Langsung ke konten utama

Rindu Dalam Rindu



Suara lonceng angin berdenting merdu, mengusik kesadaran memanggil ruh kembali masuk dalam jasad yang baru saja lepas dari lelah.

"Kau sudah datang? Sejak kapan? Iya, iya sebentar lagi aku bangun." mataku masih setengah terbuka, betah memeluk bantal lembut seputih awan. "Ohh... baiklah, aku bangun sekarang." sempurna sudah kesadaranku kini, sejak bibir lembut itu menyentuh dahi. Caranya selalu berhasil memaksaku bangun.

Kutatap wajahnya lekat-lekat. Menjelajahi dahi hingga dagu, manis. menawan hati. Senyumnya mengembang, menularkan energi semangat pagi. Kuraih wajahnya, hendak menyentuh, namun sia-sia, hilang.

"Kau pengganggu, tentunya pengganggu yang baik hati." umpatku mengepalkan tangan. Lihat, sekarang dia muncul lagi. Menyunggingkan senyum termanis lantas menghilang di balik pintu.

"Yasa, apa kau sudah bangun?" teriak ibu dari ruang tamu.

"Sudah bu." Aku beranjak keluar kamar menemui ibu lalu mengecup pipinya yang mulai keriput.

"Kau baik-baik saja? Akhir-akhir ini ibu sering mendengarmu bicara entah dengan siapa." tanya dan kalimat protes itu membuat keningnya terlipat, heran.

"Yasa tidak apa-apa, bu. Sehat jasmani dan rohani." jawabku meyakinkan ibu yang kembali sibuk merapikan meja di ruang tamu. Aku berlalu meninggalkan ibu yang kini heran menatap punggung anak semata wayangnya.

Aku memang sehat, bahkan sangat sehat. Sejak lonceng angin itu berdenting setiap pagi, menghadirkan sosok dia yang sudah lama kuikat namanya di jantungku.

Lonceng angin kembali berdenting, kali ini lebih riuh, membuatku mengalihkan pandangan ke teras rumah. Lihatlah! Dia, bayangan yang selalu menemaniku itu sedang asyik memainkan jejeran lonceng angin yang kupasang rapi.

*****

Kau tahu apa hal yang paling membingungkan? Sebuah rasa rindu. Bahkan ada filosofi rindu yang mengatakan bahwa rindu adalah pekerjaan paling sibuk)*. Bagaimana bisa tidak sibuk, jika pada tiap hela jari-jari waktu hanya sebuah nama yang diingat? Seringkali tiba-tiba datang saat kesunyian terhidang dalam khidmat.

Lalu, pada jaringan-jaringan serupa akar di kepala, menumpuklah rasa ingin. Ingin yang memeluk. Menjejali setiap ruang dan bidang hati hingga sesak tumpah ruah. 

Apa aku terlihat berlebihan? Terserah pada siapa yang menilai. Bukankah Sang Nabi pun mengalaminya? Rindu dalam rindu yang membuat Aisyah bertingkah, lalu karena rindu dalam rindu pula tangannya sigap menata rambut gelap sang kekasih sebelum melepasnya pergi. Menggilir.

Rindu kini mengepungku. Membuatku tersandar pasrah pada pemilik semesta. Babak-belur merapal kata ampun mengemis belas kasihan-Nya. 

Kembali, denting lonceng angin semakin riang bernyanyi kala angin mencumbu. Mengantar rindu dalam rindu yang baru saja kulepaskan satu persatu. Bagai sekumpulan kupu-kupu yang terbang bebas, mencari siluet kekasih, hendak menunaikan janji. Terbanglah! 


_________________
* Obi Samhudi dalam Sajak Klandestin, 2016.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.6)

-Topeng Ambisi- Seorang laki-laki tergesa-gesa memasuki ruangannya, setengah berlari Ia menghampiri meja kerja dan dengan kasar menarik satu persatu laci-laci yang tersusun rapi pada bagian bawah meja, kemudian mengobrak-abrik isinya. Ketika yang dicari belum ditemukan, Ia beralih pada lemari yang berada di belakangnya. Hal yang sama dilakukan, Ia pun mengacak habis isi lemari untuk mencari sesuatu yang amat berharga baginya.  "Dimana dokumen itu..kurang ajar!" Makinya pada seseorang yang ada dalam pikirannya. "Baiklah..jika ini pilihannya, akan kuturuti permainannya" Desisnya dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tahu, wanita itu tak main-main dengan ancamannya tadi siang. Ambisinya yang terlalu besar dan menggebu-gebu secara otomatis memutuskan hubungan Simbiolis Mutualisme yang selama ini telah mereka jalin sejak setahun terakhir.  Jika bukan karena Mita yang dengan sembunyi-sembunyi memberitahukan padanya bahwa dokumen penting itu telah

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indonesia, J

Topeng (bag.3)

-Masa Lalu- Hera kecil sering kali di- bully oleh teman-temannya. Kala itu ia berusia 8 tahun, tubuhnya yang kecil dan lemah membuat ia menjadi sasaran empuk. Tidak ada satupun yang dapat membantunya, lebih tepatnya tidak ada yang mau. Sepulang dari bermain, sambutan kasar juga ia terima dari keluarga, tepatnya keluarga angkat. Hera diadopsi pada usia 2 tahun. Dengan niat sebagai pancingan agar kedua orang tua angkatnya bisa segera mendapat momongan. Tapi usaha ini belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan.  Saat Hera berusia 10 tahun Ibu angkatnya pun hamil. Kehamilan yang ditunggu-tunggu selama 9 tahun, sebelumnya beberapa kali Ibu angkat Hera ini sudah pernah hamil, sayangnya setiap kali hamil justru ibunya juga mengalami keguguran lagi dan lagi. Kehamilan ketiga kali ini dijaga ketat dan ekstra hati-hati, namun takdir berkata lain, saat ibu angkatnya mengandung pada usia kehamilan 8 bulan, kecelakaan tragis menyebabkan nyawa ibu dan calon adiknya itu melayang. Duka