Langsung ke konten utama

Dia Pernah Ada di Sini

Hipwee

     Bukankah sudah kuceritakan sosoknya yang ramah namun tidak segan marah jika satu dua hal tidak pantas terlihat di mata? Belum pernah dengar, ya? Baiklah, akan aku ceritakan bagaimana wanita dengan tinggi kurang lebih 165 cm itu pernah mengisi hari-hari dalam bangunan berlantai tiga ini. Baiknya dimulai dari mana? Aktivitas di balik meja kerja dengan posisi tepat di depan pintu masuk ruang kantor, atau tentang penampilan yang selalu sesuai selera? Ahh..., bagaimana kalau kumulai dari awal pertama dia menginjakkan kaki disini? Ada hal menarik yang sampai sekarang tidak bisa hilang.  Ini tentang corak baru pada jilbab hitam favoritnya yang tanpa sengaja menempel di dinding yang baru saja selesai dimandikan dengan cat minyak sewarna awan. Tentu saja putih itu tidak dapat ditutupi atau dihilangkan begitu saja. Dan dia pasrah, bahkan sesekali dengan santai mengenakan kembali jilbab corak baru-demikian nama untuk jilbab kesayangan- di hari-hari kerja.

Di sela-sela kesibukan mengajar, ada aktivitas yang paling disuka. Mengambil satu-dua amplop besar berisi kertas-kertas tidak terpakai. Lembar-lembar itu dirapikan, dilipat menjadi dua lantas memotongnya sama rata. Kalian bisa menebak apa yang akan dia buat? Baiklah, baiklah, akan langsung kuceritakan. Kertas-kertas yang sudah dipotong tadi kemudian dilipat lagi, kedua sisinya ditemukan  dan diempel dengan perekat. Pada salah satu sisi kertas yang kini berongga, dipotong membentuk trapesium lalu merekatkannya dengan cara melipat ke sisi badan kertas yang lebih luas, sehingga kertas persegi panjang tadi hanya menyisakan satu sisi saja yang terbuka, agar sesuatu bisa dimasukkan ke dalamnya. Usai semua kertas dibuat serupa, dia menyusun hasil karya tadi ke dalam kotak, kemudian menyerahkan kepada ibu bendahara sekolah sambil berseru, "amplop cinta untuk para pejuang." diiringi senyum merekah, bahkan senyuman itu bisa menular pada mereka yang menerima amplop cinta di saat gajian, hahahaha..., tentu saja, apalagi jika tidak ada potongan.

Mari kuceritakan lagi satu hal. Dia sangat benci melihat mushaf-mushaf yang ditinggal tuannya dengan halaman yang tidak lagi utuh. Bukan, bukan mushaf yang dibenci, tapi pada pelaku yang tega membiarkan keadaan seperti itu terjadi. Dengan kening berlipat-lipat, dipungut dan disimpannya dengan baik mushaf-mushaf cacat beraneka ukuran tersebut di atas meja kerja. Alhasil, mejanya penuh bukan oleh buku-buku yang harus dikoreksi atau buku-buku ajar dan perangkat belajar lainnya. Meja kerja dengan ukuran kecil itu dipenuhi oleh peralatan untuk memperbaiki mushaf-mushaf malang tadi. Baik dan rajin sekali,  bukan? Mungkin kalian akan berfikir dia kurang kerjaan. Sebenarnya ini adalah selingan, hiburan di sela-sela rutinitas yang selalu sama. Tentu saja, setelah itu dia akan mempersiapkan hukuman bagi peserta didik yang ceroboh dan tidak paham adab.

Ahh..., dari tadi aku hanya menceritakan kebaikan dan kelebihan saja, rasanya itu tidak adil. Baiklah, kali ini akan kuberitahukan pada kalian bahwa dia juga memiliki celah, kalian tahu maksudku, kan? Iya, yang namanya manusia pasti punya kekurangan, kalau tidak, berarti dia makhluk setengah Dewa atau malaikat bersayap indah, itukan tidak mungkin. Nah, salah satu kekurangannya adalah pelupa. Setiap kali jam pelajaran selesai, dia akan berkemas, pulang ke rumah atau lanjut mengajar di tempat lain. Sesampainya di tempat parkir, dia akan ingat ada sesuatu yang tertinggal, atau sesuatu yang kurang. Kalian tahu apa itu? Sarung tangan, atau kunci motor. Di lain waktu, dia ingat untuk membawa sarung tangan, tapi ternyata hanya sebelah. Akhirnya, mau tidak mau dia harus kembali meniti anak tangga lantai dua sembari mengutuk diri, hahahaha..., kacau sekali. Aku rasa sudah saatnya dia menikah, entahlah.

#Tugas-1
#KelasFiksi
#ODOP-Batch5

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah