Langsung ke konten utama

Diman dan Pilihannya



Pulau Juante adalah pulau dengan urutan ke-63 dari 207 pulau di Kalimantan Barat. Pulau kecil ini dapat ditempuh dalam waktu kurang dari setengah hari dengan menggunakan jukong (sejenis sampan dalam bahasa Melayu masyarakat Sukadane) yaitu kendaraan yang biasanya digunakan oleh para nelayan setempat untuk menangkap ikan. Pulau Juante menurut keterangan penduduk yang tinggal di pantai pulau Datok adalah pulau yang tidak berpenghuni, sehingga tentu saja hal ini menjadikan pulau Juante sebagai syurga bagi berbagai jenis ikan-ikan laut.

Para nelayan dari Pulau Datok kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat seringkali pergi ke Pulau Juante untuk menangkap ikan. Jika sedang beruntung dan cuaca mendukung, para nelayan di sana dapat menangkap berbagai jenis ikan besar, seperti; ikan Tenggiri, ikan Daeng Belang, ikan Simbak, ikan Kakap, ikan Pari, ikan Mayong, ikan Talang, ikan Kelempes, ikan Sembilang, dan jenis ikan-ikan besar lainnya yang bagi masyarakat Sukadane merupakan jenis ikan dengan harga tinggi. Tentu saja daging ikannya juga lebih enak. Tapi, jika sedang kurang beruntung, biasanya para nelayan hanya dapat menangkap jenis ikan-ikan kecil, seperti ikan Selangat dan anak ikan Tamban yang jika dijual, maka kisaran harganya yang lebih murah.

Bicara tentang nelayan, saya akan menceritakan sosok pemuda yang memilih berprofesi sebagai nelayan. Saya berharap ada hikmah yang dapat diambil dari semangat dalam usia mudanya dan kecintaannya pada laut, terutama baktinya kepada orangtua.

Adalah Diman, remaja berusia enam belas tahun. Lahir dari keluarga sederhana. Anak keempat dari enam bersaudara ini memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah. Diman lebih memilih menjadi nelayan untuk membantu perekonomian keluarga, meringankan beban ayahnya yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga satu-satunya, sedangkan ketiga kakaknya sudah bekeluarga dan membina rumah tangga masing-masing.

Keahlian Diman dalam menangkap ikan ini sangat mengagumkan. Ia dapat menombak ikan dalam posisi menyelam dan menahan nafas lebih lama di dalam air laut. Berawal dari terbiasanya Diman membantu ayahnya sejak duduk di Sekolah Dasar, membuatnya terlatih dengan sangat baik. Selain mampu menyelam dengan waktu yang sangat lama, menangkap ikan dengan pukat juga menjadi keahliannya, ini sekaligus menjadi modal utama bagi seorang nelayan memperoleh ikan dalam jumlah yang banyak.

Suatu hari Diman tidak ikut melaut, sehingga ayahnya pergi sendirian menangkap ikan. Biasanya, jika pergi melaut hari ini, maka Diman dan ayahnya akan kembali ke rumah pada esok harinya. Tapi hari itu ayah Diman pulang lebih cepat. Hal ini disebabkan karena saat menangkap ikan, seekor ikan pari tersangkut di jala ayah Diman, dengan posisi ekor yang berada di luar jaring, ikan pari dapat dengan leluasa memukulkan ekornya ke arah ayah Diman beberapa kali. Mendapat pukulan dari ekor ikan pari di tangan dan lengan kiri,  ayah Diman akhirnya melepaskan jala dan memutuskan untuk pulang dengan mengandalkan tangan kanan yang masih mampu mengayuh jukong. Sesampainya dirumah, ayah Diman sudah berada dalam kondisi yang sangat lelah dan lemas.

Melihat kondisi ayahnya yang sakit, Diman jelas merasa sedih, ada penyesalan sebab pada hari itu ia tidak menemani ayahnya melaut dan lebih memilih membantu pamannya mengantarkan barang-barang kiriman.

Pada kasus yang sering terjadi, tidak sedikit nelayan yang meninggal sebab terkena bisa ekor ikan pari. Bersyukur pada hari itu ayah Diman segera memperoleh pengobatan, sehingga dapat segera sembuh dari bisa tersebut. Hal ini juga menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi Diman.

Sejak hari itu, Diman selalu menemani ayahnya. Menangkap ikan menjadi pekerjaan yang sangat ia nikmati, karena selain menjadi pekerjaan yang ia sukai, ini juga merupakan bentuk baktinya pada kedua orangtuanya.

Diman memang dikenal sebagai pemuda yang giat bekerja. Dari hasil pekerjaannya, kini Diman dapat membangun kedai untuk ibunya berjualan makanan dan membantu saudara-saudaranya membayar biaya pendidikan.


#onedayonepost
#Tantangan Mas Ran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.6)

-Topeng Ambisi- Seorang laki-laki tergesa-gesa memasuki ruangannya, setengah berlari Ia menghampiri meja kerja dan dengan kasar menarik satu persatu laci-laci yang tersusun rapi pada bagian bawah meja, kemudian mengobrak-abrik isinya. Ketika yang dicari belum ditemukan, Ia beralih pada lemari yang berada di belakangnya. Hal yang sama dilakukan, Ia pun mengacak habis isi lemari untuk mencari sesuatu yang amat berharga baginya.  "Dimana dokumen itu..kurang ajar!" Makinya pada seseorang yang ada dalam pikirannya. "Baiklah..jika ini pilihannya, akan kuturuti permainannya" Desisnya dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tahu, wanita itu tak main-main dengan ancamannya tadi siang. Ambisinya yang terlalu besar dan menggebu-gebu secara otomatis memutuskan hubungan Simbiolis Mutualisme yang selama ini telah mereka jalin sejak setahun terakhir.  Jika bukan karena Mita yang dengan sembunyi-sembunyi memberitahukan padanya bahwa dokumen penting itu telah

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indonesia, J

Topeng (bag.3)

-Masa Lalu- Hera kecil sering kali di- bully oleh teman-temannya. Kala itu ia berusia 8 tahun, tubuhnya yang kecil dan lemah membuat ia menjadi sasaran empuk. Tidak ada satupun yang dapat membantunya, lebih tepatnya tidak ada yang mau. Sepulang dari bermain, sambutan kasar juga ia terima dari keluarga, tepatnya keluarga angkat. Hera diadopsi pada usia 2 tahun. Dengan niat sebagai pancingan agar kedua orang tua angkatnya bisa segera mendapat momongan. Tapi usaha ini belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan.  Saat Hera berusia 10 tahun Ibu angkatnya pun hamil. Kehamilan yang ditunggu-tunggu selama 9 tahun, sebelumnya beberapa kali Ibu angkat Hera ini sudah pernah hamil, sayangnya setiap kali hamil justru ibunya juga mengalami keguguran lagi dan lagi. Kehamilan ketiga kali ini dijaga ketat dan ekstra hati-hati, namun takdir berkata lain, saat ibu angkatnya mengandung pada usia kehamilan 8 bulan, kecelakaan tragis menyebabkan nyawa ibu dan calon adiknya itu melayang. Duka