Baca kisah sebelumnya disini
-Ruang Gelap-
Gerimis malam menyanyikan lagu sendu. Apsari tidur dalam mimpi-mimpi mencekam.
"Aaargghhh.. Aaaa.. Aaaaaa." teriaknya pilu tertahan.
Nafas Apsari tersengal-sengal menahan sakit di dada. Ada beban berat yang menindihnya, pun tampak ketakutan seperti dibayangi oleh berpuluh hantu di depan mata, dan lubang hitam besar yang menyedot sendi-sendi hidupnya.
"Aaarrgghh.." teriaknya lagi, kali ini disertai tangis.
"Sari... Sari, tenang nak, tenanglah." Ibu memeluk Apsari erat, mengusap-usap lembut punggung anaknya yang semakin kurus tak terawat. Air mata serta merta membasahi pipi. Menangisi kondisi putrinya.
Sebulan lamanya Apsari menderita. Malam-malamnya selalu diwarnai dengan teriakan dan tangisan dalam igauan tak jelas. Ibu bingung, Apsari tak pernah bicara sejak sebulan yang lalu.
***
"Bagaimana kabar Sari, bu?" tanya Dani khawatir. Ia hampir setiap hari berkunjung, menanyakan kondisi Apsari.
"Masih sama. Dia tidak mau bicara, tidak juga mau bertemu dengan siapapun. Entah apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana ini, Dan?" tangis wanita paruh baya itu akhirnya pecah.
"Boleh aku coba menemuinya, bu?" Dani meminta izin. Ibu mempersilahkan, berharap kali ini putrinya tidak berteriak seperti orang ketakutan jika melihat orang lain masuk ke kamarnya.
Ruang kamar itu gelap, bahkan sinar matahari saja tidak diizinkan masuk. Jendela dan tirainya tertutup rapat. Gadis di atas tempat tidur berukuran besar itu tampak sedang tertidur.
Dani perlahan mendekat. Mengamati wajah sahabatnya itu lekat-lekat. Matanya mulai beradaptasi dengan ruang kamar yang gelap ini. Ia dapat melihat wajah itu.
Ya.. Tuhan, bahkan saat tidurpun tak ada kedamaian di wajahmu, teman. Tangan Dani kini membelai lembut rambut kusut sahabatnya.
"Apsari ..." tertatih, Dani akhirnya bersuara, "You are look so ... mess."
Ingatannya kembali pada kebersamaan mereka terakhir kalinya di alun-alun kota. Selanjutnya Apsari sibuk dengan pekerjaannya di hotel. Beberapa hari kemudian Gadis itu berubah, entah apa yang terjadi. kondisinya sungguh mengkhawatirkan.
"Ada apa denganmu, sayang." bisik Dani lirih, hampir tak kuasa bersuara. Hatinya terluka melihat sahabat yang dicintainya menderita.
***
Tuan Bagas menemui sahabatnya. Ia mengkhawatirkan kondisi Apsari. Gadis manis itu hanya bekerja selama sepuluh hari, kemudian menghilang tanpa kabar. Sejak seminggu yang lalu ia mendengar bahwa Apsari sakit, tapi baru kali ini ia sempat mendatangi sahabatnya untuk menanyakan kondisi gadis itu.
"Seperti itukah kondisinya?" tanya Tuan Bagas tidak yakin dengan apa yang didengarnya dari Pak Budi.
"Ya, Sari tampak depresi berat, tapi tidak ada yang tahu apa penyebabnya."
"Aku turut prihatin, mohon kabari jika ada perkembangan dari Apsari. Aku ingin sekali menemuinya."
"Baiklah, Tuan Bagas, terimakasih atas perhatiannya."
***
Bersambung ...
-Ruang Gelap-
Gerimis malam menyanyikan lagu sendu. Apsari tidur dalam mimpi-mimpi mencekam.
"Aaargghhh.. Aaaa.. Aaaaaa." teriaknya pilu tertahan.
Nafas Apsari tersengal-sengal menahan sakit di dada. Ada beban berat yang menindihnya, pun tampak ketakutan seperti dibayangi oleh berpuluh hantu di depan mata, dan lubang hitam besar yang menyedot sendi-sendi hidupnya.
"Aaarrgghh.." teriaknya lagi, kali ini disertai tangis.
"Sari... Sari, tenang nak, tenanglah." Ibu memeluk Apsari erat, mengusap-usap lembut punggung anaknya yang semakin kurus tak terawat. Air mata serta merta membasahi pipi. Menangisi kondisi putrinya.
Sebulan lamanya Apsari menderita. Malam-malamnya selalu diwarnai dengan teriakan dan tangisan dalam igauan tak jelas. Ibu bingung, Apsari tak pernah bicara sejak sebulan yang lalu.
***
"Bagaimana kabar Sari, bu?" tanya Dani khawatir. Ia hampir setiap hari berkunjung, menanyakan kondisi Apsari.
"Masih sama. Dia tidak mau bicara, tidak juga mau bertemu dengan siapapun. Entah apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana ini, Dan?" tangis wanita paruh baya itu akhirnya pecah.
"Boleh aku coba menemuinya, bu?" Dani meminta izin. Ibu mempersilahkan, berharap kali ini putrinya tidak berteriak seperti orang ketakutan jika melihat orang lain masuk ke kamarnya.
Ruang kamar itu gelap, bahkan sinar matahari saja tidak diizinkan masuk. Jendela dan tirainya tertutup rapat. Gadis di atas tempat tidur berukuran besar itu tampak sedang tertidur.
Dani perlahan mendekat. Mengamati wajah sahabatnya itu lekat-lekat. Matanya mulai beradaptasi dengan ruang kamar yang gelap ini. Ia dapat melihat wajah itu.
Ya.. Tuhan, bahkan saat tidurpun tak ada kedamaian di wajahmu, teman. Tangan Dani kini membelai lembut rambut kusut sahabatnya.
"Apsari ..." tertatih, Dani akhirnya bersuara, "You are look so ... mess."
Ingatannya kembali pada kebersamaan mereka terakhir kalinya di alun-alun kota. Selanjutnya Apsari sibuk dengan pekerjaannya di hotel. Beberapa hari kemudian Gadis itu berubah, entah apa yang terjadi. kondisinya sungguh mengkhawatirkan.
"Ada apa denganmu, sayang." bisik Dani lirih, hampir tak kuasa bersuara. Hatinya terluka melihat sahabat yang dicintainya menderita.
***
Tuan Bagas menemui sahabatnya. Ia mengkhawatirkan kondisi Apsari. Gadis manis itu hanya bekerja selama sepuluh hari, kemudian menghilang tanpa kabar. Sejak seminggu yang lalu ia mendengar bahwa Apsari sakit, tapi baru kali ini ia sempat mendatangi sahabatnya untuk menanyakan kondisi gadis itu.
"Seperti itukah kondisinya?" tanya Tuan Bagas tidak yakin dengan apa yang didengarnya dari Pak Budi.
"Ya, Sari tampak depresi berat, tapi tidak ada yang tahu apa penyebabnya."
"Aku turut prihatin, mohon kabari jika ada perkembangan dari Apsari. Aku ingin sekali menemuinya."
"Baiklah, Tuan Bagas, terimakasih atas perhatiannya."
***
Bersambung ...
Seperti kerasukan, ya?
BalasHapus