Langsung ke konten utama

Mengukir Epitaf



Januari 1492

Iringan Raja Abu Muhammad menaiki kapal dan berlayar menuju Afrika Utara, menyeberangi selat Giblatar bersama rombongan prajurit yang mengawalnya. Wajahnya lelah dengan guratan kecewa, tekanan kekuatan gabungan dari kerajaan Castile dan Aragon berhasil menumbangkan kejayaan Islam dimana Thariq bin Ziyad pernah datang dan menaklukkan Spanyol.

Kasih menatap rombongan Raja yang perlahan menjauh dari sisi dermaga, kesedihan dan kecewa tidak lagi dapat dielakkan.

"Kau tidak perlu menangis, nak! Sejarah akan berulang, ingat ini baik-baik!"

Mendengar seseorang bicara dalam bahasa yang sangat dikenalnya membuat Kasih heran dan mencari-cari sumber suara.

"Anda ..., Laki-laki tua di perundingan arbitrase politik Muawiyyah, bukan?" disanalah Kasih pernah melihat laki-laki tua itu berada. Berdiri bersama pasukan prajurit Khalifah terakhir sebelum keputusan diambil. Sengketa dan bau kecurangan memang terasa. Wajar setelahnya lahirlah berbagai aliran pemahaman akibat keputusan dari perundingan itu.

Belum sempat jawaban keluar dari bibir laki-laki tua, dari kejauhan prajurit-prajurit Kerajaan Castille mulai beraksi melakukan penekanan pada penduduk Granada. Mereka berteriak dengan suara keras dan menakutkan.

"Ya Allah, apalagi sekarang?" gemetar kaki Kasih menyaksikan kembali pembantaian dan penindasan di depan mata.

Tepat pada tanggal 2 Januari, Kembali sejarah mencatat gelombang pemurtadan besar-besaran. Cordova maupun Granada hancur lebur bersama kitab-kitabnya, berikut peradabannya, dan Islam tinggal kenangan di wilayah Eropa. Demikian yang dapat diingat.

Kasih kehilangan fokus, melangkah mundur, serampangan dan jatuh ke laut setelah mendapat tendangan dari salah satu prajurit berkuda yang melewatinya dan kemudian beraksi menekan keyakinan.

Aku mencari jalan, kali ini mungkin didasar laut, kemana selanjutnya?

Pada buram dan asinnya air, tampak anak-anak kecil bermain ayunan, mereka riang dengan untaian-untaian gaun panjang yang mengembang dibawa arus menekan. Tawa-tawa mereka membahana di telinga, karang-karang tajam menggores kulit, kini hanya mampu pasrah dan berserah pada penggenggam jiwa.

Sederhana, aku ingin pulang, hei, kalian tahu arahnya?

*****

15 November 2014

"Sejak kapan perubahan ini terjadi, dokter?"

"Saya belum dapat memastikan sejak kapan perubahannya dimulai, tapi ini terlihat jelas delapan jam yang lalu, ini saja yang dapat saya sampaikan."

"Baiklah dokter terimakasih banyak."

Gibran segera keluar dari ruangan dokter, mempercepat langkahnya menuju ruang ICU. Sesekali ia melepas kasar udara yang keluar dari hidungnya, berharap rongga dadanya mendapat sedikit kelonggaran dari rasa khawatir yang mendesak.

"Apalagi sekarang? Lihatlah, rambutmu mulai memutih. Bangunlah! Aku mulai tidak mampu lagi bersabar." keluhnya pada wanita yang terbaring koma dengan kepungan selang-selang oksigen, infus dan alat vital medis lainnya.

Iya..., aku buta. Sebab siluetmu pahat epitaf di tiap saraf. Menyerap nyawaku perlahan-lahan. 

Kembali rangkaian kata-kata terngiang-ngiang di kepalanya. Terus berulang walau pemilik kalimat itu kini terbaring lemah, tidak berdaya.

"Mungkin, dan bisa jadi sekarang ini justru aku yang buta, lalu perlahan-lahan nyawaku hilang. Jadi kembalilah segera! Itu saja yang aku harapkan." ujar Gibran memecah kebisuan.

Langit malam sepi dari bintang gemintang. Kembali diletakkannya selembar foto siluet ke atas meja. Kepalanya kini rebah diatas lantai dingin beralaskan sehelai kain. Mengingat kembali kejadian aneh yang menimpa mereka seminggu yang lalu.

Bersambung..

Komentar

  1. Eh, kejadian apa?

    Oke... Okee.. Sabar menanti

    BalasHapus
  2. cerita bersambung... buka tenda dulu, pasang kompor, masak aer buat ngopi 😮😮

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya ikut tenda ini.. mumpung lengkap peralatannya..

      Hapus
    2. Ikut juga ah tenda ini..ngopi sambil nyimak cerbung keren

      Hapus
    3. eh, di sini rame ya? ikutanlah kalau gitu :3

      Hapus
  3. Waduh.. Banyak tamu rupanya. 😅😰

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.6)

-Topeng Ambisi- Seorang laki-laki tergesa-gesa memasuki ruangannya, setengah berlari Ia menghampiri meja kerja dan dengan kasar menarik satu persatu laci-laci yang tersusun rapi pada bagian bawah meja, kemudian mengobrak-abrik isinya. Ketika yang dicari belum ditemukan, Ia beralih pada lemari yang berada di belakangnya. Hal yang sama dilakukan, Ia pun mengacak habis isi lemari untuk mencari sesuatu yang amat berharga baginya.  "Dimana dokumen itu..kurang ajar!" Makinya pada seseorang yang ada dalam pikirannya. "Baiklah..jika ini pilihannya, akan kuturuti permainannya" Desisnya dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tahu, wanita itu tak main-main dengan ancamannya tadi siang. Ambisinya yang terlalu besar dan menggebu-gebu secara otomatis memutuskan hubungan Simbiolis Mutualisme yang selama ini telah mereka jalin sejak setahun terakhir.  Jika bukan karena Mita yang dengan sembunyi-sembunyi memberitahukan padanya bahwa dokumen penting itu telah

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indonesia, J

Topeng (bag.3)

-Masa Lalu- Hera kecil sering kali di- bully oleh teman-temannya. Kala itu ia berusia 8 tahun, tubuhnya yang kecil dan lemah membuat ia menjadi sasaran empuk. Tidak ada satupun yang dapat membantunya, lebih tepatnya tidak ada yang mau. Sepulang dari bermain, sambutan kasar juga ia terima dari keluarga, tepatnya keluarga angkat. Hera diadopsi pada usia 2 tahun. Dengan niat sebagai pancingan agar kedua orang tua angkatnya bisa segera mendapat momongan. Tapi usaha ini belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan.  Saat Hera berusia 10 tahun Ibu angkatnya pun hamil. Kehamilan yang ditunggu-tunggu selama 9 tahun, sebelumnya beberapa kali Ibu angkat Hera ini sudah pernah hamil, sayangnya setiap kali hamil justru ibunya juga mengalami keguguran lagi dan lagi. Kehamilan ketiga kali ini dijaga ketat dan ekstra hati-hati, namun takdir berkata lain, saat ibu angkatnya mengandung pada usia kehamilan 8 bulan, kecelakaan tragis menyebabkan nyawa ibu dan calon adiknya itu melayang. Duka