Perempuan Aditya Prana (bag . 2)
Tas punggung berwarna gelap itu kini telah berpindah posisi. Menempel pada punggung tuannya yang lebar dan kokoh. Hatinya telah kuat untuk berpisah dari sang pujaan. Hanya satu janji yang belum ditunaikan. Menemukan belahan jiwa Ariyana yang diambil dari sisinya belasan tahun yang lalu.
Aditya akan menemukannya untuk Ariyana, dan melengkapi kebahagiaan wanita yang sangat Ia cintai itu sejak lama.
Perpisahan itu sungguh menyedihkan. Air mata Ariyana mengalir seperti tak ada habisnya. Ada rasa sesal yang hinggap sesaat dalam hati Aditya karena membuat wanita dihadapannya kembali menangis. Namun janji itu harus ia tunaikan, sebagai wujud cintanya pada kekasih hati.
Lembut dibelainya rambut gadis kecil yang sebelumnya sempat membuat Aditya cemburu, merasa diabaikan dan tersisih.
Waktu melunturkan semua penyakit hati yang menggerogoti Aditya, menerima kelahiran seorang anak dari wanita yang ia cintai, Iswari. Gadis kecil yang tumbuh dengan sangat baik berkat tangan Ariyana.
Tangan yang sama juga pernah membelainya. Penuh kehangatan dan kasih sayang yang jauh sebelumnya juga ia rasakan.
Walau bilangan hari berlalu sejak lama. Kehangatan itu masih sama. Itulah yang membuat hati Aditya terpatri begitu kuat. Tak ada satu namapun yang dapat menggantikannya.
Kesetiaan yang Aditya bangun membuatnya tak peduli dengan tawaran cinta yang lain. Walau wajah-wajah bening nan cantik banyak mengelilinginya. Cintanya tetap satu, untuk Ariyana.
Pernah suatu kali seorang gadis mengungkapkan cintanya pada Aditya.
"Kakak, aku mencintaimu." ungkap gadis itu dengan suara manja.
"Heeh ...?" Aditya mengeluarkan suara tertahan dari mulutnya sebagai bentuk respon untuk meyakinkan apa yang baru didengarnya.
Aditya menoleh sesaat. Menghadapkan wajahnya pada si gadis. Lantas kembali pada aktivitasnya. Tak peduli.
"Kakak .. kakak .. kakaaak ..!" teriak gadis itu tak sabaran.
"Iyaa ...!" sahutnya kemudian, semata-mata hanya untuk menghentikan keributan yang dilakukan gadis itu.
"Aku mencintaimu!" ungkap gadis itu kembali menumpahkan perasaannya.
"Terimakasih, tapi maaf aku sudah mencintai wanita itu sejak lama." jawab Aditya sambil mengulurkan tangannya menunjuk Ariyana yang saat itu sedang menyiapkan makanan siang.
Gadis kecil itu sontak menangis sejadi-jadinya. Penolakan cinta yang ia terima sungguh menyakitkan.
Iswari, usianya masih lima tahun saat itu. Berlari memeluk Ariyana seraya melampiaskan kemarahannya pada wanita yang dicintai Aditya, kakaknya.
Tas punggung berwarna gelap itu kini telah berpindah posisi. Menempel pada punggung tuannya yang lebar dan kokoh. Hatinya telah kuat untuk berpisah dari sang pujaan. Hanya satu janji yang belum ditunaikan. Menemukan belahan jiwa Ariyana yang diambil dari sisinya belasan tahun yang lalu.
Aditya akan menemukannya untuk Ariyana, dan melengkapi kebahagiaan wanita yang sangat Ia cintai itu sejak lama.
Perpisahan itu sungguh menyedihkan. Air mata Ariyana mengalir seperti tak ada habisnya. Ada rasa sesal yang hinggap sesaat dalam hati Aditya karena membuat wanita dihadapannya kembali menangis. Namun janji itu harus ia tunaikan, sebagai wujud cintanya pada kekasih hati.
Lembut dibelainya rambut gadis kecil yang sebelumnya sempat membuat Aditya cemburu, merasa diabaikan dan tersisih.
Waktu melunturkan semua penyakit hati yang menggerogoti Aditya, menerima kelahiran seorang anak dari wanita yang ia cintai, Iswari. Gadis kecil yang tumbuh dengan sangat baik berkat tangan Ariyana.
Tangan yang sama juga pernah membelainya. Penuh kehangatan dan kasih sayang yang jauh sebelumnya juga ia rasakan.
Walau bilangan hari berlalu sejak lama. Kehangatan itu masih sama. Itulah yang membuat hati Aditya terpatri begitu kuat. Tak ada satu namapun yang dapat menggantikannya.
Kesetiaan yang Aditya bangun membuatnya tak peduli dengan tawaran cinta yang lain. Walau wajah-wajah bening nan cantik banyak mengelilinginya. Cintanya tetap satu, untuk Ariyana.
Pernah suatu kali seorang gadis mengungkapkan cintanya pada Aditya.
"Kakak, aku mencintaimu." ungkap gadis itu dengan suara manja.
"Heeh ...?" Aditya mengeluarkan suara tertahan dari mulutnya sebagai bentuk respon untuk meyakinkan apa yang baru didengarnya.
Aditya menoleh sesaat. Menghadapkan wajahnya pada si gadis. Lantas kembali pada aktivitasnya. Tak peduli.
"Kakak .. kakak .. kakaaak ..!" teriak gadis itu tak sabaran.
"Iyaa ...!" sahutnya kemudian, semata-mata hanya untuk menghentikan keributan yang dilakukan gadis itu.
"Aku mencintaimu!" ungkap gadis itu kembali menumpahkan perasaannya.
"Terimakasih, tapi maaf aku sudah mencintai wanita itu sejak lama." jawab Aditya sambil mengulurkan tangannya menunjuk Ariyana yang saat itu sedang menyiapkan makanan siang.
Gadis kecil itu sontak menangis sejadi-jadinya. Penolakan cinta yang ia terima sungguh menyakitkan.
Iswari, usianya masih lima tahun saat itu. Berlari memeluk Ariyana seraya melampiaskan kemarahannya pada wanita yang dicintai Aditya, kakaknya.
Eh? Ditunggu kelanjutannya kak na.. Penasaran ....
BalasHapusIni msh bersambung kan ya? ditunggu
BalasHapus