujur aku rindu," bisikku pada cahaya yang mampir sekejap itu.

Hari ini hujan lebat membasahi bumi tempat aku berpijak. Musik alam gegap gempita, orkestra langit membahana, sedang bumi menari menyambut nikmatnya. Alhamdulillah.

"Allahumma shoiyyiban naafi'an," doa kupanjatkan tanda syukurku pada Tuhan pemilik hujan.

Seperti apa aku bersyukur ketika menyambut hujan, begitu pula syukurku karena udara yang kuhirup selama 11.860 hari ini digratiskan Tuhan.

Segala nikmat kudapat. Ayah, Ibu, Abang, Adik, dan tentu saja belahan hatiku, jiwaku, diriku.

Perkenalkan. Namaku Na. Dalam bahasa Korea Na (나) artinya Aku.

Na dikenal sebagai wanita penyabar, sebab dari lahirnya sudah begitu. Sabar menunggu separuh dirinya yang masih betah dalam rahim bunda. Jangan berpikir Na nyangkut ya! Bukan, tapi benar-benar separuh dirinya memang masih berada di dalam, menunggu bidan datang membantu kelahiran.

Lima puluh lima (55) menit, bukan waktu yang sebentar, bagi Na itu cukup lama, dinginnya cuaca sudah tak terasa, sebab Na bermandikan minyak telon usapan bunda. Ketika belahan dirinya telah keluar, maka pemotongan tali pusar segera dilakukan. Selanjutnya, bersama belahan diri, kompak kami berteriak menyambut kehidupan yang entah berapa lama kami akan diberi kesempatan.

Na dan Ka, kami saudara kembar, Alhamdulillah bertahan, lahir dengan berat yang ringan itu butuh perjuangan. Selama pertumbuhan, kegiatan berbagi dan rebutan itu sudah jadi kebutuhan. Contoh kegiatan berbagi yang pernah kami lakukan di antaranya seperti ini,

Satu. Ulangan harian dua kali. Ketika duduk di bangku SMK kami berbagi jawaban ulangan harian. Na yang sebelumnya sudah melaksanakan ulangan harian PAI di kelasnya sendiri, kembali duduk untuk mengerjakan ulangan harian PAI di kelas Ka.

Begitu juga Ka, setelah melaksanakan ulangan harian IPA di kelasnya, kembali mengerjakan ulangan harian IPA di kelas Na.

Dua. Menggantikan Ka saat wisuda. Begini cerita singkatnya, yang kuliah Ka tapi yang wisuda Na. Ka dapat ilmunya, Na dapat groginya saat pemindahan pita toga.

Dan.., masih banyak kegiatan menipu seputar wajah kami yang sama, yang selalu kami kerjakan dengan niat saling berbagi untuk membantu. Tapi tidak melulu menipu, berbagi dalam hal positif bahkan lebih banyak lagi kami lakukan, karena kami sangat tahu mana yang baik dan mana yang bukan.

Berikutnya contoh kegiatan rebutan yang pernah kami lakukan.

Satu. Rebutan tangga tower telkom yang tingginya 50 meter. Dalam rangka olahraga, kami memilih tangga sebagai ajang kekuatan. Hasilnya kami rebutan minum begitu sampai di puncak.

Dua. Rebutan penyakit. pada kondisi ini, Na yang paling sering sakit, tapi setelah sembuh, Ka yang gantian sakit.
Ka bilang, "Aku rebut sakitmu!" ho ho ho..., So sweet.
Na jawab, "Kamu ketularan, tahu?!"

Alhamdulillah, sekarang sudah 11.860 hari berlalu, Ka menunggu kelahiran anak ketiga, sedangkan Na belajar jadi penulis di minggu kedua.

Aku Na, berusaha merekam hari-hari dengan pena. Membaca hikmah di setiap kejadian pemberian-Nya. Tidak saja untuk hidupku. Tapi juga untuk Ka. Tuhan, bahagiakan Ka dan keluarga.

Komentar

  1. waahhh kereennn.. aku juga cita2nya pengen punya anak kembar.. *elus2 perut :D

    BalasHapus
  2. Boleh mba..tar saya tiup (do'ain)dari jauh. Hehehe

    BalasHapus
  3. Boleh mba..tar saya tiup (do'ain)dari jauh. Hehehe

    BalasHapus
  4. Keren, ceritanya melompat-lompat di pikiran. Na dan Ka apa benar berada di alama nyata? Sungguh menjadikan otak begitu penasaran. 😊 ngomong2 saya udah hitung 11.860 hari itu ternyata 32 tahun lebih... Hahaa

    BalasHapus
  5. Suka banget dengan cara bertutur dan penulisannya... semangat terusss yaa..:)

    BalasHapus
  6. Mba Wid, iya ini nyata mba..beneran. hee

    BalasHapus
  7. Terimakasih komentarnya Irman Rahman..anda benar saya sudah 32 tahun menghirup udara.

    BalasHapus
  8. Makasih mba Raida..semangat!!

    BalasHapus
  9. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  11. waaw kembar..pengen deh punya kembaran :D

    BalasHapus
  12. Ternyata kembar...
    Aku juga kembar beda ayah beda Ibu sama Lee min ho ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oyaa..ya ya, saya percaya bang. Hahaha😀😀

      Hapus
  13. Luar biasa fiksi or non fiksi ya? Kalo boleh kasih masukan angka urut 1,2 dsb pake huruf jd lbh enak bacanya dan terkesan murni fiksi serta lbh renyah ( xi..xi maaf sok tau)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap..makasih Mr. Jack. 😀😀

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.6)

-Topeng Ambisi- Seorang laki-laki tergesa-gesa memasuki ruangannya, setengah berlari Ia menghampiri meja kerja dan dengan kasar menarik satu persatu laci-laci yang tersusun rapi pada bagian bawah meja, kemudian mengobrak-abrik isinya. Ketika yang dicari belum ditemukan, Ia beralih pada lemari yang berada di belakangnya. Hal yang sama dilakukan, Ia pun mengacak habis isi lemari untuk mencari sesuatu yang amat berharga baginya.  "Dimana dokumen itu..kurang ajar!" Makinya pada seseorang yang ada dalam pikirannya. "Baiklah..jika ini pilihannya, akan kuturuti permainannya" Desisnya dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tahu, wanita itu tak main-main dengan ancamannya tadi siang. Ambisinya yang terlalu besar dan menggebu-gebu secara otomatis memutuskan hubungan Simbiolis Mutualisme yang selama ini telah mereka jalin sejak setahun terakhir.  Jika bukan karena Mita yang dengan sembunyi-sembunyi memberitahukan padanya bahwa dokumen penting itu telah

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indonesia, J

Topeng (bag.3)

-Masa Lalu- Hera kecil sering kali di- bully oleh teman-temannya. Kala itu ia berusia 8 tahun, tubuhnya yang kecil dan lemah membuat ia menjadi sasaran empuk. Tidak ada satupun yang dapat membantunya, lebih tepatnya tidak ada yang mau. Sepulang dari bermain, sambutan kasar juga ia terima dari keluarga, tepatnya keluarga angkat. Hera diadopsi pada usia 2 tahun. Dengan niat sebagai pancingan agar kedua orang tua angkatnya bisa segera mendapat momongan. Tapi usaha ini belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan.  Saat Hera berusia 10 tahun Ibu angkatnya pun hamil. Kehamilan yang ditunggu-tunggu selama 9 tahun, sebelumnya beberapa kali Ibu angkat Hera ini sudah pernah hamil, sayangnya setiap kali hamil justru ibunya juga mengalami keguguran lagi dan lagi. Kehamilan ketiga kali ini dijaga ketat dan ekstra hati-hati, namun takdir berkata lain, saat ibu angkatnya mengandung pada usia kehamilan 8 bulan, kecelakaan tragis menyebabkan nyawa ibu dan calon adiknya itu melayang. Duka