Langsung ke konten utama

Awan Putih

Awan putih bertumpuk
Terlihat lembut nan empuk 
Terang hari menyihir kantuk
Mata sayu merayu pelupuk

Afa duduk dikursi panjang dengan punggung bersandar ditepi jendela kantor kepala sekolah. Menit-menit berlalu menyambut jam merangkak siang, yang ditunggu belum juga datang.

Berapa lama lagi harus menunggu, Afa menguap panjang melepas kebosanan. matanya terpejam menyambut kantuk yang sedari tadi menyerang. Belum lima menit matanya terpejam sebuah suara memaksanya membuka mata, biru pandangannya saat kelopak mata terbuka.

"Belum dijemput Fa..?" Tanya pak Tama, sambil menghampiri Afa yang sedang duduk didepan kantornya

"Belum pak, setiap hari seperti ini" Afa mengeluh, lelah dan capek terlihat diwajahnya.

"Sabar nak, ibumu pasti datang nanti, apa sudah dihubungi?" Pak Tama mengingatkan Afa.

"Sudah pak, katanya ibu sedang ada rapat" Afa menjawab dengan suara lirih. sedih dan kecewa bercampur jadi satu.

Hal seperti ini sudah tidak asing lagi bagi pak Tama. Afa sejak awal kepindahannya di Sekolah,  selalu menjadi murid yang paling awal diantar dan paling akhir dijemput. Ibunya sangat sibuk, sehingga hari-hari Afa seringkali habis di sekolah, menunggu dan menunggu. Jangan ditanya kemana Ayahnya, lelaki yang harusnya bertanggung jawab atas kehidupan Afa dan ibunya itu telah berbagi dengan yang lain, lebih tepatnya pindah ke 'tempat lain'. 

Afa duduk dikelas VIII, tiga bulan yang lalu Ia pindah dari Bandung, Afa hampir tak pernah menetap lama, paling lama setahun dan paling singkat waktunya menetap hanya enam bulan saja. lingkungan baru membuatnya kurang dalam bersosialisasi, tak banyak teman yang ia kenal bahkan mungkin tak ada yang ia kenal, Afa penyendiri lebih tepatnya Ia sibuk sendiri, sibuk dengan kehidupannya yang tak lengkap tanpa ayah dan kurangnya perhatian dari ibu, namun Afa paham dengan kondisi ibu yang menjadi tulang punggung satu-satunya. Afa tak bisa protes ataupun bertingkah layaknya anak remaja yang mencari perhatian orang tua. Keinginannya hanya satu, bisa menikmati hidup ini dengan senyuman. Garis lengkung dari dua sudut bibir itu tak pernah ada di wajahnya, kaku, datar dan dingin. tak heran jika julukannya di sekolah adalah 'Gunung Es'.

Sendiri berteman sunyi
Menikam sedih menjajah hati
Kosong mata tak berpenghuni
Keluh diam teman sejati


bersambung...

Komentar

  1. Mari..mas Urip. Tapi sunyi gak mau ditemani. Katanya kalau ditemani nanti jadi ramai.

    Setegar semangatnya bang Junaidi.

    Makasih sudah mampir.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.6)

-Topeng Ambisi- Seorang laki-laki tergesa-gesa memasuki ruangannya, setengah berlari Ia menghampiri meja kerja dan dengan kasar menarik satu persatu laci-laci yang tersusun rapi pada bagian bawah meja, kemudian mengobrak-abrik isinya. Ketika yang dicari belum ditemukan, Ia beralih pada lemari yang berada di belakangnya. Hal yang sama dilakukan, Ia pun mengacak habis isi lemari untuk mencari sesuatu yang amat berharga baginya.  "Dimana dokumen itu..kurang ajar!" Makinya pada seseorang yang ada dalam pikirannya. "Baiklah..jika ini pilihannya, akan kuturuti permainannya" Desisnya dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tahu, wanita itu tak main-main dengan ancamannya tadi siang. Ambisinya yang terlalu besar dan menggebu-gebu secara otomatis memutuskan hubungan Simbiolis Mutualisme yang selama ini telah mereka jalin sejak setahun terakhir.  Jika bukan karena Mita yang dengan sembunyi-sembunyi memberitahukan padanya bahwa dokumen penting itu telah

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indonesia, J

Topeng (bag.3)

-Masa Lalu- Hera kecil sering kali di- bully oleh teman-temannya. Kala itu ia berusia 8 tahun, tubuhnya yang kecil dan lemah membuat ia menjadi sasaran empuk. Tidak ada satupun yang dapat membantunya, lebih tepatnya tidak ada yang mau. Sepulang dari bermain, sambutan kasar juga ia terima dari keluarga, tepatnya keluarga angkat. Hera diadopsi pada usia 2 tahun. Dengan niat sebagai pancingan agar kedua orang tua angkatnya bisa segera mendapat momongan. Tapi usaha ini belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan.  Saat Hera berusia 10 tahun Ibu angkatnya pun hamil. Kehamilan yang ditunggu-tunggu selama 9 tahun, sebelumnya beberapa kali Ibu angkat Hera ini sudah pernah hamil, sayangnya setiap kali hamil justru ibunya juga mengalami keguguran lagi dan lagi. Kehamilan ketiga kali ini dijaga ketat dan ekstra hati-hati, namun takdir berkata lain, saat ibu angkatnya mengandung pada usia kehamilan 8 bulan, kecelakaan tragis menyebabkan nyawa ibu dan calon adiknya itu melayang. Duka