Aku sudah berada disini sejak sepuluh tahun yang lalu. Tapi bisa jadi lebih dari atau kurang dari itu, entahlah. Aku merasa sudah terlalu tua dan begitu lama berada di sini. Menatap pemandangan yang sama setiap waktu, kadang kosong, kadang riuh dengan aktivitas yang tidak pernah habis. Yah, kamu yang mengisi kekosonganku itu dengan berbagai celotehan, kadang pula dengan nyanyian yang lirik dan nadanya tidak jelas dari lagu berjudul apa. Sekali waktu, bahkan sedikit sering, kamu membaca potongan ayat dari salah satu surah yang entah bagaimana, mungkin karena isi otak terlalu penuh, ayat-ayat tersebut jarang sekali usai, bahkan bisa jadi menyeberang atau menyambung ke surah yang lain. Jika sudah begitu, aku hanya bisa tertawa, tentu saja caraku tertawa berbeda denganmu. Menggoyangkan bagian tubuh yang tertutup debu, atau bergeser sedikit dari posisi duduk agar terdengar gesekan besi dengan batang paku adalah caraku tertawa. Tentu saja kamu tidak tahu, karena jelas kita berbeda, kamu hidup, sedangkan aku adalah benda yang bisa dihidupkan.
Siang ini kamu tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar. Biasanya, kalau bertingkah laku seperti itu, menandakan perlombaan dengan waktu telah dimulai. Ini salah satu kebiasaan yang sangat kuhafal. Menyambar handuk dan berlari ke kamar mandi, lalu tidak sampai lima menit kemudian sudah kembali ke dalam kamar, membuka pintu lemari dan menarik beberapa potong baju untuk dipakai. Kamu sangat terampil menata diri dalam waktu yang singkat. Memoleskan sedikit pelembab wajah sembari salah satu kaki memindahkan handuk yang tergeletak di lantai ke atas ranjang. Kedua tangan bisa bekerja dengan baik meski tugasnya berbeda. Memoleskan pemerah bibir dengan tangan kanan, sedang tangan kiri memoleskan deodoran di bagian ketiak. Aku selalu suka dengan pertunjukan kecepatanmu. Seharusnya kamu mendaftarkan diri dan bekerja sebagai salah satu anggota polwan atau pasukan khusus negara ini.
Meski banyak hal yang baik, tetap saja ada beberapa hal yang tidak kusuka. Lihat tubuhku! Berdebu dan kotor. Jangankan membersihkan seminggu sekali, sebulan sekali pun belum tentu. Kamu terlalu sibuk, kadang sibuk dengan pekerjaan, kadang pula sibuk dengan diri sendiri. Tapi tidak mengapa, debu-debu ini bisa kupakai untuk menertawakanmu lebih sering-nanti. Seperti malam ini, alih-alih menertawakan, aku justru ikut bersedih. Tentu saja caraku bersedih sama dengan caraku tertawa, tidak ada perbedaan, jadi cukup aku saja yang tahu. Kali ini, sembari meniupkan angin dengan menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri, aku mendengar keluh kesahmu tentang waktu. Hari itu akan datang, pertemuan sekaligus perpisahan. Kamu senang, sekaligus sedih dan mengkhawatirkan banyaknya pekerjaan yang belum diselesaikan.
Baiklah, sekarang sudah larut malam. Saatnya kamu tidur dengan segala rindu yang tersimpan. Rindu akan kekasih yang berada jauh di seberang pulau. Aku senang merasakan aura dari kasih sayang yang murni diantara kalian. "Tuhan maha baik," katamu di setiap waktu. Kupikir itu bentuk syukur atas nikmat cinta yang dapat kamu rasakan. Entah bagaimana, bentuk syukur itu bisa membuatku juga menyayangimu. Mungkin ini salah satu bentuk nyata dari sebuah kalimat. Bahwa, dunia akan melayanimu ketika kamu melayani Tuhan. Terbukti, hingga di usia yang tidak lagi muda ini, aku masih mampu berfungsi dengan sangat baik untuk melayanimu.
#Tugas-1
#KelasFiksi
#ODOP-batch5
Komentar
Posting Komentar