Langsung ke konten utama

Ingin Yang Memeluk


Aku beri nama rindu.

Pertumbuhannya begitu cepat, bahkan jika kupangkas berkali-kali. Satu-satunya cara yang dapat dilakukan hanya membiarkannya begitu saja. Ini memang sebuah pilihan dalam bentuk paling pasrah, bahkan teramat sangat pasrah.

Mungkin, cara lain untuk mengatasinya adalah dengan menggila, ketika sedang membunuh waktu. Terjebak dalam kesibukan yang lelah, hingga tulang-tulang tidak lagi mampu menopang tubuh, lalu jatuh terkulai dalam lelap yang damai.

Aku beri nama rindu.

Sebuah rasa yang sejujurnya menyiksa. Menoreh perih kulit sampai ke jantung, kemudian dengan leluasanya perih itu merambat menembus hati,  hingga bernafas pun tidak lagi nikmat, lalu bergerak pun seakan penat.

Aku kehilangan kata-kata.

Tekakku sudah kering berhari-hari.

Mencuri sadar dalam bimbang.

Pikiran-pikiran yang tertawan.

Masih tepekur memandang langit-langit malam. Sepintas lupa, bagaimana cara memejamkan mata. Pada taburan cahaya aku terpaku, tersesat tanpa tahu kemana arahnya.

Dimana aku?

Gaung suaraku sigap mengumpulkan materi-materi membentuk ruang tertutup. Ada banyak cermin di dalamnya. Namun, tidak satu pun bayangku muncul. Ajaib, mata ini hanya mampu menangkap bayanganmu saja di sana.

Wahai! Maka pantaslah jika ini kusebut ingin yang memeluk--Rindu.

Rindu itu seperti memandang lautan luas, tidak ada batas dan tepian, selain harapan. Sketsanya pun samar untuk menjadi nyata, entah kapan tuntasnya. 

Tepat pukul dua belas malam. Aku semakin mabuk, terbius akan kerinduan ini. Seperti penyakit yang perlahan namun pasti memasuki stadium paling tinggi. Disempurnakan jarak yang merenggut habis kendi-kendi nafasku. Aku sakit, bukan sakit sebab penyakit. Aku rindu, sungguh aku merindukanmu!!

Karena merindukanmu adalah caraku berdoa dengan tulus tentang kita.

Ya Fattah ...! Ya Fattah ... ! Bukakan jalan untukku. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.6)

-Topeng Ambisi- Seorang laki-laki tergesa-gesa memasuki ruangannya, setengah berlari Ia menghampiri meja kerja dan dengan kasar menarik satu persatu laci-laci yang tersusun rapi pada bagian bawah meja, kemudian mengobrak-abrik isinya. Ketika yang dicari belum ditemukan, Ia beralih pada lemari yang berada di belakangnya. Hal yang sama dilakukan, Ia pun mengacak habis isi lemari untuk mencari sesuatu yang amat berharga baginya.  "Dimana dokumen itu..kurang ajar!" Makinya pada seseorang yang ada dalam pikirannya. "Baiklah..jika ini pilihannya, akan kuturuti permainannya" Desisnya dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tahu, wanita itu tak main-main dengan ancamannya tadi siang. Ambisinya yang terlalu besar dan menggebu-gebu secara otomatis memutuskan hubungan Simbiolis Mutualisme yang selama ini telah mereka jalin sejak setahun terakhir.  Jika bukan karena Mita yang dengan sembunyi-sembunyi memberitahukan padanya bahwa dokumen penting itu telah

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indonesia, J

Topeng (bag.3)

-Masa Lalu- Hera kecil sering kali di- bully oleh teman-temannya. Kala itu ia berusia 8 tahun, tubuhnya yang kecil dan lemah membuat ia menjadi sasaran empuk. Tidak ada satupun yang dapat membantunya, lebih tepatnya tidak ada yang mau. Sepulang dari bermain, sambutan kasar juga ia terima dari keluarga, tepatnya keluarga angkat. Hera diadopsi pada usia 2 tahun. Dengan niat sebagai pancingan agar kedua orang tua angkatnya bisa segera mendapat momongan. Tapi usaha ini belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan.  Saat Hera berusia 10 tahun Ibu angkatnya pun hamil. Kehamilan yang ditunggu-tunggu selama 9 tahun, sebelumnya beberapa kali Ibu angkat Hera ini sudah pernah hamil, sayangnya setiap kali hamil justru ibunya juga mengalami keguguran lagi dan lagi. Kehamilan ketiga kali ini dijaga ketat dan ekstra hati-hati, namun takdir berkata lain, saat ibu angkatnya mengandung pada usia kehamilan 8 bulan, kecelakaan tragis menyebabkan nyawa ibu dan calon adiknya itu melayang. Duka