Langsung ke konten utama

Selendang



Tubuh kita basah dipayungi selembar selendang bianglala pada gerimis sisa hujan.

Padahal sudah kauingatkan tentang payung sewarna langit senja. Aku justru meninggalkannya di sisi rumah.

Lihat, di atas sana!

Ada jembatan bidadari berpagut rona jingga surya, kau percaya? Mereka turun kala hujan gerimis di sisa hujan.

Jangan! Jangan ditunjuk, mereka makhluk halus yang mudah sekali tersinggung.

Cukup lihat saja baik-baik! Indah, bukan?

Tapi, aku justru lebih menikmati indah warna matamu yang berkilatan.

Ohh ... tidak! Penyakitku kambuh, dan ajaibnya bahumu adalah penawar paling ampuh. Kuresap romantisme hangat tubuhmu dalam pelukan, lantas mendekap lebih lama.

Dengar, ada yang ingin kusampaikan!

Ketika nanti ragaku ditelan bumi, aku ingin sebelumnya dapat mengirimkan sajak-sajak ke dalil-dalil nafasmu.

Kamu adalah bianglala, selendangi hati saat spektrum warna-warni rasanya kuteguk perlahan.

Merah, dengan kamu adalah setengah jiwa yang berdiam di paru-paru dan kuikat di jantungku.

Jingga, dengan kamu adalah penantianku ketika senja luruh.

Kuning, dengan kamu adalah objek tulisanku, isi peti imaji yang begitu mengganggu namun jujur aku suka.

Hijau, dengan kamu adalah penawar sakit yang kunamai rindu.

Biru, dengan kamu adalah doaku yang digenggam Tuhan lewat waktu.

Ungu, dengan kamu adalah airmata ketika kukenal dalam luka.

Lengkap dengan abu-abu, dimana kamu adalah kisah yang kutulis dalam rinai dan tetes air hujan.

Kamu adalah bianglala, selendangi hati saat spektrum warna-warni rasanya kuteguk dengan sabar.

Sedangkan aku hanya putih dalam bentuk pucat pasi.

Ohh ... tidak! Salah satu warna itu merembes di sudut bibirku, merah. Sakitku kambuh dan bahumu adalah penawar paling ampuh.

Dengar, ada yang ingin kusampaikan!

Ketika nanti ragaku ditelan bumi, aku ingin sebelumnya dapat mengatakan;

Aku mencintaimu dan kamu yang menjadi cinta itu.

Aku mencintaimu seperti hujan, hujan adalah airmata. Aku mengenal airmata lalu mengenal bahagia.

Aku mencintaimu seperti bianglala, dengan spektrum warna-warninya selendangi tubuh, abadikan kisah sebelum aku menutup mata.

Aku mencintaimu dan dunia perlahan menghitam, gelap.

Tubuh kita basah dipayungi selembar selendang bianglala pada gerimis sisa hujan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indone...

Blog Jadi Media Belajar, Kenapa Tidak?

Blog sebagai Media Pembelajaran  Resume ke-5 Gelombang 29 Rabu, 28 Juni 2023 Narasumber: Dail Ma'ruf, M. Pd Moderator: Helwiyah, S. Pd, M.M.  KBMN 29 - Pertemuan kelima dilaksanakan pada Rabu, 28 Juni 2023. Bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha.  Narasumber kali ini adalah seorang alumni KBMN gelombang 20. Beliau adalah Bapak Dail Ma'ruf, M. Pd yang akan membawakan materi 'Blog sebagai Media Pembelajaran'. Dimulai dengan kisah 'nol'-nya dalam dunia menulis, Pak Dail meyakinkan peserta bahwa jika punya niat dan kemauan, maka apa yang dicita-citakan akan terwujud. "Blog dan media pembelajaran itu apa?" Pak Dail memantik pertanyaan untuk mengurai materi yang akan disampaikannya.  Sejarah adanya blog, dikenal pada awal reformasi tahun 1998 oleh Jhon Barger.  Awalnya blog hanya dijadikan sebagai media untuk menulis buku harian, tapi kemudian berkembang hingga menjadi 12 jenis, di antaranya ada blog pendidikan, pribadi, sastra, bertopik, hukum, agama, bisnis...

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang d...