Goggle |
Kamu datang dengan segenap ketakutan, nafas menderu, gelisah. Aku tidak mampu berbuat apa-apa selain menatapmu dalam diam. Biarkan saja dulu waktu bekerja, akan ada bagianku setelahnya.
Tanganmu mengulur, meraih bahuku, sigap kupeluk tubuh lusuhmu, haru. Mata kita bertemu, penuh hasrat kau jelajahi tubuhku, mencari kehangatan serupa, seperti sebelumnya dalam inginmu.
Lagi kutatap matamu, kamu berkisah tentang syurga yang terampas. Kicauan burung yang meninabobokan, harum dedaunan melambai, dibelai angin, lalu desiknya bangkitkan hasrat laparmu, sedang aliran sungai tidak pernah bisu, hatimu merekah dalam cinta.
Tangismu seketika pecah, bahasa tubuh tidak sepenuhnya membuat otak kecilku paham. Latar belakang yang jauh dari pepohonan membuatku gamang selain membaca barisan aksara pada lembar-lembar kulitnya yang dijilid rapi. Kutawarkan nikmatnya cairan murni yang keluar diantara kotoran dan darah. Kamu suka.
Lagi kutatap matamu yang kini berbinar terang. Ada kisah kehidupan liar di sana. Dari pepohonan tengkawang berayun menuju meranti merah, lalu mencicip berbagai jenis kayu ara dan sebangsa matoa. Surut dahagamu, hilang dalam cekungan dan lubang batang pepohonan. Indah.
Masih matamu berkisah, kini ada api di dalamnya. Makhluk-makhluk beringas merampas perawan alammu, tamak rampas pakaianmu, bahkan nyaris merenggut nyawamu. Pilu isakmu takut dan lemah, hampir pasrah namun tidak rela.
Sabarlah, sabar!
Ribuan detik yang lewat belum cukup memeluk hangat, bayang ketakutan berkelebat serupa setan tak kenal insaf tiupkan hawa takut hingga ciptakan getar halus di tubuhmu, kamu lantas berteriak.
Apalagi ini? Aku tidak mengerti.
Tenanglah sampai dengan fajar tiba. Suara kokok ayam pertama tak kalah merdu dengan desau nyanyian hutanmu. Aku tawarkan kehidupan baru, diantara dinding kokoh, tak akan ada jeruji sampai dengan kamu mampu bertahan dalam tenang dan diam. Kamu akan belajar banyak sampai dengan takdir membawamu kembali ke hutan, jika Tuhan ijinkan.
Fajar hampir tiba, rintihanmu kembali mengiris sisi hati. Mataku terlalu lelah menangkap maksudmu, namun terjaga seutuhnya ketika melihatmu nekat berlari sendiri tepat ketika kokok ayam pertama berbunyi.
Kamu tidak sudi menunggu takdir Tuhan. Menjemputnya menjadi pilihan, kembali atau mati sekalian.
Rasa ingin tahu tentang syurga hutan hujanmu menyeret langkah lelahku, menyusul kamu yang meninggalkan iba di ruang hati. Tinggalkan tenda kecil yang seharian kita tempati, aku khawatir akanmu, luka di sekujur tubuhmu dan tentu saja cairan murni diantara kotoran dan darah ini masih tersisa, sayang jika harus dibuang.
Sinar Surya sedikit ditangkap tanah, kanopi hutan rakus menyerap semuanya, dingin dan lembab. Siang seakan malam.
Kamu dimana?
Suara-suara mengiring perjalanan, simfoninya Indah. Takjub aku dengan hijau dedaunan, cendawan-cendawan gemuk dan lumut-lumut yang bersarang berpadu dengan nafas serangga-serangga, cicitan burung dan di kejauhan, kera ekor panjang berteriak lantang mencari perhatian lawan.
Seketika pertanyaanku berubah, aku bagaimana? Tidak ingin pulang, syurga di hutan hujan menjerat hasratku lanjutkan hidup tertekan. Hijaunya mencuci bersih kalut takdirku.
Tajuk rindang kanopi hutan panjang membentang, sekelompok mawas sedang berpesta pora, menjejal Simpur laki, Belungai dan Terap dalam mulut mereka. Kucari kamu diantaranya, ada, namun timah panas terlalu cepat menembus dadaku. Pemburu salah arah, aku terpaksa melayang, menyusul makhluk-makhluk asing yang tampak tak kasatmata, mereka indah dengan mahkota rangkaian bunga di kepala dan sayap-sayap hijaunya mengepak ciptakan hujan.
Mata kita bertemu, aku tak akan menahanmu, syurga di hutan hujan yang hijau sungguh memabukkan dan aku hanya ingin ucapkan, Kamu bahagialah!
yayasanpalung.wordpress.com |
#MU-II-15
Juara deh kak na klo buat beginian...
BalasHapusAhahaha, makasih, mba Cian
Hapuskeren pendeskripsiannya kak Na
BalasHapusMakasih, bang Ian
HapusMawas itu jenis bunga bukan yah ?
BalasHapusMawas,nama lain dari orangutan, Aa.
Hapussatu aja ih..keren
BalasHapusMakasih, mba Wid.
HapusMawas itu bahasa apa mbak? Dayak kah?
BalasHapusMawas nama lain dari orang utan yang berasal dari bahasa Melayu. Mawas artinya 'orang' yang berarti manusia dan 'utan' berarti hutan.
HapusIhh bahasamu kerenn kaa😍
BalasHapusTerimakasih, Mba Iput.
Hapus