Apaaa...oh tidak...!"
Ima terlonjak kaget dengan hasil tesnya. Ini kali keduanya Ia harus melotot melihat alat tes kehamilan setelah sebelumnya sekitar 7 atau 8 bulan yang lalu ia juga melakukan hal yang sama.
"Duh Gusti nu agung...kunaon iyeu teh?"
Ima hanya dapat memasrahkan kepada Satu-satunya Tuhan dalam hidupnya. Hamil lagi diusia tua (baginya) tak pernah ia rencanakan apalagi dibayangkan, tidak dan terlalu mustahil. Namun kenyataannya kini itu berlaku padanya. Positif dengan garis dua.
Pasrah, karena Ima malu, sebelumnya sekitar 7 atau 8 bulan yang lalu, Ia meronta pada Tuhannya, tak terima jika ia hamil di usai 45 tahun. Marah, kesal dan takut jadi satu dalam menghadapi kehamilan anak keenamnya kali ini. Diusia yang tak lagi muda, bagaimana Ia bisa kuat untuk mengandung, karena diusia muda saja rahimnya tak cukup kuat, apalagi diusia 45 tahun.
"Apa kata dunia, apa kata keluarga besarnya, bagaimana pula respon suaminya nanti." Cemas Ima semakin menghantui.
Mengenang kehamilannya yang ke-5, Ima mengingat kembali saat mengalami kepanikan yang sama dengan hari ini. Sedih dan takut jadi satu, marah apakan lagi. Tapi tak ada yang tepat Ia tuduhkan atas semua ini, selain Tuhannya. Namun berjalannya waktu dan dengan doa-doa yang terus menerus ia panjatkan pada Dzat Yang Maha Kuasa, untuk meminta kekuatan dan kesehatan, maka Ia pasrah dan ikhlas menerima kehamilannya saat itu, walau kadang pikiran nakal sesekali datang, Aborsi.
"Tidak..!" Tegasnya.
Aku seorang yang beriman, walau belum sepenuhnya ikhlas menerima karunia ini, ia tak akan mengkhianati hati nurani dan Tuhannya.
"Astaghfirullah..." Ima meminta maaf pada Tuhannya, karena bisikan setan sempat singgah di pikirannya dan hampir masuk menjadi tekad buruk di hatinya.
"Aku pasrah ya Allah..sungguh pasrah dan ikhlas" Ima menyerah pada Tuhannya, menerima kehamilannya yang ke-5 kala itu.
Usia kehamilan Ima yang ke-5 memasuki bulan ke-2. Pagi hari seperti biasanya, rutinitas Ima sebagai ibu rumah tangga menjadikannya sibuk untuk mempersiapkan kebutuhan suami dan ketiga anaknya. Memasak makanan untuk sarapan dan bekal makan siang 4 sehat 5 sempurna untuk mereka makan disiang hari.
Tak butuh waktu lama bagi Ima mengerjakan semuanya sendiri, ia sudah cukup mahir menuju ahli dalam pekerjaan ini. Pekerjaan rumah tangga yang Ima geluti tak lagi sesulit 20 tahun yang lalu, awal pernikahan, awal dimana ia memutuskan untuk mendedikasikan dirinya menjadi ibu rumah tangga dan meninggalkan pekerjaannya sebagai karyawan di perusahaan swasta.
Selesai sudah pekerjaan part I, saatnya Ima beristirahat, hamil diusia tua membuatnya lebih cepat lelah.
"Seaseon berikutnyaaa..mandi"
Riang Ima mengingatkan diri akan jadwal rutinitasnya. Wanita manapun pasti akan bahagia jika pekerjaannya selesai, rumah beres, masakan terhidang, nyaris sempurna. Ima bahagia.
......bersambung...
Ima terlonjak kaget dengan hasil tesnya. Ini kali keduanya Ia harus melotot melihat alat tes kehamilan setelah sebelumnya sekitar 7 atau 8 bulan yang lalu ia juga melakukan hal yang sama.
"Duh Gusti nu agung...kunaon iyeu teh?"
Ima hanya dapat memasrahkan kepada Satu-satunya Tuhan dalam hidupnya. Hamil lagi diusia tua (baginya) tak pernah ia rencanakan apalagi dibayangkan, tidak dan terlalu mustahil. Namun kenyataannya kini itu berlaku padanya. Positif dengan garis dua.
Pasrah, karena Ima malu, sebelumnya sekitar 7 atau 8 bulan yang lalu, Ia meronta pada Tuhannya, tak terima jika ia hamil di usai 45 tahun. Marah, kesal dan takut jadi satu dalam menghadapi kehamilan anak keenamnya kali ini. Diusia yang tak lagi muda, bagaimana Ia bisa kuat untuk mengandung, karena diusia muda saja rahimnya tak cukup kuat, apalagi diusia 45 tahun.
"Apa kata dunia, apa kata keluarga besarnya, bagaimana pula respon suaminya nanti." Cemas Ima semakin menghantui.
Mengenang kehamilannya yang ke-5, Ima mengingat kembali saat mengalami kepanikan yang sama dengan hari ini. Sedih dan takut jadi satu, marah apakan lagi. Tapi tak ada yang tepat Ia tuduhkan atas semua ini, selain Tuhannya. Namun berjalannya waktu dan dengan doa-doa yang terus menerus ia panjatkan pada Dzat Yang Maha Kuasa, untuk meminta kekuatan dan kesehatan, maka Ia pasrah dan ikhlas menerima kehamilannya saat itu, walau kadang pikiran nakal sesekali datang, Aborsi.
"Tidak..!" Tegasnya.
Aku seorang yang beriman, walau belum sepenuhnya ikhlas menerima karunia ini, ia tak akan mengkhianati hati nurani dan Tuhannya.
"Astaghfirullah..." Ima meminta maaf pada Tuhannya, karena bisikan setan sempat singgah di pikirannya dan hampir masuk menjadi tekad buruk di hatinya.
"Aku pasrah ya Allah..sungguh pasrah dan ikhlas" Ima menyerah pada Tuhannya, menerima kehamilannya yang ke-5 kala itu.
Usia kehamilan Ima yang ke-5 memasuki bulan ke-2. Pagi hari seperti biasanya, rutinitas Ima sebagai ibu rumah tangga menjadikannya sibuk untuk mempersiapkan kebutuhan suami dan ketiga anaknya. Memasak makanan untuk sarapan dan bekal makan siang 4 sehat 5 sempurna untuk mereka makan disiang hari.
Tak butuh waktu lama bagi Ima mengerjakan semuanya sendiri, ia sudah cukup mahir menuju ahli dalam pekerjaan ini. Pekerjaan rumah tangga yang Ima geluti tak lagi sesulit 20 tahun yang lalu, awal pernikahan, awal dimana ia memutuskan untuk mendedikasikan dirinya menjadi ibu rumah tangga dan meninggalkan pekerjaannya sebagai karyawan di perusahaan swasta.
Selesai sudah pekerjaan part I, saatnya Ima beristirahat, hamil diusia tua membuatnya lebih cepat lelah.
"Seaseon berikutnyaaa..mandi"
Riang Ima mengingatkan diri akan jadwal rutinitasnya. Wanita manapun pasti akan bahagia jika pekerjaannya selesai, rumah beres, masakan terhidang, nyaris sempurna. Ima bahagia.
......bersambung...
Mau dong baca kelanjutannya
BalasHapusMau dong baca kelanjutannya
BalasHapusMakasih mbaa..sabar yaa. 😄
BalasHapusMakasih mbaa..sabar yaa. 😄
BalasHapusWaaaah... temanya kehamilan. Oke banget deh!
BalasHapusNunggu kelanjutannya...hehe...
BalasHapus