Langsung ke konten utama

Rekam Ramadhan-ku (bag.1)

sumber: Google


Jam menunjukkan pukul 15.00 wib. Lima menit lagi azan akan berkumandang. Sudah dari sepuluh menit yang lalu kurebahkan tubuh diatas lantai, terasa dingin meski cuaca di luar sana panas. Kemarau mungkin akan sedikit lebih lama kali ini, entahlah.

Anak-anak sedang memanfaatkan waktu istirahat mereka di luar kelas. Ada yang memutuskan untuk mandi di asrama dan ada pula yang izin untuk mandi di rumahnya saja, berhubung jaraknya dekat dari sekolah. Silahkan! Sebab kondisi air di sekolah sedang sekarat, padahal melihat laporan BOS yang pernah kususun, pengeluaran sekolah untuk pembayaran rekening air bersih ini tidak sedikit. Angkanya cukup besar dan tentu saja tidak pernah telat membayar. Tapi kenyataannya, air tampak sangat kewalahan mengalir di sini.

“Amma…!” seorang gadis manis mendatangiku. Wajahnya tertunduk lesu, walau sebelumnya ia menyapa dengan wajah manis, tetap saja tersirat kesedihan di sana.

“Iya. Eh.. kakak Lala, gak mandi?” tanyaku sedikit berbasa-basi, sudah dapat kuperkirakan sekian detik berikutnya airmata itu akan muncul.

Lala hanya menggeleng, aku tahu maksudnya. Dia bukannya tidak ingin mandi, melainkan belum waktunya untuk mendapatkan giliran mandi. Anak-anak sudah membuat antrian masing-masing di setiap grup, dan Lala pun demikian. Ini dapat kupastikan setelah melirik sekilas kantong yang dibawanya, berisi peralatan mandi dan pakaian ganti.

Benar saja, ketika kutanyakan ‘ada apa’, airmatanya seketika mengalir, mencipta sungai kecil membelah kedua pipi yang tampak lembut itu. Aku hanya bisa diam, kemudian memperhitungkan kemungkinan penyebab airmata itu lahir semakin deras. Tidak ada hal yang lain, ini pasti berhubungan dengan kesulitannya dalam menghafal. Aku hafal betul karakter gadis manis satu ini. Ambisi tingkat tinggi.

“Ada siapa saja di kelompok kakak?” kali ini bukan pertanyaan basa-basi yang kuucapkan, aku bisa mengukur penyebabnya dari teman-teman grup Lala.

Cukup lama waktu yang dibutuhkan Lala untuk menjawab pertanyaanku. Walau sungguh, ini pertanyaan yang sangat mudah. Berhubung isak-tangisnya belum reda, kubiarkan saja dulu ia puas sebelum menjawab pertanyaanku.

“Ada Ufi ..., Raisa ..., dan …” suaranya kembali terputus. Lala kembali melanjutkan acara menangisnya, aku cukup maklum hanya dengan mendengar dua nama itu, bagiku sudah cukup menjelaskan bagaimana Lala akhirnya menemukan kesulitan dalam menghafal pada kegiatan Mukhayyam AlQur’an kali ini.

Kuusap dan kutepuk pelan lututnya. Entahlah, apa itu untuk menenangkan atau membuatnya segera berhenti menangis. Tapi yang pasti aku sedang ingin bercerita. Dan tepat, caraku itu membuat Lala mengangkat kepala, kemudian menghadapkan wajahnya padaku, tentu saja dengan mata yang sekarang tampak sembab. Alhamdulillah, aliran sungai yang membelah pipinya sudah sedikit berkurang.

Sungguh, Aku tidak pakar dalam menasehati, membujuk atau memberi saran serta tips-tips jitu mengatasi masalah (tanpa masalah). Aku hanya bisa bercerita, berharap mereka yang mendengarkan bisa mengambil hikmahnya.

“Dengar, Kak! Amma punya cerita.”

--------------------------

Bersambung…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.6)

-Topeng Ambisi- Seorang laki-laki tergesa-gesa memasuki ruangannya, setengah berlari Ia menghampiri meja kerja dan dengan kasar menarik satu persatu laci-laci yang tersusun rapi pada bagian bawah meja, kemudian mengobrak-abrik isinya. Ketika yang dicari belum ditemukan, Ia beralih pada lemari yang berada di belakangnya. Hal yang sama dilakukan, Ia pun mengacak habis isi lemari untuk mencari sesuatu yang amat berharga baginya.  "Dimana dokumen itu..kurang ajar!" Makinya pada seseorang yang ada dalam pikirannya. "Baiklah..jika ini pilihannya, akan kuturuti permainannya" Desisnya dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tahu, wanita itu tak main-main dengan ancamannya tadi siang. Ambisinya yang terlalu besar dan menggebu-gebu secara otomatis memutuskan hubungan Simbiolis Mutualisme yang selama ini telah mereka jalin sejak setahun terakhir.  Jika bukan karena Mita yang dengan sembunyi-sembunyi memberitahukan padanya bahwa dokumen penting itu telah

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indonesia, J

Topeng (bag.3)

-Masa Lalu- Hera kecil sering kali di- bully oleh teman-temannya. Kala itu ia berusia 8 tahun, tubuhnya yang kecil dan lemah membuat ia menjadi sasaran empuk. Tidak ada satupun yang dapat membantunya, lebih tepatnya tidak ada yang mau. Sepulang dari bermain, sambutan kasar juga ia terima dari keluarga, tepatnya keluarga angkat. Hera diadopsi pada usia 2 tahun. Dengan niat sebagai pancingan agar kedua orang tua angkatnya bisa segera mendapat momongan. Tapi usaha ini belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan.  Saat Hera berusia 10 tahun Ibu angkatnya pun hamil. Kehamilan yang ditunggu-tunggu selama 9 tahun, sebelumnya beberapa kali Ibu angkat Hera ini sudah pernah hamil, sayangnya setiap kali hamil justru ibunya juga mengalami keguguran lagi dan lagi. Kehamilan ketiga kali ini dijaga ketat dan ekstra hati-hati, namun takdir berkata lain, saat ibu angkatnya mengandung pada usia kehamilan 8 bulan, kecelakaan tragis menyebabkan nyawa ibu dan calon adiknya itu melayang. Duka