Langsung ke konten utama

Riak Kesunyian (bag.4)

Baca kisah sebelumnya disini

-Ruang Gelap-



Gerimis malam menyanyikan lagu sendu. Apsari tidur dalam mimpi-mimpi mencekam.

"Aaargghhh.. Aaaa.. Aaaaaa." teriaknya pilu tertahan.

Nafas Apsari tersengal-sengal menahan sakit di dada. Ada beban berat yang menindihnya, pun tampak ketakutan seperti dibayangi oleh berpuluh hantu di depan mata, dan lubang hitam besar yang menyedot sendi-sendi hidupnya.

"Aaarrgghh.." teriaknya lagi, kali ini disertai tangis.

"Sari... Sari, tenang nak, tenanglah." Ibu memeluk Apsari erat, mengusap-usap lembut punggung anaknya yang semakin kurus tak terawat. Air mata serta merta membasahi pipi. Menangisi kondisi putrinya.

Sebulan lamanya Apsari menderita. Malam-malamnya selalu diwarnai dengan teriakan dan tangisan dalam igauan tak jelas. Ibu bingung, Apsari tak pernah bicara sejak sebulan yang lalu.

***

"Bagaimana kabar Sari, bu?" tanya Dani khawatir. Ia hampir setiap hari berkunjung, menanyakan kondisi Apsari.

"Masih sama. Dia tidak mau bicara, tidak juga mau bertemu dengan siapapun. Entah apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana ini, Dan?" tangis wanita paruh baya itu akhirnya pecah.

"Boleh aku coba menemuinya, bu?" Dani meminta izin. Ibu mempersilahkan, berharap kali ini putrinya tidak berteriak seperti orang ketakutan jika melihat orang lain masuk ke kamarnya.

Ruang kamar itu gelap, bahkan sinar matahari saja tidak diizinkan masuk. Jendela dan tirainya tertutup rapat. Gadis di atas tempat tidur berukuran besar itu tampak sedang tertidur.

Dani perlahan mendekat. Mengamati wajah sahabatnya itu lekat-lekat. Matanya mulai beradaptasi dengan ruang kamar yang gelap ini. Ia dapat melihat wajah itu.

Ya.. Tuhan, bahkan saat tidurpun tak ada kedamaian di wajahmu, teman. Tangan Dani kini membelai lembut rambut kusut sahabatnya.

"Apsari ..." tertatih, Dani akhirnya bersuara, "You are look so ... mess."

Ingatannya kembali pada kebersamaan mereka terakhir kalinya di alun-alun kota. Selanjutnya Apsari sibuk dengan pekerjaannya di hotel. Beberapa hari kemudian Gadis itu berubah, entah apa yang terjadi. kondisinya sungguh mengkhawatirkan.

"Ada apa denganmu, sayang." bisik Dani lirih, hampir tak kuasa bersuara. Hatinya terluka melihat sahabat yang dicintainya menderita.

***

Tuan Bagas menemui sahabatnya. Ia mengkhawatirkan kondisi Apsari. Gadis manis itu hanya bekerja selama sepuluh hari, kemudian menghilang tanpa kabar. Sejak seminggu yang lalu ia mendengar bahwa Apsari sakit, tapi baru kali ini ia sempat mendatangi sahabatnya untuk menanyakan kondisi gadis itu.

"Seperti itukah kondisinya?" tanya Tuan Bagas tidak yakin dengan apa yang didengarnya dari Pak Budi.

"Ya, Sari tampak depresi berat, tapi tidak ada yang tahu apa penyebabnya."

"Aku turut prihatin, mohon kabari jika ada perkembangan dari Apsari. Aku ingin sekali menemuinya."

"Baiklah, Tuan Bagas, terimakasih atas perhatiannya."

***

Bersambung ...

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah