Langsung ke konten utama

Akhir Penantian Rindu



"Aku rindu" bisiknya pelan seraya melingkarkan tangan kanan diatas gundukan tanah. Memeluk.

Pedih,  rasa teriris. Penantiaku memang berakhir, namun rindu ini belum usai, Rei.

Di luar area pemakaman. Seorang pria dari kejauhan mengamati Ruth. Lama dan turut hanyut dalam kesedihan yang mengiris. Sama akan dirinya yang juga dirundung rasa serupa.

Isak tangis yang berusaha ditahan wanita itu samar-samar terdengar olehnya. Terbawa angin yang berhembus dingin. Kau sungguh-sungguh kehilangan dia, Ruth?

Hampir tiga puluh menit sejak Ruth merebahkan tubuhnya di samping makam Rei. Isak tangisnya juga tidak lagi terdengar. Merasa curiga, pria tersebut lantas menghampiri.

Awalnya Ia berjalan perlahan, khawatir mengganggu wanita itu. Ia hanya ingin memastikan wanita yang berbaring di sisi makam itu baik-baik saja. Namun Ia merasa curiga begitu melihat tubuh di depannya tidak bergerak selain bernafas.

Ruth,  Ruth ...! panggilnya sambil sesekali mengguncang tubuh Ruth yang lembab oleh sisa-sisa embun pagi. Wanita ini pingsan.

Dengan hati-hati diraihnya kepala dan lutut Ruth, meletakkan di lipatan kedua lengan dan menggendongnya menuju tempat berteduh di ujung area pemakaman. Cukup jauh, karena makam ini terdiri dari banyak blok.

Hujan melengkapi suasana bimbang yang dirasakan pria itu. Baju lembab Ruth perlahan basah. Butir-butir air yang terjun dari langit semakin deras, hingga memaksanya berjalan lebih cepat. Ia sempat bersyukur karena berat tubuh wanita yang dipapahnya cukup ringan.

Tempat berteduh yang dituju pria itu terlihat seperti sebuah bangunan pos. Tidak ada satu orangpun di sana, tampaknya penjaga makam sudah pulang ke kediamannya.

Perlahan, pria yang bernama Rayan  itu menurunkan tubuh Ruth. Meletakkannya dengan hati-hati di atas sebuah bangku panjang yang menempel dengan salah satu dinding. Rambut panjang Ruth yang basah sebagian menempel di tangan Rayan, tertarik saat Rayan akan bangkit berdiri dari posisi jongkok.

Setelah merapikan kembali rambut Ruth. Rayan melepas jaket tebal dari tubuhnya. Menyelimuti Ruth dan berharap dingin bisa diganti dengan kehangatan jaket tebalnya.

Kekhawatiran dan rasa iba menyelimuti Rayan. Melihat wajah mendung Ruth yang tidak berdaya. Berharap wanita itu baik-baik saja dan semoga hujan lekas reda.

Sebuah ketidaksengajaan bagi Rayan, bertemu dengan Ruth. Wanita yang diam-diam dicintai saudaranya, Rei.

Kedatangan Rayan ke makam selain mengunjungi makam ayahnya juga akan mengunjungi makam Rei. Karena berbeda blok, menemui ayah terlebih dahulu adalah pilihan yang ia ambil. Saat akan menuju makam Rei, Rayan melihat seorang wanita yang Ia kenal dari kisah Rei. Sepucuk surat yang dipegang wanita itu, memastikannya.

Kak, kau membuat tugasku semakin berat sekarang. Dan, daftar tugas darimu akan semakin panjang dengan kehadiran wanita ini. Rayan sibuk dengan pikirannya sendiri. Hatinya bergejolak, mengingat memori dua bulan yang lalu.

Bersambung..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah