"Sadarlah nak! Sadarlah, lihat seperti apa dia sekarang!" Ibu menunjuk-nunjuk kekasihku, wanita yang kucintai melebihi diriku sendiri. "Aku mencintainya, ibu. Sangat mencintainya!" Aku tidak mampu lagi menahan tekanan dari mereka, orang-orang di balik tubuh ibu. Wajah-wajah itu ketakutan bercampur rasa jijik sekaligus belas kasihan yang tidak dapat kupahami. ***** Siang begitu terik. Panasnya membakar kulit. Kami bergegas memasuki rumah, sekilas menatap hamparan bunga di taman yang sudah kutata sedemikian rupa sejak sebulan yang lalu. Sesuai permintaannya, tidak ada warna lain selain putih. "Sayang, apa kamu haus? Tunggu sebentar, akan kubuatkan minuman kesukaanmu!" Kutinggalkan kekasihku duduk sendiri di ruang tamu. Dia sedari tadi hanya diam, mungkin tubuhnya terlalu lelah sebab perjalanan jauh yang kami tempuh kurang lebih tiga jam yang lalu. Segelas teh aroma melati sudah siap. Kutuangkan dalam cangkir kecil. Hidungku menghirup raku...