Tiba-tiba aku merasa lemah. Pandanganku mulai buram. Samar-samar masih kutangkap suara para peserta membaca surah. Apa benda sepertiku juga bisa kerasukan. Tepat enam detik kemudian, aku merasakan tubuh ini melayang. Sebelum menyentuh lantai dan berderai, masih kutangkap suara Mery yang cekikikan.
"Sudah dapat dipastikan kali ini akan gagal. Acara ini, tujuan mereka dan tugasku, semua akan gagal." batinku
Tiga hari ini tugas menyetorkan bacaan surah Al-Jinn dengan tartil menjadi ujian bagi para peserta calon guru tahsin. Indikasi semacam kejadian kali ini memang tidak asing lagi. Demikian penjelasan ustadz Rozi disela-sela meladeni Mery yang mulai lemah. Makhluk halus di dalam tubuhnya mungkin sebentar lagi akan menyerah.
"Yang sudah baikan, setorkan lagi tugas hafalan yang tadi!" perintah ustadz pada peserta calon guru tahsin.
Tinggal Mery yang masih bertahan. Tubuhnya bergetar. Perlahan ia merangkak mendekati Ustadz Rozi. Tangannya menggapai-gapai hendak meraih wajah orang yang hampir setengah jam ini melantunkan ayat-ayat suci.
Lima belas menit berlalu. Satu persatu peserta mulai lemah. Beberapa sudah duduk bersila dengan wajah sembab dan kerudung yang basah oleh air liur dan airmata.
Di sudut ruangan, Suci sedang menangis. Raungannya pilu menyayat hati. Lain Suci, maka lain pula yang dialami Yaya. Gadis berkacamata itu justru sedang kesakitan memegang perutnya.
Kali ini suara Mery terdengar lebih kasar, matanya memerah dan berair. Aku memperhatikannya dari jauh, merekam semua gerak-gerik semampu kekuatan memoriku. jelas sekali Mery tidak sedang menangis. Ada setumpuk bara di atas ubun-ubunnya.
"Aku tidak suka! Dan tidak boleh ada yang belajar di sini!" teriak Mery kalap.
"kenapa?" tanya Ustadz Rozi selaku ketua penyelenggara kegiatan. Tangannya menggenggam map berwarna hijau. Ketenangan terlihat dari wajahnya. Bapak yang memiliki satu anak ini mungkin sudah terbiasa dengan kondisi yang seketika bisa berubah, bahkan diluar dugaan sekalipun.
"Sudah aku katakan dari awal, hentikan kegiatan kalian. Ini tidak boleh diteruskan." Mery menyela dengan suara yang terdengar aneh. Kelembutan suaranya hilang, berganti menjadi lebih berat dan serak.
"Hahaha... Hahahah..., cukup..., cukup!" pinta Ranti sembari mengangkat kedua tangannya lebih tinggi, ia mulai tidak kuat dengan rasa geli yang menusuk-nusuk ulu hati.
Raungan, gelak tawa pecah silih berganti. Sesekali teriakan-teriakan kesakitan terdengar dari dalam rumah putih bergaya minimalis.
------------------------
*mulailah membaca dari paragraf terakhir
#Days6
#30DWC
#OneDayOnePost
Komentar
Posting Komentar