Langsung ke konten utama

Riak Kesunyian (bag.3)

Baca kisah sebeumnya disini.

-Ceria-



Sinar matahari yang masuk dari celah kain selimut membangunkan Greg. Butuh beberapa detik bagi pria tampan itu untuk menyadari dimana ia tidur tadi malam dan bersama siapa kali ini.

Ketika kesadarannya telah purna, ia langsung bergegas merapikan diri. "Shit! I'm late" pesan dari sekretarisnya mengingatkan ada jadwal rapat pagi ini. Greg keluar dari kamar hotel meninggalkan Canda, wanita yang menyambut kepulangannya dari Amerika dengan sangat baik. Ia masih pulas dalam tidurnya.

"Greg Ethan!" teriak seorang wanita dari loby hotel. "kamu kemana sih, tadi malam? Aku mencarimu, sayang." wanita itu menghambur memeluk Greg. Ketampanannya tak mampu membuat wanita itu marah sebab ditinggal begitu saja di arena perkelahian.

"Aku tidak punya waktu menunggumu menyelesaikan perkelahian." alasan Greg benar adanya. Ia juga terlanjur ilfil melihat wanita cantik di hadapannya itu atau bisa jadi, sudah bosan. "Baiklah, lain kali kita akan bertemu lagi. Maaf, aku terburu-buru sekarang."

***

Apsari begitu menikmati pekerjaannya. Walau belum punya pengalaman bekerja, ia dapat menyesuaikan diri dan mampu belajar dengan sangat baik.

"Apsari... " sapa Tuan Bagas yang sedari tadi mengamati pekerjaan keponakan teman baiknya.

"Eh .. Bapak, selamat pagi."

Bagaimana pekerjaanmu, apa ada kesulitan?"

"Tidak ada, pak. Semua berjalan dengan baik." jawab Apsari dengan wajah ceria.

"Baiklah, aku sangat butuh tenagamu untuk mempersiapkan acara besar hotel ini dua hari lagi , selamat bekerja." Tuan Bagas berlalu setelah menepuk lembut pundak Apsari. Ia begitu menyukai gadis itu, mengingatkannya pada seseorang yang pernah mengisi kisah hidupnya, cantik dan penuh semangat.

***

Dani kembali melihat jam tanganya untuk kesekian kali. "Lima belas menit lagi.. " gerutunya tidak sabaran. Ia sudah merencanakan jalan-jalan sore kali ini dengan Apsari. Kembali ditatapnya layar handphone, memeriksa barangkali ada pesan masuk. Sayangnya tidak ada, ia lantas mulai mengetik pesan. Bisa jadi sahabatnya itu lupa dengan janji yang sudah dibuat karena terlalu asik bekerja.

"Daaa ...!" Apsari muncul dari belakang--mengagetkan Dani yang sedang fokus mengetik pesan. hampir saja ia jatuh dari atas motor.

"Uuhh ...,hampir copot jantungku. Kelakuanmu itu, tidak berubah, ya!" gerutu pemuda itu kesal.

"Ahahaha ... sorry ... ahahahaha." tawa Sari pecah mendengar umpatan sahabatnya. Pemuda itu memang selalu jadi sasaran empuk atas keisengannya. Anehnya, Dani tidak pernah marah, bahkan jika Sari sudah keterlaluan.

"Kita berangkat sekarang, keburu tenggelam mataharinya!"

"Siap, bos!" Apsari segera duduk di motor, Melingkarkan tangannya yang putih dan halus pada pinggang Dani, Garis senyum pemuda itu seketika mengembang, ada bahagia yang tak terkira saat dipeluk oleh gadis cantik dibelakangnya. "Dan ..., kok melamun? cepat, dong!" tegur Sari, mengingatkan.

"Eh ... iya iya, aduh... sabaarr, Nyonya!"

Apsari kembali tertawa mendengar sebutan yang disematkan padanya. Perjalanan menuju alun-alun kota begitu menyenangkan diselingi canda dan tawa kedua sahabat itu.

"Cepat Dan .., airnya masih hangat, nih!" panggil Sari setelah duduk dan mencelupkan kakinya ke dalam air.

Alun-alun kota ini berada di tepi sungai. Tempat favorit Apsari dan Dani adalah salah satu tangga yang sudah tidak lagi difungsikan sebagai tempat dimana biasanya perahu-perahu kecil merapat. Jika sudah demikian, mereka akan betah berlama-lama merendam kaki, menikmati sunset hingga hari berubah gelap.

"Sari ...," panggil Dani setengah berbisik.

"Hmm ...," gumam Sari dengan mata yang tetap tertutup. Wajahnya menengadah--menghadap matahari tenggelam.

"Ada yang ingin aku bicarakan." sedikit ragu dan bergetar suara Dani terdengar.

Disaat yang sama, diluar dugaan perut Apsari berbunyi, terdengar seperti lapar. Gadis cantik itu memang belum makan sedari siang tadi. Sontak saja hal itu membuyarkan konsentrasi Dani yang tampak serius hendak membicarakan sesuatu.

"Upss .., sorry, lapar nih. Kita cari makan, yuk!"

"Yaa ... baiklah, ayo!" setengah hati Dani menarik telinga Sari hingga gadis itu segera berdiri.

"Ehh ... kamu mau bilang apa tadi?"

"Gak jadi, ayo cepetan, keburu malam, nih!" Dani kesal.


***


Bersambung ...


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah