Langsung ke konten utama

Hari ke-1

Kali ini saya ingin menuliskan apa saja yang saya lakukan dan yang terjadi selama mama tidak ada di rumah. Minimal ini nanti jadi bahan laporan ke mama sepulang dari umroh nanti, bahwa anaknya ini bisa menjalankan amanah dengan baik dan benar.

Dimulai dengan pesan-pesan sang kapten sebelum berangkat.

"In, jangan lupa kasih ikan makan ya! Ikan yang merah di aquarium besar itu kuat makan, yang abu-abu sih, ndak terlalu, terus nanti beli sayur kangkung untuk makan ikan kaloi yang di tempayan, jangan lupa yaa!"

"Iya, Ma."

"O.. Iya, tadi baju di mesin cuci belum selesai, tolong bereskan."

"Siap ..." sempat-sempatnya sih nyuci, padahal sebentar lagi jadwalnya berangkat, percayalah Ma, anak mama ini bisa menyelesaikan pekerjaan rumah tangga.

"Nanti, kalau buat kopi untuk Datok, cukup satu sendok gula dan satu sendok bubuk kopinya, nasi untuk Datok juga jangan terlalu keras, ya!"

"Iya ..., siap Kapten! Udah atuh, Mama fokus jak sama ibadahnya, in bisa kok, tenang jak."

"Satu lagi, jangan lupa bayar tagihan listrik dan telpon, nomornya ada di tempat biasa."

"Hu'um ..." Biasanya setiap bulan saya hanya menyerahkan amplop ke mama, tanpa perlu ambil pusing mengolahnya untuk keperluan ini dan itu, tapi sekarang saya sendiri yang harus mengolah isi amplop tersebut.

Berangkatlah Kapten Mama ke tanah suci. Nangis in? Ndak dong, apa-apaan sih, trus itu suara tangisan siapa? Kucari Sumber suara, lihat di belakang jok mobil, ternyata ada cucu nenek yang lagi nangis. Hadeuh ... Jangan mancing-mancing deh, please.

*****

Senin pagi, azan subuh sudah lewat. Saya kesiangan dan mau tidak mau hanya dapat kebagian bau syurganya aja (iya kalau dapat). Ampun ya Allah.

Tidak seperti biasanya, pagi ini langsung dimulai dengan berpikir, 'masak apa hari ini?' Jadi ingat sama mama, sering bertanya "in mau makan apa hari ini?" dan seringkali pula di jawab "terserah mama deh, apa pun ntar in makan." bikin kesal ndak tuh. Harusnya saya bisa jawab dengan menyebutkan makanan apa yang ingin dimakan untuk membantu mama memilih dan memasak menu makanan.

Karena belum bisa memutuskan mau masak apa hari ini, saya ke dapur dan membuat segelas kopi untuk Datok, tentunya yang sesuai dengan resep dan arahan mama, cicip dikit, sungguh ini bukan selera saya, tapi karena sudah dipesankan demikian, maka segelas kopi saya antar ke rumah Datok.

"Datok, ini kopinya, sarapannya ntar dulu ya, in belum belanja." saya letakkan gelas kopi diatas meja makan. Datok masih berbaring di kamarnya, mungkin masih mengantuk.

Datok berusia 93 tahun, akhir-akhir ini sering berhalusinasi, sering pula lupa dan tidak mengenali anak-anaknya yang tinggal agak jauh (bisa dimaklumi). Sebuah berkah dan keuntungan bagi kami yang tinggal dekat dengan rumah Datok. Lebih sering dilihat, artinya lebih dikenal.

Tugas merawat Datok dan mengurus semua keperluan yang biasa dilakukan mama, sekarang saya ambil alih, memperhatikan makan dan minum, pakaian dan kebersihan rumahnya.

Sebelum meninggalkan rumah Datok, seperti kebiasaan mama, saya memungut dan menyortir baju kotor yang tergeletak di lantai, juga beberapa yang masih di tempat gantungan baju. Ahh ... Rajin sekali saya kali ini. Cucu yang baik, bukan?

"Pak ... (panggilan untuk Kapten Bapak), masak apa ya, hari ini?" saya coba mencari solusi memilih menu dengan bertanya pada bapak.

"Apa ajalah, santai aja." jawab kapten bapak sambil mengambil parang, kebiasaan yang sering dilakukan kalau lagi di rumah adalah membersihkan pekarangan, memangkas dahan-dahan pohon yang mulai mengganggu pandangan mata dan memusnahkan tanaman liar yang sudah menjadi semak di sekitar rumah.

Nah loh, gak ada jawaban itu namanya. Baiklah, saya akan berjuang pagi ini untuk menyajikan masakan yang 'santai aja', tapi masak apa ya? (bingung lagi)

******

Ternyata, tidak perlu lama-lama belanja di pasar, begitu melihat kangkung, tempe, wortel dan sawi hijau, dibungkus dah. Pulangnya saya iseng-iseng ke bagian penjual ikan, udang dan daging, maka pilihan saya kali ini adalah ikan, rencananya di pindang, tapi lihat saja nanti, yaa ... Jatuh-jatuhnya mungkin akan di goreng. Hehehe.

Sampai di rumah, proses memasak dimulai. Cuci-cuci, potong-potong dan akhirnya saya siap menyulap bahan mentah ini menjadi menu makanan sederhana di hari pertama tanpa mama.

"Ttrreeengg... Ttrreeeng... Wallaah... Tumis kangkung siap dihidangkan." Lanjut mengolah tempe, kali ini di goreng saja, saya ambil garam dari laut (hiperbola sekali saya) taburi sebagai bumbu pelengkap rasa, dan.. "Wallaaah.. Jadilah tempe goreng renyah (kegemaran saya)." Menu terakhir, saya akan mengolah ikan menjadi pindang ikan (sebenarnya lebih enak kalau di buat jadi ikan asam pedas, tapi bumbunya tidak lengkap), dengan demikian maka saya memohon pada kunyit, bawang putih, kemiri, lada dan beberapa bumbu lainnya (yang ada) untuk masuk ke dalam kuali menemani ikan-ikan yang sudah dicuci bersih. Selesai, finish, Alhamdulillah.

Saatnya makan bersama. Eh... Ada yang kurang nih anggota keluarganya, si bungsu kok ndak ada ya? Kebiasaan buruknya si bungsu, nih. Kalau pergi seringkali ndak pakai ijin, main pergi saja. Pasti pergi sama teman-temannya, maklum aja deh, mumpung liburan.

Tepat pukul sebelas, si bungsu datang. Jalannya rada pincang seperti ada yang luka di bagian kaki, kemudian pelan-pelan dia mulai bicara.

"Kak, barusan adek jatuh, bak oli motornya pecah."

"Appaaa...?" (perhatian ..., pelafalannya disertai tasydid dan mad Far'i).

Menu 'santai aja'

#Sekalian jadi tantangan I.
#Tulisan kuliner - Mba Wid (boleh yaa) 😀


Komentar

  1. Keren...
    Saya acc, sebagai usaha untuk jadi calon istri dan ibu yang baik...

    Hehene

    BalasHapus
  2. Yang belum dikasih resep, hidangan yang kuning-kuning Mba Na... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu nanas, mba Inet. 😀😀
      Resep nurunin kolesterol, katanya. 😄

      Hapus
  3. Keren...
    Saya acc, sebagai usaha untuk jadi calon istri dan ibu yang baik...

    Hehene

    BalasHapus
  4. adenya tapi gak knapa2 kan kak na??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, nggak apa-apa, Mas Ian.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.6)

-Topeng Ambisi- Seorang laki-laki tergesa-gesa memasuki ruangannya, setengah berlari Ia menghampiri meja kerja dan dengan kasar menarik satu persatu laci-laci yang tersusun rapi pada bagian bawah meja, kemudian mengobrak-abrik isinya. Ketika yang dicari belum ditemukan, Ia beralih pada lemari yang berada di belakangnya. Hal yang sama dilakukan, Ia pun mengacak habis isi lemari untuk mencari sesuatu yang amat berharga baginya.  "Dimana dokumen itu..kurang ajar!" Makinya pada seseorang yang ada dalam pikirannya. "Baiklah..jika ini pilihannya, akan kuturuti permainannya" Desisnya dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tahu, wanita itu tak main-main dengan ancamannya tadi siang. Ambisinya yang terlalu besar dan menggebu-gebu secara otomatis memutuskan hubungan Simbiolis Mutualisme yang selama ini telah mereka jalin sejak setahun terakhir.  Jika bukan karena Mita yang dengan sembunyi-sembunyi memberitahukan padanya bahwa dokumen penting itu telah

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indonesia, J

Topeng (bag.3)

-Masa Lalu- Hera kecil sering kali di- bully oleh teman-temannya. Kala itu ia berusia 8 tahun, tubuhnya yang kecil dan lemah membuat ia menjadi sasaran empuk. Tidak ada satupun yang dapat membantunya, lebih tepatnya tidak ada yang mau. Sepulang dari bermain, sambutan kasar juga ia terima dari keluarga, tepatnya keluarga angkat. Hera diadopsi pada usia 2 tahun. Dengan niat sebagai pancingan agar kedua orang tua angkatnya bisa segera mendapat momongan. Tapi usaha ini belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan.  Saat Hera berusia 10 tahun Ibu angkatnya pun hamil. Kehamilan yang ditunggu-tunggu selama 9 tahun, sebelumnya beberapa kali Ibu angkat Hera ini sudah pernah hamil, sayangnya setiap kali hamil justru ibunya juga mengalami keguguran lagi dan lagi. Kehamilan ketiga kali ini dijaga ketat dan ekstra hati-hati, namun takdir berkata lain, saat ibu angkatnya mengandung pada usia kehamilan 8 bulan, kecelakaan tragis menyebabkan nyawa ibu dan calon adiknya itu melayang. Duka