Langsung ke konten utama

Maaf.."Itu" Terbuka


Siang itu waktu menunjukkan pukul 13.00 wib. Panasnya matahari asyik menjilati kulit, teriknya sampai membuat perih wajah dan pergelangan tanganku yang terbuka, selebihnya tak masalah karena tertutup kain sesuai perintah, Alhamdulillah.

Bus melaju kencang dijalan utama kota. Dengan penumpang penuh sesak berdesakan, bisa dibayangkan suhu didalam terasa semakin panas lengkap dengan udara pengap. Bercampur aroma tubuh-tubuh yang sebelumnya entah mengkonsumsi apa saja, maka hasilnya luar biasa "wangi". Jika sudah begitu, mau bagaimana lagi, menerima dan bersabar adalah pilihan terbaik yang harus dipilih. Pulang dari hiking di luar kota dan kembali dengan bus umum memang sudah biasa kualami. jadi yaa..dinikmati.

Posisiku demikian beruntung sehingga bisa menikmati udara yang berhembus kencang dari luar, tapi jika tak kuat berpegangan, jelas buntung yang akan kudapat. Berdiri didekat pintu masuk bus, walau pegal dikaki terasa menyiksa, namun terbayarkan dengan memandang bebas keadaan jalan raya diluar sana..sangat menyenangkan ketika kendaraan lain melintas, berpacu siapa yang lebih dulu dan siapa yang ketinggalan. 

Dengan posisi lebih tinggi dari kendaraan lainnya, aku bisa melihat hampir keseluruhan pemandangan jalan raya dari pintu bus. Dari sekian banyak kendaraan roda empat dan roda dua, mataku terpaku pada sosok pemuda bertubuh kurus dengan kulit putih bersih, wajahnya tidak tampan namun cukup manis dan enak dipandang.

Entah mengapa aku seperti tersihir mengamatinya lekat-lekat, ekspresinya berubah dari tenang menjadi bimbang, matanya tertuju pada motor yang baru saja mendahuluinya. Seorang wanita, dengan rambut panjang merahnya yang berkibar nakal, lekuk tubuhnya berbungkus baju dengan model terbuka dipundak. Aku salut melihat wanita cantik itu, mengapa dia rela membiarkan tubuhnya terbuka di siang hari dengan panas yang terik seperti ini, apa tidak khawatir jadi hitam kulitnya nanti?, begitulah pikirku, tapi mungkin tidak untuknya.

Sekilas pikiranku memvonis, "laki-laki mah,,ga bisa lihat yang bening..kayaknya ini udah jadi fitrahnya". Aku masih memperhatikan pemuda itu, ia kini menaikkan kecepatan motor untuk mengejar wanita cantik didepannya. Entah apa yang ingin dikatakannya, dia berusaha mensejajarkan posisi motornya dengan si cantik, sayang gagal..tak patah semangat, pemuda itu kembali menyusul dan berhasil, Ia memanggil sicantik dengan sopan. aku memang tak dapat mendengar apa yang ia katakan, namun gerak bibir tipisnya dapat kubaca.

"Mba..mba..maaf, itu..bajunya terbuka" sambil memberi isyarat dengan tangan menyentuh bagian belakang, pemuda itu kemudian melesat cepat setelah yakin pesannya tadi diterima dengan jelas oleh si cantik.

Ooalaahh..aku pikir apa..maaf wahai pemuda manis, aku sempat berburuk sangka padamu. Jelas sudah apa maksud dari ekspresi wajahnya yang berubah setelah didahului si cantik tadi, dan mengapa pemuda itu mengejar si cantik..ternyata hanya untuk memberitahukan bahwa bajunya terbuka di bagian belakang, sehingga celana bagian dalamnya terlihat. Aku sempat melihat rona merah diwajah wanita itu, entah marah atau malu..si cantik pun sigap menarik ujung baju sempitnya yang tersingkap. 

Aku takjub pada pemuda manis itu, ia tak segan menegur hal yang menurutnya salah dan harus segera diperbaiki, Kupikir tak banyak pemuda bisa bersikap seperti itu, bukankah biasanya kita justru menikmati pemandangan gratis didepan mata atau justru malah menghindar mendahului pemandangan yang dianggap menggelikan itu?

Tidak sedikit hal seperti itu kita lihat di zaman baju mini dan tipis sekarang ini. Tak banyak juga yang mau memperbaiki. Seperti pemuda tadi, darinya aku belajar, perbaiki dengan tindakan, lisan atau tangan. jika tak mampu juga, maka perbaiki dengan hatimu, doakanlah!

Sejak saat itu, siapapun yang terlihat olehku duduk manis diatas motor sambil melaju dengan baju minim terbuka atau mungkin tepatnya disebut terangkat, dan memperlihatkan bagian "itu", maka akan kukejar dan dengan sopan  kutegur "tiit..tiitt..maaf mba, itu bagian belakangnya terbuka" sambil memberi isyarat dengan tangan, kutunjuk bagian belakang kemudian berlalu dengan motorku meninggalkannya yang sibuk membetulkan pakaian.

Maafkan aku wahai saudariku, jika memang belum waktunya hidayah itu sampai padamu, ijinkan aku membantumu menutupi hal yang seharusnya tak terbuka. walau hanya sebatas menegurkan sesaat, aku berharap ada rasa malu yang muncul dari hatimu, yang kemudian dapat berlanjut menjadi kesadaran untuk lebih hati-hati dan rapi memilih pakaian yang akan dikenakan.

Kalau bukan kita sendiri, siapakah yang akan menegurkan?
Kalau tidak dimulai dari sekarang, kapankah ada perubahan?

Jadi..siapa yang mau memberitahukan?.. "Maaf..'itu' terbuka"


#ODOP2








Komentar

  1. Kalau bukan kita sendiri, siapakah yang akan menegurkan?
    Kalau tidak dimulai dari sekarang, kapankah ada perubahan?"_setuju bngett,,Hal kecil yang kadang kita abaikan bahwa di sekitar kita mngkin msh banyak perempuan yg butuh untk kita ingatkab ttng pakaiannya..Nice post^^

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah