Langsung ke konten utama

Romantisme Sunyi (3)

Perempuan Aditya Prana (bag . 2)

Tas punggung berwarna gelap itu kini telah berpindah posisi. Menempel pada punggung tuannya yang lebar dan kokoh. Hatinya telah kuat untuk berpisah dari sang pujaan. Hanya satu janji yang belum ditunaikan. Menemukan belahan jiwa Ariyana yang diambil dari sisinya belasan tahun yang lalu.

Aditya akan menemukannya untuk Ariyana, dan melengkapi kebahagiaan wanita yang sangat Ia cintai itu sejak lama.

Perpisahan itu sungguh menyedihkan. Air mata Ariyana mengalir seperti tak ada habisnya. Ada rasa sesal yang hinggap sesaat dalam hati Aditya karena membuat wanita dihadapannya kembali menangis. Namun janji itu harus ia tunaikan, sebagai wujud cintanya pada kekasih hati.

Lembut dibelainya rambut gadis kecil yang sebelumnya sempat membuat Aditya cemburu, merasa diabaikan dan tersisih.
Waktu melunturkan semua penyakit hati yang menggerogoti Aditya, menerima kelahiran seorang anak dari wanita yang ia cintai, Iswari. Gadis kecil yang tumbuh dengan sangat baik berkat tangan Ariyana.
Tangan yang sama juga pernah membelainya. Penuh kehangatan dan kasih sayang yang jauh sebelumnya juga ia rasakan.

Walau bilangan hari berlalu sejak lama. Kehangatan itu masih sama. Itulah yang membuat hati Aditya terpatri begitu kuat. Tak ada satu namapun yang dapat menggantikannya.

Kesetiaan yang Aditya bangun membuatnya tak peduli dengan tawaran cinta yang lain. Walau wajah-wajah bening nan cantik banyak mengelilinginya. Cintanya tetap satu, untuk Ariyana.

Pernah suatu kali seorang gadis mengungkapkan cintanya pada Aditya.

"Kakak, aku mencintaimu." ungkap gadis itu dengan suara manja.

"Heeh ...?" Aditya mengeluarkan suara tertahan dari mulutnya sebagai bentuk respon untuk meyakinkan apa yang baru didengarnya.

Aditya menoleh sesaat. Menghadapkan wajahnya pada si gadis. Lantas kembali pada aktivitasnya. Tak peduli.

"Kakak .. kakak .. kakaaak ..!" teriak gadis itu tak sabaran.

"Iyaa ...!" sahutnya kemudian, semata-mata hanya untuk menghentikan keributan yang dilakukan gadis itu.

"Aku mencintaimu!" ungkap gadis itu kembali menumpahkan perasaannya.

"Terimakasih, tapi maaf  aku sudah mencintai wanita itu sejak lama." jawab Aditya sambil mengulurkan tangannya menunjuk Ariyana yang saat itu sedang menyiapkan makanan siang.

Gadis kecil itu sontak menangis sejadi-jadinya. Penolakan cinta yang ia terima sungguh menyakitkan.

Iswari, usianya masih lima tahun saat itu. Berlari memeluk Ariyana seraya melampiaskan kemarahannya pada wanita yang dicintai Aditya, kakaknya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah