Langsung ke konten utama

Balapan

Kutepuk pelan tanda begitu sayang. Terasa empuk menyentuh kulit tangan yang jujur tidak lagi lembut. Mungkin karena terlalu lama dan sering kupakai tangan ini untuk menggenggamnya, erat.

"Teman, mari kita jalan! " kupacu laju kesayanganku, kuda besi. Suaranya lembut mengaum.

Kecepatan motor kuturunkan perlahan saat mendekati tikungan, hendak berbelok. Jalan Raya kali ini cukup lenggang. Jam pagi yang sibuk sudah lewat.

Hampir selesai kuputari tikungan. Tiba-tiba dari samping seorang pengendara menikung tajam, mengambil jalanku. Darah seketika berdesir, hampir saja kukotori bibir ini dengan umpatan.

Refleks kuhindari pengendara itu dengan sedikit gerakan. Aku terpancing, mengejarnya, tak mau kalah. Beberapa menit baru kusadari. Kami melakukan manufer yang indah. Menghindari mobil di depan yang menghalangi laju kendaran bersama. Ia ke kiri, aku ke kanan. Lantas kami bertemu lagi di depan mobil tadi. Beberapa kali kami ulangi hal yang sama, ini mengasyikkan ternyata. Jadi ingin tertawa. Dan justru tanpa sadar aku tertawa.

Sudut mataku menangkap gerakan kepala pengendara di sampingku, masih dengan kecepatan yang sama dan tetap beriringan, tak ingin didahului. Aku menoleh, senyum tipisnya tertangkap mata.

"Ya Tuhan, pemuda berambut gondrong itu manis sekali." batinku mensyukuri, tapi maaf, rambut gondrong dan wajah manis itu tidak bisa mengalihkan fokus dan membuatku kalah.

Jarak tujuanku semakin dekat. Kesenangan dan adu adrenaline ini harus segera berakhir.

"Yuhuuuu.." Kupekikkan puasnya rasa menang ketika membelok di tikungan jalan. Iseng, kupalingkan lagi kepala, hendak melihatnya. Diluar dugaan Ia melambai,  lanjut mengambil jalan lurus. Kurasa ia juga menikmati kejar-kejaran tadi. Entahlah, mungkin saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah