Langsung ke konten utama

Akhir Penantian Rindu (2)



Pulang dari Indonesia. Rayan mendapatkan dua buah buku dengan tebal masing-masing 500 halaman. Berisi tentang kisah dan perjalanan saudara kembarnya yang bernama Rei, tentang keluarga dan orang-orang yang ia sayang. Pamannya juga menyerahkan sepucuk surat yang dititipkan Rei ketika berkunjung. 

Usai membaca surat tersebut. Rayan segera menemui kakaknya di Rumah Sakit. Kondisi Rei sudah sangat payah. Untuk pertama kalinya dia melihat dan bertemu langsung dengan saudara kandungnya setelah sekian lama terpisah. 

Wajah Rei sama persis dengan wajahnya. Keduanya mewarisi rupa indah dari sang ayah. Tinggi badannya juga sama. Perbedaannya saat itu ada pada tubuh Rei yang semakin lemah. Kanker otak bersarang di kepala, merenggut semua kekuatan usia muda saudara kembarnya.

"Hhmmm ... Rei!" Ruth mulai sadar. Nama Rei masih tersisa di mulutnya.

Tubuh wanita itu terasa kaku. Perlahan-lahan ia menggerakkan tangannya. Mengusap wajah dengan mata masih tertutup, lantas mengambil posisi miring untuk bersiap bangun.

"Ohh... " pekiknya tertahan sambil memegang kepala. Tampak kesakitan, lalu urung beranjak dari posisi semula. Membiarkan tubuhnya untuk beberapa menit kemudian bisa lebih kuat bergerak.

Rayan yang sedari tadi mengamati wajah Ruth diserang tingkah serba salah. Ia khawatir sekaligus takut jika membuat wanita itu kaget bahkan takut ketika melihat wajahnya. Bagaimana ini?

"Hatchiii ... hatchii ..." Ruth bersin dan ini terulang untuk beberapa kali. Mendengar hal itu Rayan dengan spontan menyentuh kepala Ruth. Terasa panas, wanita itu dipastikan demam.

Keadaan diluar sana masih belum mendukung. Hujan semakin lebat. Jauh dari apa yang ia perkirakan. Bagaimana ini? Untuk kesekian kali Rayan bingung.

Mobil yang diparkir cukup jauh dari tempat Rayan berteduh. Melihat kondisi Ruth dengan wajah pucatnya, Rayan berlalu meninggalkan Ruth sendirian. Berlari ke arah tempat parkir dan secepat mungkin kembali ke pos dengan mobilnya. 

Sebenarnya ini tidak dibolehkan, tapi apa boleh buat, keadaan mendukung Ia melakukan itu semua. 

Untuk kedua kalinya kembali Rayan menggendong Ruth, membawanya masuk kedalam mobil dan bergegas menuju ke Rumah Sakit terdekat. 

Ruth masih belum mampu membuka mata. Sesekali mulutnya memanggil nama Rei yang sudah tiada. Mengabaikan Rayan yang setengah ketakutan menghadapi kondisi tak biasa dihadapinya. 

Bersambung..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indone...

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai...

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah ...