Langsung ke konten utama

Lacertilia


Pada langit kutatap luasnya, sambil melipat kening, kurapal makhluk bernama kadal berulang-ulang. Bukan main, makhluk berdarah dingin itu bersatu menjadi anak-anak bangsa.

Lacertilia, ohh … Lacertilia, licin walau tanpa lendir, berkilau dengan warna pelangi memukau mata, lidah-lidah panjangnya pandai nian menari-nari, menangkap mangsa.

Lacertilia, ohh … Lacertilia, di masa nenek moyang yang telah purba, kau dipuja laksana penguasa alam, Boraspati ni Tano, berdiam diri di tanah, menjaga kesuburan.

Pada jejak Romawi, kau lambangkan kebiasaan penyembah matahari yang mencari ketenangan jiwa, kematian sementara dan kebangkitannya. Serupa Yin dalam simbol spiral ganda, iman berpusat pada bumi lewati arus duniawi dan semesta.

Lacertilia, ohh … Lacertilia. Kini zaman berubah, maknamu dusta di mulut mereka yang menebar pesona, demi kursi mencapai langit, mulut mereka berbuih tawarkan janji sejahterakan penduduk Negeri, lahirkan buih-buih lautan, diterjang efemoral.

Buih-buih lautan itu meletus satu persatu diiring tangis-tangis pilu menusuk kalbu, ohh ... tentu saja suara tawa yang lebih mirip cekikikan itupun menggema, meraung-raung penuh pesona.

Buih-buih basahi kartu sakti bertebaran, anak-anak masih asik bermain nyawa di jalan raya, harusnya mereka sekolah, bukan?

Lagi, buih-buih serupa liur dengan kandungan asam lambung mekar di kartu sakti, bernyanyi, biarkan si sakit goyang meriang sambil merinding, baris antriannya banyak yang mati dengan ganjalan perih, tanda tanya membumbung, hampa tanpa jawaban, ikhlas saja. Nyawa-nyawa murah di kelas papa.

Sederhananya wajah-wajah menengadah dikadali pemberi janji. Buih liurnya ciptakan perih.

Lacertilia, ohh … Lacertilia. Jika kau pecinta, kau hanya penikmat sesaat. Rasakan laju desir darah menantang adab. Cinta dua sejoli meleleh dibakar api asmara, lupa sumpah dan lupa segala, suhunya terlalu panas dilewatkan.

Dikadali, korban mabuk perasaan kini berjalan di jembatan dan gedung tinggi. Cari sensasi, pilih mati.

Lacertilia, ohh … Lacertilia,  kembalilah ke makna purba!



#MU-II-16

Komentar

  1. Waw keren kak na

    Mulai paham nih aku sedikit2 baca diksi tingkat tinggi macam ini

    BalasHapus
  2. Iiiiiiihhhh lacertilia!!!! 😱😱😱 itu musuhku!!!

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah