Langsung ke konten utama

Kembali ke Cahaya



"Bu, tunggulah disini! Sebentar saja, Aku akan segera kembali."

Umar berlari sekuat tenaga. Meninggalkan gubuk kecil di belakang punggungnya. Sesekali giginya berbunyi menahan dingin yang semakin tajam menusuk kulit.

"Kamp Khan Younis... Khan Younis..." berulang-ulang bibir mungil Umar merapal nama tempat pengungsi yang terletak jauh di sebelah selatan jalur Gaza.

Musim dingin membentang, menekan dan mencekam keluarga-keluarga miskin di pengungsian. Sesekali bantuan datang dari berbagai pihak. Tentunya dengan segala kesulitan melewati jalan masuk ke jalur Gaza. Banjir yang timbul akibat blokade yang berlangsung lama juga melengkapi usaha para sukarelawan yang hendak membagikan bantuan.

"Di sana ada makanan, ada pakaian tebal, jika beruntung, kau juga bisa meminta selimut." Begitu berita yang Umar peroleh dari teman dan tetangganya yang mengungsi beberapa hari yang lalu.

"Ya..., semoga aku beruntung. " Umar berbicara pada dirinya sendiri. Bentuk hiburan untuk menepis ketakutan akan rasa lapar dan dingin yang menyerangnya.

Sesekali ia harus bersembunyi, berjalan mengendap-endap agar tidak terlihat oleh tentara-tentara beraroma busuk. Begitu cerita yang didengarnya dari Awad, salah seorang teman yang tertangkap namun beruntung dilepaskan setelah puas dihujani siksaan. Mereka benar-benar  beringas. Bagai samsak di arena latihan, mereka menyarangkan pukulan dan tendangan ke tubuh Awad.

Akhir-akhir ini tentara-tentara Israel lebih sering menangkap anak seusianya. Mereka tidak butuh alasan untuk menangkap, memukul kemudian memenjarakan anak-anak sepertinya. Bahkan jika ada yang terlihat mendekati tembok-tembok perbatasan saja, itu sudah cukup menjadi alasan penangkapan.

Umar masih mengendap-endap, berjalan lebih hati-hati dan berusaha sebaik mungkin untuk bisa melewati kumpulan tentara. Di kepalanya terlintas bayangan ibu yang terbaring dengan badan yang semakin lemah.

"Berhenti ...!"

Sempurna sudah udara dingin yang Umar rasakan. Ia kini tidak dapat membedakan mana hawa dingin yang berasal dari musim dingin, dan mana hawa dingin dari rasa takut yang menyengat tubuh ketika laras panjang menyentuh pundaknya.

Perlahan Umar mengangkat wajah.  Menatap lurus ke depan. Ada cahaya terang yang menyilaukan mata. Membuat nafasnya tertahan.

****

Letupan kecil dari tumpukan kayu di perapian memecah sunyi ruang tamu yang juga berfungsi sebagai ruang tidur dan ruang makan. Jangan tanyakan dimana dapur dan kamar kecil untuk membuang hajat. Seminggu yang lalu ruangan-ruangan itu berubah menjadi puing-puing, rata dengan tanah dan berbaur dengan sisa-sisa bangunan lainnya. Daerah di tempatnya tinggal memang masih menyemai serangan tentara-tentara Israel yang memburu pasukan militan.

"Umar... Umar!"

Lirih suara ibu memanggil anak yang tersisa satu-satunya. Ketiga anak laki-lakinya yang lain telah menyusul suami tercinta, menjelma burung-burung hijau menghuni syurga.

"Umar... Umar!"

Kembali ibu memanggil Umar. Tenggorokannya terasa kering. Haus luar biasa. Matanya yang rabun menangkap cahaya terang. Ada perasaan aneh yang menyelinap di dada, antara khawatir, takut dan rasa ingin tahu. Kakinya yang lemah dan sebelumnya terasa berat kini menjadi lebih ringan. Ibu melangkah ke arah cahaya.

****



#gambar-Suara Palestina
#musim dingin di Gaza

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.6)

-Topeng Ambisi- Seorang laki-laki tergesa-gesa memasuki ruangannya, setengah berlari Ia menghampiri meja kerja dan dengan kasar menarik satu persatu laci-laci yang tersusun rapi pada bagian bawah meja, kemudian mengobrak-abrik isinya. Ketika yang dicari belum ditemukan, Ia beralih pada lemari yang berada di belakangnya. Hal yang sama dilakukan, Ia pun mengacak habis isi lemari untuk mencari sesuatu yang amat berharga baginya.  "Dimana dokumen itu..kurang ajar!" Makinya pada seseorang yang ada dalam pikirannya. "Baiklah..jika ini pilihannya, akan kuturuti permainannya" Desisnya dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tahu, wanita itu tak main-main dengan ancamannya tadi siang. Ambisinya yang terlalu besar dan menggebu-gebu secara otomatis memutuskan hubungan Simbiolis Mutualisme yang selama ini telah mereka jalin sejak setahun terakhir.  Jika bukan karena Mita yang dengan sembunyi-sembunyi memberitahukan padanya bahwa dokumen penting itu telah

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indonesia, J

Topeng (bag.3)

-Masa Lalu- Hera kecil sering kali di- bully oleh teman-temannya. Kala itu ia berusia 8 tahun, tubuhnya yang kecil dan lemah membuat ia menjadi sasaran empuk. Tidak ada satupun yang dapat membantunya, lebih tepatnya tidak ada yang mau. Sepulang dari bermain, sambutan kasar juga ia terima dari keluarga, tepatnya keluarga angkat. Hera diadopsi pada usia 2 tahun. Dengan niat sebagai pancingan agar kedua orang tua angkatnya bisa segera mendapat momongan. Tapi usaha ini belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan.  Saat Hera berusia 10 tahun Ibu angkatnya pun hamil. Kehamilan yang ditunggu-tunggu selama 9 tahun, sebelumnya beberapa kali Ibu angkat Hera ini sudah pernah hamil, sayangnya setiap kali hamil justru ibunya juga mengalami keguguran lagi dan lagi. Kehamilan ketiga kali ini dijaga ketat dan ekstra hati-hati, namun takdir berkata lain, saat ibu angkatnya mengandung pada usia kehamilan 8 bulan, kecelakaan tragis menyebabkan nyawa ibu dan calon adiknya itu melayang. Duka